PDKT

1.6K 70 19
                                    

Satu minggu kemudian.

BatzNae semakin dekat. Meski cara pendekatan Batz yang kadang aneh-aneh dengan tetap bersikap dingin dan acuh tapi ada perhatian disana. Ya meski tetep lebih sering ngeselin sih. Tapi Nae hanya menurut dan senang dengan semua perlakuan Batz. Batz sudah berhasil membuat Nae jatuh cinta dengan caranya.

Seperti hari ini.

"Aku mau makan di warung kopi" Batz duduk di samping Nae di sofa ruang tv.
"Ya makan aja" Nae tetap asik dengan tontonan dan cemilannya.

"Kamu ikut. Dan nyetir" Batz melempar kunci mobil Nae yang sudah ia ambil dari meja di depannya. Dan kunci tersebut tepat mengenai kening Nae.

"Aw.. Hey! Selalu seenaknya" Nae berteriak marah namun langsung ia tahan karena sudah tidak melihat Batz di dalam rumah.

Nae mematikan tv dan mengunci pintu. Terlihat Batz sudah di samping pintu penumpang dengan memasukan tangannya di saku celana, dengan jaket ditaruh asal di bahunya, kaus putih polos, celana ripped jeans dan sepatu putih adidasnya.

Batz yang tadi sedang melihat jalan di sekitar rumahnya langsung menoleh melihat Nae yang tak kunjung berjalan ke arahnya.

"Mau sampe kapan disitu aja? Aku tau aku mempesona. Nanti bisa dilanjut lagi mandanginnya" Batz berbicara dengan nada mengejek dan sangat narsis.

"Ya ampun Nae. Kenapa seceroboh ini. Udah berkali-kali masih aja bengong dan ketauan terus" batin Nae menggerutu.

"Narsis!" Nae berjalan cepat dan mulai masuk ke kursi pengemudi yang disusul Batz duduk di kursi penumpang.

"Orang manis kan pangkal narsis" Batz duduk dan memainkan hp nya.

"Kemana?" Tanya Nae yang sedang merapihkan rambutnya melalui spion tengah.

"Yang deket dari sini aja" Batz menjawab namun tetap fokus pada hpnya.

Nae mulai mengendarai mobilnya dan memarkir kendaraannya di warung kopi yang tidak jauh dari rumah mereka.

Sesampainya disana, BatzNae memesan makanan.

"Naek motor aja yuk" Batz berucap sambil menoleh ke arah Nae.
"Oke. Nanti Newty kebetulan lewat sini. Dia lagi naek motor. Nanti mobilku dia yang bawa" Nae tetap makan sambil memainkan hp nya.

Tak lama kemudian.

"Nih.. Mana kunci mobilnya?" Tanya Newty yang sudah berdiri di depan mereka.
"Cepet banget" Batz berucap datar.
"Tadi emang ga jauh posisi gw dari sini" Newty menyendok makanan Batz dan mengambil kunci mobil Nae lalu pergi lagi.

Usai makan.

"Nih.. Bawa" Nae memberikan kunci motornya ke Batz.
"Aku ga bisa bawa motor. Kamu aja" Batz berdiri dan meninggalkan Nae.

Nae berjalan memdekati Batz.
"Kamu ga bisa bawa motor? Terus kenapa minta naek motor?" Nae geram dengan kemauan Batz yang makin hari makin aneh.

"Lah.. Kamu ga bisa?" Batz kembali bertanya ke arah Nae yang mendapat gelengan kepala dari Nae. Batz hanya tersenyum melihat kelakuan merrka berdua dan bagaimana nanti kedepannya.

"Abis bensin mb?
Mau di bantu ga mb?
Mogok?
Motornya rusak?
Ilang kunci?
Bla.. Bla.. Bla.." Begitulah pertanyaan yang dilontarkan oleh orang-orang yang melihatku.

Saat ini, aku tengah mendorong motor yang-tidak-jadi-kami-kendarai-karena-memang-tidak-ada-yang-bisa-mengendarai-motor.

Batz? Batz berjalan -tidak-cukup-dekat- dibelakangku. Aku tahu sejak tadi dia menahan tawanya. Ia hanya terus tersenyum mendengar celotehan dan pertanyaan dari orang-orang sekitar. Saat ia hendak tertawa, ia dengan cepat menutup mulutnya dan menahan tawanya.

sampai... aku melihat Air yang berteriak dari jendelanya.

"Ga bisa bawa motor ya mb?" Air tertawa terbahak-bahak melihat kelakuanku.

Kontan saja Batz ikut tertawa terbahak-bahak dan tidak lagi menutup mulutnya hingga menjatuhkan bokongnya ke jalanan aspal. Ia tertawa sangat lepas, bahagia, terpingkal-pingkal sambil memegang perutnya dan mengeluarkan air mata saking senangnya -di-atas-penderitaanku-.

Aku yang kesal hanya bisa mempercepat jalanku mendorong motor full bensin dan ga rusak ini.

Sesampainya di rumah. Aku segera memarkirkan motor dan masuk ke rumah lalu duduk di sofa.

Tak lama kemudian, Batz datang dan masuk dengan tetap memegang perutnya yang aku yakin masih sedikit sakit karena puas menertawaiku. Lalu ia duduk di sebelahku dan masih sempatnya ia tersenyum menahan tawanya.

"Maaf ya" ucapnya dengan masih menahan tawanya dan menyamankan posisinya.

"Tau ah.." Ucapku masih kesal dengan perbuatannya tadi. Perbuatannya? Ga juga sepenuhnya salah sih. Aku juga yang kenapa tidak bertanya terlebih dahulu siapa yang mau bawa. Dan karena aku malas debat -yang-sudah-pasti-dimenangkan-olehnya- jadilah aku yang mendorongnya.

"Hahaha maaf deh maaf. Aku kan gatau kalo kamu ga bisa bawa motor. Soalnya tadi kamu langsung iya aja sih" Batz memberikan pembelaannya.

See? Dia selalu punya kalimat ampuh yang dapat memenangkan apapun perdebatannya.

"Tau gitu mending bawa sepedah aja tadi. Kalo sepedah aku bisa" Nae sekarang tengah memijat tangannya.

Batz meninggalkan Nae ke kamarnya tanpa menghiraukan kalimat Nae barusan.

"Hah? Ditinggalin gitu aja? Sial!" Umpat Nae sambil terus memijat tangannya.

"Sini tanganmu" Batz mengulurkan tangannya dan memberi sedikit minyak urut lalu mulai memijat tangan Nae.

"Eh.. Sejak kapan?" Batin Nae melihat Batz sudah duduk di sampingnya dan memijat tangannya.

"Jangan diliatin terus. Aku tau aku mempesona" Batz berbicara namun pandangannya tetap pada tangan Nae yang sedang ia pijat.

Nae menundukkan wajahnya yang sudah bersemu dengan memperhatikan tangannya yang sedang dipijat oleh Batz.

"Maafkan aku. Sebagai gantinya, nanti sore kita ke taman. Naek sepedah. Aku yang bonceng kamu" Batz menaruh minyaknya lalu mencium tangan serta kening Nae.

Nae diam mendapatkan perlakuan Batz.

"Tidurlah. Kamu pasti lelah. Nanti jam 4 kita pergi. Aku juga mau tidur dulu. Lelah ternyata menertawaimu. Hahahaha" Batz terus tertawa sambil berjalan ke arah kamarnya. Dan tawanya menghilang seiring menutupnya pintu kamar tersebut.

"Hih.. Baru juga buat hati orang berbunga-bunga. Udah ngeselin aja. Untung cinta *eh" Nae tersenyum sendiri mendengar gumamannya lalu beranjak ke kamar dan mulai memejamkan matanya.

The ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang