Open

1.5K 66 3
                                    

Di perjalanan pulang, Nae terus menggerutu di dalam hati.

"Kok lo bisa sebodoh ini sih, Nae. Bikin malu" batin Nae.

"Itu tempat kerjanya Aom. Aku kesana karna kangen. Mereka ga akan ngebolehin kalo aku minum disana. Pesan dari Aom. Itu minuman orang laen yang akhirnya buat mereka rugi karna kamu asal buang. Ngerti?" bisikan dari Batz tadi terus mengiang di pikiran Nae.

Nae merasa sangat bodoh dan tentu saja malu. Bagaimana tidak, ia sudah asal menumpahkan minuman ke Batz yang tidak bersalah.

"Hahahaha sudahlah. Wajah berdosamu bikin orang ngerasa jahat karna ngetawain kamu" Batz berucap namun pandangannya tetap lurus ke arah jalan di depan. Nae menghela napas secara kasar.

Sesampainya di rumah.

"Nih bajunya. Cuci. Wangi, rapih" ucap Batz memberikan baju kesayangannya untuk dicuci oleh Nae karena sudah berbau alkohol. Nae yang sedang duduk di sofa hanya bisa mengangguk pasrah.

"Aku ga akan minum lagi. Semalem Aom dateng ke mimpiku. Wajahnya sangat sedih. Aku sadar kalau ternyata bahagiaku memang bahagianya. Aku udah janji ga bakal menggila lagi" Batz menghela napas di akhir kalimatnya. Ia merasa sangat menyesal.

"Aom sering dateng ke mimpimu?" tanya Nae dan menghadapkan wajahnya ke arah Batz.

"Hampir tiap hari. Sebelumnya, saat aku menggila, ia juga terlihat sedih. Namun aku hanya menganggap dia kangen aku sama kaya aku kangen dia. Tapi ternyata bukan itu" Batz kembali menghela napasnya.

Nae menarik Batz ke dalam pelukannya. Batz membalas pelukan Nae. Perlahan, air mata Batz mengalir. Ia sangat merindukan Aom. Sangat merindukan pelukan dan sentuhannya.

"Aku sangat merindukannya. Merindukan pelukan dan sentuhannya. Segalanya. Aku sangat merindukannya" Batz menangis makin menjadi. Bahunya bergetar hebat. Pelukannya semakin erat.

Nae hanya bisa mengelus punggung dan rambut Batz. Tanpa sadar, mata Nae sudah berkaca-kaca.

Cukup lama mereka berada dalam posisi itu. Setelah dirasa tenang, Nae mencoba melepaskan pelukannya namun secara cepat juga, Batz makin mengeratkan pelukannya. Lagi, Nae hanya mengelus punggung Batz.

Setelah tenang, Batz melepas pelukannya dan menghapus sisa air matanya.

"Makasih" ucap Batz kembali dingin. "Iya. Sama-sama" jawab Nae dan merapihkan pakaiannya.

"Aku mau tidur. Semalem tidur jam 4. Pagi ya itu. Besok aku ngantor lagi. Aku tadi udah makan, dikasi sandwich sama Jason, bartender itu. Terserah kamu mau ngapain. Buatin makan malam aja. Jangan bangunin aku" Batz berdiri dan berjalan ke kamarnya tanpa menunggu jawaban Nae.

"Hih.. Seenaknya aja" kesal Nae melihat sikap dingin Batz lagi.

Nae berjalan ke arah belakang dan mulai mencuci pakaian Batz tadi. Lalu ia menonton tv dan tertidur di depan tv. Sampai pukul 4 pm, Nae terbangun dan sadar akan posisinya.

"Astagaaaa..." Nae melihat ke arah kamar Batz. Tertutup.

"Untung tuh orang belum bangun. Kalo ga, ngoceh lagi pasti" ucap Nae lagi dan langsung beranjak ke kamar mandi.

Usai mandi, Nae memasak untuk makan malam dan kembali ke kamarnya sambil memainkan hp.

*tok tok tok

"Ya" jawab Nae malas

*tok tok tok

"Iya. Duluan lah" jawab Nae lagi

*tok tok tok

Makin cepat dan keras gedoran di pintunya, membuat Nae akhirnya bangun dan membuka pintunya.

*tok

"Aww.." Nae meringis karena keningnya telah di ketok keras oleh Batz.

"Pemalas" ucap Batz datar lalu meninggalkan Nae yang masih meringis dan mengoceh tidak jelas.

"Sini. Temani aku makan. Cepet" Batz berbicara tanpa menatap Nae.

"Makan aja sendiri. Belum laper" ketus Nae yang masih mengusap keningnya.

"Makan sekarang!" tegas Batz yang membuat Nae akhirnya berjalan ke meja makan.

"Makanlah" ternyata Batz sudah mengambilkan nasi ke atas piring Nae.

"Wah.. Makasi ya" Nae tersenyum melihat perhatian Batz. Namun senyum itu langsung hilang saat ia akan mengambil lauk.

"Kan aku bilang makanlah. Ya nasi aja. Ngapain pake lauk?" Batz berbicara setelah mengambil sayur dan lauk untuk dirinya.

"Hih.. Apaan?
Kan aku yang masak..
Masa iya makan nasi doang? Emangnya puasa mutih?
Mana ada rasa.
Yang bener aja.
Kok jahat sih.." dan banyak lagi ocehan Nae yang membuat Batz menatap tajam Nae.

"Berisik! Gak baek gerutu di depan makanan" Batz kembali fokus ke makanannya.

"Yatapikan tadi kamu...."

"Terus mau kamu ikutin? Bodoh!" Batz memotong ucapan Nae dan melanjutkan makanannya.

"Yaaaakkk! 😨😨😨 apa kamu bilang barusan? Bodoh? Heh.. Seenaknya aja ya..."

Batz menatap Nae tajam yang membuat Nae langsung diam dan meneguk minumnya. Lalu Batz kembali makan dan Nae mengambil lauk dan sayurnya. Mereka makan dalam diam.

Batz telah selesai lebih dahulu. Batz berdiri, saat hendak berjalan, Batz menoleh ke arah Nae.

"Karena besok libur, besok temani aku. Ga terima penolakan. Ikut aja. Beresin piringnya" Batz kembali berjalan tanpa menunggu persetujuan Nae.

Nae bengong melihat sikap Batz.

"Astagaaaa itu orang emang segitu dinginnya ya? Jadi penasaran gimana dulu Aom bisa ngeluluhin dia. Pantes sih Aom ga ke ganti" gumam Nae dan kembali memakan makanannya.

Sementara Batz kembali ke kamarnya dan membuka scrapbook buatan Aom. Hari ini, Batz sangat merindukan Aom.

"Akan aku coba, Pie. Maafkan aku. Percayalah. Hanya kamu yang pertama dan satu-satunya. Aku mencintaimu" gumam Batz sambil terus membuka lembar demi lembar.

Ya, Batz akan mencoba untuk membuka hatinya. Dan sepertinya ia akan mencobanya untuk Nae. Istri sahnya.

The ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang