18. Pulanglah!

69K 4.3K 117
                                    

Dua pegawai toko elektronik menurunkan barang-barang dari mobil lalu mengangkutnya masuk ke kamar sesuai perintah Ayub. Dengan tangan gesit keduanya merakit kipas angin dan memasangnya, menaruh TV di atas meja, serta mengatur posisi sepasang meja dan kursi yang akan digunakan Ayub sebagai tempatnya berjibaku dengan laptop.

"Tinggal sendirian, Mas?" tanya salah seorang pegawai membuka obrolan santai.

"Berdua," jawab Ayub.

"Sama siapa? Istri? Udah nikah ya, Mas?" yang satunya menyela.

"Udah."

"Pengantin baru?"

Ayub hanya tersenyum.

"Keliatan dari mukanya, Mas."

Ayub tersenyum lagi.

"Istrinya mana? Kok nggak keliatan? Kerja?" tanya lelaki yang tidak mau diam itu.

"Istriku di rumah aja."

"Mana istrinya, Mas? Nggak keliatan?"

"Lagi istirahat."

"Kenapa barang-barang ini nggak di tarok di kamar utama aja, Mas? Ini pasti bukan kamar utama."

Ya ampun, bocor banget. Nanya mulu.

"Mm... Kamar utama udah komplit perlengkapannya."

Tidak lucu bila mereka tahu Ayub menempati kamar terpisah dengan istri.

Kedua pegawai meninggalkan kamar setelah pekerjaan selesai. Keduanya menolak ketika Ayub menawarkan minuman.

Sepeninggalan mereka, Ayub langsung ke dapur. Yang pertama ia tuju adalah kulkas. Belaian sejuk angin yang menyembur dari kulkas menyapu wajahnya. Beberapa minuman dalam kemasan botol plastik bertengger di pintu kulkas. Ia mengambil salah satu dan meneguknya.

Alhamdulillah... air dingin yang mengaliri tenggorokan membuat organ tubuhnya segar. Bibirnya tersenyum melihat buah-buahan dan sayur-mayur mengisi kulkas. Salwa berbelanja hari ini.

Ayub mengelus perut ketika suara riuh di perutnya mengeroncong. Namun saat menoleh meja, sayangnya tidak ada makanan yang tersaji.

Di sisi lain, Salwa sedang duduk di sebuah kursi besi tepi kolam renang bersama empat temannya. Dua laki-laki dan dua perempuan. Dua laki-laki dan dua perempuan yang tempo hari datang ke rumah Salwa. Sementara tiga perempuan lainnya tampak asik berenang.

"Udah lama banget rasanya kita nggak kumpul gini," ucap seorang cowok berambut jabrik sambil menyulut rokok.

"Bukannya kemarin kita udah ngumpul-ngumpul gini, ya?" sahut Salwa.

"Bedalah. Kemarin itu nggak seru. Lagi asik-asik, eeh laki lo dateng. Mana sinis lagi. Bikin situasi jadi rusak." Si rambut jabrik merangkul perempuan beralis tebal di sisinya. Kemudian mendaratkan kecupan sekilas di pipi gadis itu.

"Jangan ngomong gitu, dong. Gue nggak suka lo ngejelekin suami gue," sahut Salwa.

"Sorry, deh. Lo sayang ya sama dia?"

"Kepo aja lu."

"Kayaknya dia... siapa sih nama suami lo?" sahut Reina.

"Ayub."

"Nah itu dia, Ayub. Kayaknya Ayub garang, deh. Emangnya dia nggak marah-marah mulu di rumah?"

"Ayub bukan pemarah, kok. Wajar dong kemarin dia garang. Kalian di kamar gue dalam keadaan nggak waras semua. Bukan Cuma Ayub, bokap nyokap kalian pasti juga bakalan marah besar kalo kalian ngelakuin hal yang sama di rumah kalian. Minum-minuman, ngerokok, pacaran, joget-joget. Aduuuh, pasti bukan Cuma diomelin, tapi digantung hidup-hidup."

Cahaya Cinta Dari Surga √ (Sudah terbit) Where stories live. Discover now