Jujur

2K 83 45
                                    

"Maksudmu?" Tanya Nae dengan jantung yang berdebar lebih cepat.

*song crazier*
"Bentar.. aku angkat telpon dulu" Batz mengambil hp nya dan berbicara kepada Nae dengan lembut yang dijawab anggukan oleh Nae.

"..."
"Oh.. Oke. Sekarang gimana?"
"..."
"Sip. Nanti gw kesana. Makasi ya"

Batz menaruh hp nya dan kembali menatap Nae.

"Dari Ninew, bahas proyek. Kamu udah makannya? Temani aku yuk. Ada yang harus aku pantau" ajak Batz menggenggam tangan Nae. Lagi, Nae hanya bisa mengangguk.

Batz menggenggam tangan Nae hingga ke parkiran dan mengajaknya ke suatu tempat.

Sesampainya di tempat tersebut, Batz kembali menggenggam tangan Nae dan mengajaknya untuk lebih mendekat.

"Ini proyekmu?" Tanya Nae memperhatikan bangunan yang hampir jadi di depannya.

"Iya. Teruntuknya" jawab Batz singkat.

Nae menoleh ke arah Batz dan menatap lekat wajah Batz dari samping. Batz menghela napas, ia tau Nae pasti penasaran.

"Dulu, ini adalah kosan Aom. Sebenarnya, pemiliknya sudah menganggap Aom seperti anaknya sehingga kosan ini sudah dilimpahkan menjadi rumah Aom. Namun Aom menolaknya, ia tetap membayar tiap bulannya. Sepeninggal ibu pemilik rumah, ia membayar ke anaknya. Aom sudah dekat dengan keluarga pemilik kosan ini. Sudah seperti keluarganya sendiri, begitu juga denganku. Mereka sudah tau hubunganku dengan Aom. Aku selalu mengajaknya pindah, tapi dia gamau. Baginya, kosan inilah rumahnya. Dari SMP dia sudah disini. Kadang sendiri atau bersama Ninew. Keluarga besarku juga tahu kosan ini karena saat aku sekeluarga berkumpul, Ninew menelponku dan mengatakan kalau Aom sakit. Aku dan Mamah yang kesini lebih dahulu, esoknya, seluruh keluarga besarku menjenguknya. Semua paman dan tanteku sudah mengajaknya pindah darisini dan berjanji akan memberikan rumah padanya tapi ia menolak dengan sangat sopan. Tempat ini sangat rawan, itulah mengapa aku memberikan pengawalan ekstra untuk wilayah sekitarnya tapi tidak untuk Aom, dia sangat tidak suka diperlakukan berlebihan. Aku sudah lama ingin merenovasinya tapi Aom gamau. Padahal, kalau di renov, ini akan sangat luas. Sejujurnya, tanpa sepengetahuan Aom, aku telah membeli seluruh tanahnya. Seluruhnya, sampai kebun-kebun itu. Dan apa yang Aom berikan tiap bulan itu aku ingin mereka ambil, anggap saja sebagai balas budi Aom karena telah dianggap anak oleh Ibu Lia. Ibu Lia adalah ibu pemilik kosan Aom. Aom pernah berucap 'Ibu Lia adalah satu-satunya orang yang mau memelukku disaat dunia mengacuhkanku, itu budi yang tidak akan bisa aku balas sampai kapanpun, cake'. Oleh sebab itu, anak ibu Lia tidak membahas lagi uang bulanan Aom. Dulu, disana.. Dan disana.. (Batz menunjuk kanan kiri halaman) adalah kebun dan diisi banyak pepohonan. Sekarang aku akan membangun sesuatu sesuai kepribadian Aom. Aku akan membuat sebuah tempat dimana bisa dijadikan rumah bebas bagi para manusia bebas" ujar Batz dan mengajak Nae berkeliling melihat pekerjaannya.

"Jadi tempat ini konsepnya rumah. Untuk siapapun, darimanapun, kapanpun. Tuna wisma, seniman jalanan, perantau. Bebas. Satu-satunya aturan adalah tidak ada aturan. Intinya tanggung jawab sama diri sendiri. Aku akan ngasih fasilitas dasar seperti rumah pada umumnya. Tapi sebelumnya, aku punya beberapa kandidat untuk menempati awal rumah ini. Ada Dave, ahli tatto. Luna, ahli komputer. Josh, pakar musik. Jessie, pakar masak. Ninew, pembicara ulung. Evie, sang ice breaker. Mereka merupakan temanku, Aom dan Ninew, di jalanan. Merekalah pemilik rumah ini. Bagiku, tidak ada aturan. Bagi mereka, ya lihat saja kedepannya. Aku sudah mempercayakan mereka. Dan mereka sudah banyak pengikut. Kalau kata Ninew, kelak, ini bukan hamya jadi rumah tapi juga tempat berbagi pengalaman dan ilmu. Ya bagus kalau memang bisa seperti itu. Bagaimana menurutmu?" Tanya Batz menatap Nae.

"Luar biasa, Batz. Apakah ini idemu?" Tanya Nae. "Bukan. Ini mimpi Aom yang sedang berusaha aku wujudkan. Sebelum kami tidur, ia selalu menceritakan beberapa mimpi dan harapnya. Ini salah satunya. Semua orang punya bakat, cuma butuh niat dan tempat yang tepat. Aom percaya itu" jawab Batz.

"Ini luar biasa. Sangat luar biasa. Ya Tuhan, aku ga bisa berkata lagi. Ini ga pernah terpikir olehku" ucap Nae menunjukkan kekagumannya.

"Ini belum jadi. Mungkin seminggu lagi. Nanti kamu akan jadi tamu istimewaku untuk membuka tmepat ini secara resmi. Sekarang kita pulang ya. Ada Ninew yang selalu mantau" ucap Batz mangajak Nae yang dibalas anggukan oleh Nae.

Sesampainya di rumah, Batz mengajak Nae duduk di sofa. Batz merangkul pinggang Nae dan mencium pelipis Nae.

"Nae.. Aku ingin memberitahumu sesuatu. Sebelumnya aku minta maaf. Ini soal memilikimu" ucap Batz berucap dengan sangat hati-hati.

"Ada apa?" Tanya Nae berusaha tenang namun sungguh ia sangat gugup. Tangannya terus berkeringat.

"Aku ingin melakukannya denganmu, malam ini. Aku mencintaimu. Aku ingin membuktikan padamu bahwa aku tidak main-main. Hatiku memilihmu. Tapi kalau kamu belum siap, aku tidak akan memaksamu" ucap Batz menatap dalam mata Nae.

Glek.

"Tapi sebelumnya aku mau jujur. Aku minta maaf. Ini bukan hal pertama bagiku. Sebelumnya, aku sudah pernah melakukannya, dengan Aom, di malam hari di ulang tahunku sebelum Aom pergi. Maafkan aku. Maafkan aku karna aku meminta gadismu namun aku sudah tidak gadis lagi" ucap Batz berlaku jujur.

Duar.
Jlegar.
Blar.

Nae tercekat.
Diam.
Hening.

The ChoiceWhere stories live. Discover now