2. Bom

156K 7.6K 174
                                    

Ayub terkesiap saat gadis itu menatapnya. Seketika, ia menjelma menjadi makhluk kaku laksana manekin. Keringat dingin mencuat ke permukaan keningnya dan menyengat mata. Dengan tubuh gemetar, ia menyeret langkah mundur saat gadis itu mendekatinya.

"Ayub Al Hafiz!" panggil Gadis berambut panjang itu memecah keheningan. Tatapannya yang seakan-akan menelanjangi, membuat Ayub berpaling dengan wajah seperti terbakar dan jemari yang sedingin es. Pandangan gadis itu turun ke rahang kokoh, ke dada bidang, lalu ke perut six pack berotot yang terbentuk jelas melalui kemeja Ayub yang ketat. "Kau sangat menawan!"

Tubuh Ayub membeku ketika punggungnya membentur dinding. Gadis itu menjulurkan tangan dan membelai dada Ayub hingga membuat leher pria itu tercekat, kesulitan menelan saliva.

Jangan mendekat! Ini dosa.

Sayangnya kalimat itu hanya Ayub telan dalam hati. Mulutnya tak bersuara dan tubuhnya masih sama, gemetaran.

Gadis itu berbisik, "Aku sayang kamu!" Tangannya menggenggam kerah kemeja Ayub lalu menariknya kuat, hingga dalam posisi yang tidak terkendali, tubuh Ayub terjerembab ke lantai bersama dengan tubuh gadis itu di bawahnya.

"Astagfirullah...." Lirih Ayub seiring dengan kelopak matanya yang terbuka.

Ah, mimpi yang sama dan sudah yang kedua kalinya. Ia mengusap bulu roma di belakang lehernya yang meremang, mengacak rambut sekali sisir dengan jemari lalu mengusap wajah. Merenung sesaat merasakan detakan jantung yang berpacu tiga kali lebih cepat.

Gadis itu, beberapa kali muncul di dalam mimpi dengan penampilannya yang ala-ala kebarat-baratan. Wajahnya samar. Rambutnya panjang, tidak berhijab. Padahal selama hidup, Ayub tidak pernah dekat dengan perempuan.

Kenapa bukan gadis berhijab yang sopan dan tau norma agama yang muncul dalam mimpi? Mungkin faktor lupa baca doa saat hendak tidur, akibatnya mimpi yang datangnya dari syetan mudah menghampiri. Pikirnya sembari menghela nafas.

Ia bangkit bangun dan duduk. Bola mata hitamnya melirik jam dinding.

Pukul 02.00, dini hari.

Ia menghambur ke toilet menyerbu air keran. Berwudhu.

Ayub menghempaskan kening berbalut sorban di atas sajadah putih, bersujud. Shalat tahajud. Seketika, kesejukan menyelimuti jiwa. Damai. Tenteram.

Tiba-tiba terdengar deritan pintu kamar Zul, tetangga sebelah yang kamarnya tepat berada di sisi kamar Ayub. Tak lama kemudian suara deru mesin motor meninggalkan rumah sebelah. Sepanjang yang Ayub tahu, Zul bekerja paruh waktu di sisa jam kuliah. Ia tipe manusia yang ulet dan giat.

Selesai shalat, Ayub memutar televisi, merebahkan tubuh di kasur.

"Ya Allah, dimana-mana ada teror." Ayub mengomentari berita hangat yang disiarkan secara live di televisi.

Ayub mengulang pandangan ketika sekilas mendengar nama sebuah hotel disebut oleh penyiar berita.

"Ya Tuhan, itu hotel tempat kerja Zul," kejut Ayub. Stasiun TV menayangkan berita tentang ledakan bom yang baru saja terjadi jam tiga dini hari di salah satu hotel terkenal yang banyak disinggahi turis.

Ayub merogoh ponsel di saku celana lalu menelepon Zul. Jawabannya, tidak aktif. Ia mulai cemas.

Zul bekerja sebagai cleaning service di hotel untuk menambah biaya kuliah yang selama ini hanya mengandalkan beasiswa dan kiriman uang dari saudaranya yang tinggal di Sumatera. Kedua orang tuanya sudah tiada.

Penyiar memberitakan sebelas orang tewas akibat ledakan. Diantaranya empat orang anggota dewan yang menginap di hotel, meninggal dunia. Beberapa orang luka-luka telah dilarikan ke rumah sakit. Motif peledakan bom dan otak dari teror masih dalam penyelidikan yang berwajib.


***



(Bersambung...)

Katakan Welcome Ayub!!

Salam,
Emma Shu

Cahaya Cinta Dari Surga √ (Sudah terbit) Where stories live. Discover now