40. Mimpi

65.5K 3.4K 233
                                    

Waktu  bergulir begitu cepat.  Sudah pukul tiga dini hari. 

Ayub telah terlatih bangun di sepertiga malam sejak mondok di pesantren.  Sampai kini, kebiasaan itu tidak terlewatkan.  Ia berjalan keluar kamar.  Menginjakkan kaki di depan pintu kamar sebelah.  Ingin menemui Salwa dan mengajaknya shalat tahajud.  Siapa tahu, setelah kejadian tadi, sekarang Salwa lebih menuruti apa yang dikatakannya. 

Ayub menempelkan daun telinga ke pintu.  Suasana di dalam kamar hening.  Mungin Salwa sedang tidur pulas.  Niatnya urung dan ia kembali masuk ke kamar.  Memutuskan untuk tahajud sendiri. 

Perintah Allah turun di waktu sepertiga akhir malam hari.  Bila ada orang-orang yang berdoa pasti akan Dia kabulkan, yang meminta pasti Dia beri, yang mengharap ampunan pasti Dia ampuni.  Rahasia keajaiban tahajud hanya akan terbongkar oleh orang-orang yang istiqomah dan ikhlas menjalankan tahajud.  Betapa besar keutamaan tahajud, akan dibangkitkan Allah di tempat terpuji, berhak mendapat kebaikan serta rahmat-Nya, juga akan dimasukan ke dalam kelompok hamba-Nya yang baik. 

Ayub memasuki kamar mandi, menyentuh keran dan memutarnya.  Bibir keran memuntahkan air bening.  Terasa dingin menyentuh telapak tangan.  Baru saja mulut Ayub terbuka untuk mengucap doa, terdengar lengkingan keras jeritan Salwa.  Ayub mematikan keran dan memasang pendengaran untuk memastikan apakah ia tidak salah dengar.  Jeritan Salwa semakin keras.  Seperti orang kesurupan. 

Ayub berlari cepat keluar kamarnya dan membuka pintu kamar Salwa.  Saking cepatnya, sampai-sampai keningnya hampir kejeduk pintu. 

Tampak Salwa tidur telentang di ranjang besar.  Air mata menetes-netes dari sudut matanya yang terpejam.  Mulutnya terus menjerit, meraung-raung, ditambah sesenggukan.  Kedua tangannya bergerak-gerak ke atas seperti sedang meminta tolong. 

Dia mimpi buruk. 

Cepat-cepat Ayub mengguncang-guncang bahu  Salwa untuk membangunkannya.  Salwa menyebut kata Abah diantara erangannya yang tidak jelas.  Baru kali ini Ayub melihat orang bermimpi buruk sampai berperilaku seperti itu.

“Salwa, bangun!” seru Ayub sambil menarik bahu Salwa hingga Salwa terduduk.  Usahanya tidak sia-sia, Salwa terkejut dan matanya terbelalak lebar.

Tubuh Salwa maju cepat dan memeluk Ayub.  Tangisnya pecah.  Napasnya terdengar keras.  Rasa takut membuat mimpinya seperti benar-benar terjadi.

“Istighfar.  Astaghfirullahal’adzim,” bisik Ayub di telinga Salwa.

Salwa masih terisak.  Belum bisa bicara. 

“Jangan takut.  Kamu cuma mimpi.” Ayub berusaha menenangkan.  Sesaat ia membiarkan keadaan itu terus berlangsung.  Ternyata begini rasanya dipeluk.  Matanya terpejam menikmati.  Kehangatan menjalar mengaliri darahnya.  Setelah merasa puas, pelan ia melepaskan kedua tangan Salwa yang melingkar di perutnya. 

“Jangan tinggalin aku!” pekik Salwa dan kembali memeluk Ayub.

“Salwa… Hei… kamu cuma mimpi buruk.  Semua baik-baik aja.  Apa yang kamu takuti?” Ayub melepas lagi tangan Salwa dan menghapus lelehan air mata istrinya.  “Tunggu sebentar.  Biar kuambilin air minum.”  Ayub keluar sebentar dan kembali dengan segelas air mineral.  Lalu menyodorkan gelas ke bibir Salwa.

Salwa meneguknya sedikit.  Ketakutan di mata indah itu masih jelas membayang.

“Apa yang terjadi?” tanya Ayub.  “Emangnya mimpi apaan, sih?  Kok, sampe kayak diuber jin iprit gitu?”

Salwa mengatur napas.  “Aku nggak tau harus cerita dari mana.  Tapi aku ngeliat api dimana-mana.  Api itu menyala-nyala di depanku.  Ada liang besar kayak kubangan yang di dalamnya hanya terlihat bara api yang membara.  Kayu bakarnya adalah manusia.  Semuanya menjerit dan meminta ampunan.  Mereka sangat menyedihkan.  Disiksa.  Mengerikan.  Menakutkan. 

Cahaya Cinta Dari Surga √ (Sudah terbit) Where stories live. Discover now