13. Pisah

85.2K 4.9K 114
                                    

Malik frustasi. Dia tampak mengusap rambut kasar. "Gila lo!! Bajingan, lo!! Bedebah! Bangsat! Dasar pedofilia! Anak-anak pun lo kawini. Apa bedanya lo sama gue?" Malik menyumpah-nyumpah sambil menunjuk-nunjuk wajah Ayub. Amarahnya telah membuncah dan matanya semakin memerah.

Jika sudah begini, Ayub tidak yakin Malik akan tinggal diam. Kemarahan telah membuat Malik seperti orang kerasukan.

Dalam hati Ayub terus mengucap kalimat tahlil dan diselingi kalimat Laa hawla wa laa quwwata illa billah. Ia ingat doa yang diucapkannya setiap kali akan bepergian. Doa meminta perlindungan pada Allah. Maka manusia mana yang bisa mengganggu orang yang telah berlindung dibalik kekuasaan Tuhan semesta alam? Hanya Dia yang memiliki kuasa membolak-balikkan hati manusia. Hanya Dia yang memiliki kebesaran dalam menundukkan hati manusia.

"Berwudhulah, semoga amarahmu akan hilang." Ayub naik ke atas motor dan menyalakan mesinnya. Salwa buru-buru membonceng.

Malik menatap Ayub tajam, namun tidak berusaha menghentikan ketika motor yang Ayub naiki berlalu cepat melewatinya. Kedua temannya protes kenapa Malik hanya diam mematung melihat Ayub pergi begitu saja.

***

Ayub dan Salwa sudah berdiri di depan rumah megah yang halamannya luas.

Reina membuak pintu setelah Salwa menelepon dan memberitahukan bahwa ia ada di depan rumah. Reina berlari menghambur dan memeluk Salwa.

"Ya ampun Sal, gue kangen banget." Reina menepuk-nepuk punggung Salwa. "Udah berapa hari lo nggak masuk sekolah, rasanya sekolah sepi tanpa lo. Nggak ada yang galak, nggak ada yang marah-marah, nggak ada yang ngajakin bolos. Pokoknya garing, deh." Reina melepas pelukan lalu meneliti wajah Salwa dengan pandangan serius. "Lo nggak pa-pa kan? Trus kenapa nggak ngabarin ke sekolah alesan apa yang bikin elo nggak masuk sekolah beberapa hari ini?"

"Kebiasaan deh. Cerewet!" Salwa terlihat bosan.

"Ya, sorry. Emang nih mulut suka bocor." Pandangan Reina beralih ke sosok lelaki berbadan gagah di sisi Salwa. Kemudian dengan ekspresi malu-malu, ia berbisik, "Psst, tuh siapa? Ganteng banget? Kakak lo? Atau.... Jangan-jangan pacar lo?" bisik Reina di telinga Salwa membuat Salwa menjawab dengan pelototan dan menyikut perut Reina hingga membuat Reina tertawa geli.

Spontan Reina tidak mau bertanya lagi tentang Ayub. Memendam penasaran dalam-dalam.

"Gue mau balikin motor elo. Sama ponsel elo. Nih!" Salwa meletakkan ponsel ke telapak tangan Reina.

"Ini serius? Lo nggak pake lagi?"

"Enggak."

Pandangan Reina sekilas mengarah ke motor miliknya yang bertengger di dekat Salwa dan Ayub berdiri.

"Kemarin motornya sempet jatuh, tapi udah diperbaiki, kok."

"Jatoh? Maksudnya elo jatoh? Kok nggak ngomong? Kalo gue tau kan bisa gue jengukin. Tapi lo nggak pa-pa, kan? Soal motor nggak usah dipikirin. Yang penting lo-nya nggak kenapa-napa."

"Gue nggak pa-pa."

"Oke, sekarang masuk dulu, yuk!" Reina menarik lengan Salwa namun bola matanya melirik Ayub.

Salwa bertahan hingga kakinya tidak bergerak.

"Gue kan mau kenalan," bisik Reina sembari melirik Ayub.

Salwa mengepalkan tangan dan menyodorkannya ke arah Reina yang tertawa nyengir. Dasar Reina, cepet banget ngeliatin cowok ganteng. Pikir Salwa gemas.

"Gue pulang aja."

"Kenapa? Masih kangen tauk?" rengek Reina menggelayuti lengan Salwa.

"Lain kali masih ada waktu. Makasih ponsel sama motornya ya. Gue pulang dulu."

Cahaya Cinta Dari Surga √ (Sudah terbit) Where stories live. Discover now