Advice

1.7K 72 11
                                    

"Kamu ke kantor sendiri ya. Aku mau ketemu Mamah dulu. Nanti aku jemput" ucap Batz mencium kening Nae saat mereka sudah sampai di depan kantor Nae. Nae mengangguk dan turun.

Setelah Nae masuk, Batz menjalankan mobilnya dan kembali ke kantor untuk menemui Mamahnya.

Di ruangan Mamah.
"Batz.. Ada apa, nak?" Mamah memeluk Batz yang baru datang dengan wajah sendunya.
"Loh, kenapa wajahmu ditekuk begini?" tanya Mamah lagi.

Batz menggeleng dalam pelukan Mamah lalu menangis. Mamah menghela napasnya dan mengelus punggung Batz.

Setelah reda, Batz melepas pelukannya dan duduk di hadapan Mamah. Bersimpuh di bawah dengan tangan dan kepalanya berada di paha Mamah.

"Mah.. Batz bingung" Batz memulai pembicaraannya setelah isaknya reda.
"Kenapa, sayang?" tanya Mamah mengusap rambut Batz.

"Batz mulai mencintai Nae" Batz memulai pengakuannya. Mamah tersenyum mendengar penuturan anak kesayangannya.
"Bagus dong. Masalahnya?" tanya Mamah masih mengusap rambut Batz.

"Aom.. Aku merasa menduakan Aom" Batz kembali menangis saat menyebut nama Aom.
"Kamu tau kan kalau bahagiamu adalah pencetus bahagianya? Sekarang, dengan kamu tahu kamu mencintai Nae, apakah kamu bahagia?" tanya Mamah yang dijawab anggukan oleh Batz.

"Saat kamu yakin kamu mencintai Nae, apa Aom pernah datang ke mimpimu?" tanya Mamah lagi yang dijawab anggukan oleh Batz.
"Apa reaksinya?" tanya Mamah lagi.

Batz menatap wajah Mamahnya.
"Ia tersenyum, Mah. Ia seperti melepasku bersama Nae" ucap Batz dengan suara bergetar.

"Itu jawabannya, sayang. Aom memang melepasmu. Karena pada kenyataannya, dia tidak bisa menemanimu sampai akhir hidupmu. Maka ia berharap ada yang bisa membahagiakanmu. Dan dia setuju kalau orang itu adalah Nae. Jangan bersedih lagi, Aom juga pasti sedih melihatmu sedih" Mamah memberi pengertian kepada Batz.

"Tapi, Mah..."
"Kenapa, sayang?" tanya Mamah tersenyum.

"Aku dan Aom sudah melakukannya.." ucapan Batz menggantung, ia ragu untuk melanjutkannya.

Dapat terlihat wajah Mamah yang sedikit kaget namun Mamah langsung memejamkan matanya sebentar.

"Kapan?" tanya Mamah namun nanya tetap seperti biasa.
"Di malam ulang tahunku, terakhir kali dia menginap di rumah kita, sebelum akhirnya dia pergi. Itu yang pertama dan terakhir kami melakukannya" ucap Batz menunduk.

Mamah menghela napasnya.
"Kamu yang minta?" tanya Mamah lagi, tidak memberikan respon berarti atas penjelasan Batz.
"Gak. Ngalir gitu aja. Tapi jelas, kami dalam keadaan sadar dan suka sama suka. Mau sama mau" jawab Batz polos.

Mamah kembali menghela napas lalu menatap Batz dan tersenyum.
"Ga ada yang bakal tau juga kalau Aom akan meninggalkan kita secepat ini. Iya, Mamah kaget. Karena bagaimanapun juga, Nae adalah istri sahmu. Tapi kamu melepas kegadisanmu pada orang lain. Sekarang, itu semua sudah terjadi. Biarlah itu menjadi kenangan terakhir yang manis dan terindahmu bersamanya. Dan kamu harus mengatakan pada Nae kalau nanti suatu saat kamu akan melakukannya bersama Nae. Dia harus tau. Apapun responnya, itu resiko yang harus kamu tanggung. Yang berlalu, biarlah. Mamah ga tau nantinya gimana, soalnya ini menyangkut hidupnya. Be gentle, sayang. Cintai ia sepenuh hatimu yang lain. Mamah tau sepenuh hatimu terisi oleh Aom, namun berikan Nae sisi yang lainnya. Aompun pasti berharap demikian. Berusahalah dulu. Apapun hasilnya, percayalah, hasil tidak akan mengkhianati usaha" ucap Mamah memberikan semangat pada Batz.
Batz memeluk Mamahnya dan mengucap terima kasih berkali-kali lalu ia pamit untuk pergi lagi.

Kali ini tujuan Batz adalah panti asuhan. Siapa lagi kalau bukan Bibi In.

Dan hasilnyapun sama.
Kaget.
Bahkan Batz yang lebih dahulu dibuat kaget.

"Bibi pikir kalian sudah lama melakukannya. Kemesraan kalian intim banget sih..."
Itulah respon pertama Bibi In saat mendengar Batz berterus terang.

"Ih.. Bibi mah. Gak lah, Bi. Aku malah tadinya ga akan sampai 'mengambilnya' tapi entah mengapa malam itu kami sangat ingin dan terjadilah... Eh ternyata itu pertanda.." ucap Batz dengan nada sedih di ujung kalimatnya.

Bibi In mengelus punggung Batz dan memeluk Batz dari samping.

"Sudahlah, Batz. Kalian sudah sama-sama dewasa, di puncak gelora asmara, belum lagi semua mendukung, wajar itu terjadi. Makanya Bibi kaget kalo kalian baru ngelakuin. Kan kalo diinget, pasti kalian bisa ngelakuin itu kapanpun. Tapi ya kalian termasuk hebat. Kamu sih yang hebat bisa jaga nafsu. Nah.. Malah ngelantur..
Gini deh, Batz. Yaudahlah ya. Itukan udah terjadi. Toh sekarang Aom udah ga ada. Kamu fokus ke Nae. Saat nanti kamu mau maen sama Nae, bilang kalo sebelumnya kamu udah pernah maen sama Aom. Soal gimana nantinya Nae, resikomu. Nanti kita pikirkan lagi. Jangan dibuat ribet. Kamu ga sendiri" Bibi In kembali mengusap punggung Batz dan membuat Batz memeluk Bibi In dan mengangguk di pelukannya. Batz juga mengucapkan terima kasih berkali-kali kepada Bibi In sebelum ia pamit untuk pulang.

Di perjalanan, wajah Batz sudah tidak terlalu sedih. Ia seperti mendapatkan banyak pencerahan hari ini.
"Aom.. Aku sangat mencintaimu. Ijinkan aku membuka lagi bahagiaku" ucap Batz dan menjalankan mobilnya menuju rumahnya.

The ChoiceDonde viven las historias. Descúbrelo ahora