1. Pesan

366K 10.9K 416
                                    

~ ~ ~ ~

“Ayub!” panggil Abah Rasyid dengan suara gemetar.

“Ya, Abah.”  Ayub menatap wajah pria paruh baya itu dengan raut cemas. 

Abah memaksa bibirnya melebar hingga membentuk senyum samar.  “Abah sesak nafas.”

Ayub mengambil gelas berisi air mineral di atas meja dan membantu Abah Rasyid meneguk. 

Pria paruh baya yang sudah bertahun-tahun menjadi tetangga Ayub itu menarik napas dalam-dalam. Ia memandangi wajah Ayub cukup lama.  Ayub menangkap harapan di dalam mata yang dipandangnya itu. 

Ayub bertanya-tanya.  Sebenarnya apa yang menjadi beban Abah Rasyd?  Antara cemas dan gelisah, Ayub menanti kalimat yang akan diucapkan Abah Rasyid.  Abah Rasyid bukan hanya tetangga saja, tapi seperti saudara, teman, atau ayah bagi Ayub.  Sudah banyak yang Abah Rasyid lakukan untuk Ayub, dan bisa dibilang Ayub belum bisa membalas kebaikan Abah Rasyid.  Kebaikan yang tidak bisa disebutkan satu-satu, akan memakan waktu semalaman untuk membahasnya.

“Ayub, Abah punya anak perempuan.  Namanya Salwa. Dia masih sekolah.”

Ayub mengangguk.  Tentunya anak semata wayang yang sering Abah Rasyid ceritakan, yang selama ini tinggal di Sumatera bersama Bibinya setelah Ibunya meninggal di usia Salwa yang masih tiga tahun.

“Beberapa bulan yang lalu, bibinya Salwa meninggal dunia.  Abah sudah menjemput Salwa dan mengajaknya ke Jakarta.  Sekarang Salwa tinggal di kos-an dekat sekolahnya.  Dia kelas sebelas di SMA 09.  Usianya baru lima belas tahun lebih, minat sekolahnya sangat tinggi, dia cerdas, pintar, tapi….. sedikit bandel.”

Abah diam untuk menarik napas.

“Abah ingin aku menjemputnya?” Ayub menerka-nerka.

“Tidak.  Abah ingin kamu tahu, selain Abah, Salwa tidak punya siapa-siapa lagi.  Dia hidup sebatang kara.  Dia tidak punya penghasilan.  Bahkan dia tidak memiliki tempat tinggal.  Lalu bagaimana nasibnya jika aku meninggal nanti?”  mata Abah Rasyid berkaca-kaca.

Oh Tuhan…. Ternyata inilah jawaban dari kegundahan yang sejak tadi terlihat di matanya. 

“Selama ini Abah tidak pernah dekat dengan Salwa.  Salwa tumbuh menjadi gadis yang tidak mendapat pendidikan dari ayah dan ibunya.  Abah sedih jika harus meninggalkannya sendirian.  Bagaimana akhlaknya?  Abah takut di akhirat nanti akan bertengkar dengannya karena tidak sempat mendidiknya.”  Abah Rasyid berhenti sejenak.  Tatapannya nanar menembus bola mata ayub.  “Ayub, dia sebatang kara.  Dan aku hanya percaya pada orang sepertimu.  Jika aku meninggal, nikahilah dia.  Bimbing dia.”

Sesaat Ayub tercekat.  Ternyata itulah akhir dari maksud ucapan Abah Rasyid.  Ayub tidak bisa menjawab.  Ia hanya berharap kondisi Abah Rasyid membaik.

“Tolong berikan kotak di atas lemari itu pada Salwa.”  Abah Rasyid menunjuk sebuah kotak kecil terbuat dari kayu berwarna cokelat yang terletak di atas lemari.
 


(Bersambung...)

- Gimana, menurut kalian asik nggak bagian ini?

- Ssst.... Ada adegan yg bikin pejam mata di kisah cinta Ayub dan wanitanya. Siapin pasangan buat baca.

- Lanjut gak?

Emma Shu

Cahaya Cinta Dari Surga √ (Sudah terbit) Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora