Part 4

6K 945 23
                                    

"Hye, oppa dat- shit! " Seungho berlari ke arah Hyein dan merengkuh wanita itu dalam pelukannya.

Ia mengguncangkan tubuh mungil Hyein sambil menepuk pipinya pelan berharap adiknya itu memberikan respon, "Hye... Hyein!"

Seungho mengedarkan pandangannya, ia mendapati lantai ruangan yang dipenuhi tetesan darah dari adik kesayangannya itu. "Sial!" umpatnya lagi. Ia mengangkat tubuh Hyein dan memindahkannya kedalam kamar kemudian berlari ke arah dapur dimana perempuan Choi itu selalu menyimpan obat-obatannya.

Lelaki itu tahu betul adiknya benci rumah sakit, itu hanya akan membuat keadaan semakin memburuk karena itu ia memutuskan mengobati Hyein sendiri. Seungho menarik pecahan kaca ditangan Hyein perlahan dan mengobati tangan adiknya yang terluka dengan tenaganya yang masih tersisa, sungguh ia merasa lemas sekarang kejadian ini mengingatkannya pada Hyein 3 tahun yang lalu.

Hatinya sakit melihat keadaan adiknya, belum cukup luka batin yang dirasakan Hyein dan kini wanita itu terluka fisiknya. Kenyataan itu sangat menyakiti hati lelaki itu.

"Hye, kumohon jangan lagi" lirihnya.

***

Hyein pov

Aku membuka mataku perlahan, seluruh tubuhku pegal dan tidak nyaman, terlebih aku merasakan nyeri pada tangan kiriku dengan sesuatu yang menghalangi pergerakannya. Kualihkan pandanganku ketika merasakan sebuah tangan yang besar dan hangat menggenggam tangan kananku.

"Oppa" gumamku

Seketika senyumku mengembang melihat wajahnya yang damai saat tertidur, kedua matanya mulai membuka dan ia mendongak menatapku dengan mata setengah terpejam membuatku tertawa pelan.

Seungho oppa menarikku ke dalam pelukannya, aku benar-benar terkejut dengan perlakuannya tapi aku tetap membalas pelukan hangatnya. Pelukan ini selalu berhasil membuat beban di pundakku menghilang seketika, "Kau membuatku takut Hye." ucapnya lirih.

Aku hanya diam dalam pelukannya, bayang-bayang kejadian kemarin malam terlintas dalam ingatanku rasa iri, benci dan kepedihan bercampur membuat hatiku semakin sakit. Kueratka pelukanku berusaha menghilangkan perasaan yang menyesakkan.

Ingin aku menangis dihadapannya, mengungkapkan segala kepedihan dan kebencian yang bersarang dalam diriku dan berteriak mengatakan bahwa aku kesakitan. Tetapi bibirku hanya dapat mengucapkan satu kata yang selalu berhasil menyembunyikannya, "Maaf" ucapku.

***

"Ya! Oh Sehun! Apa yang kau lakukan?!" Pekikku melihat sahabatku yang tengah sibuk mengeluarkan isi lemari pendingin.

"Aku tidak akan membiarkanmu minum lagi Hye!"

Aku menatapnya kesal, "Astaga, aku bukan gadis dibawah umur Hun, umurku sudah 27 tahun. Tidak masalah jika aku minum"

"TIDAK MASALAH KATAMU?!" bentaknya membuatku tersentak, ia mengusap wajahnya kasar. "Kau hampir membuatku serangan jantung pagi ini dan kau bilang tidak masalah?!" Sambungnya. Sehun menghela nafas panjang dan melangkahkan kaki mendekatiku yang tengah bersandar di meja bar.

Ia menangkup wajahku dengan kedua tangannya, "Hye, aku mohon dengarkan aku kali ini. Aku tidak ingin kehilanganmu, kau lepas kendali saat mabuk." Aku tidak mampu membalas ucapannya, dia benar aku lepas kendali saat aku mabuk kemarin aku hampir melakukan kesalahan itu lagi.

Aku menatap iris mata hitamnya, dapat aku rasakan tatapan khawatirnya yang tertuju padaku. Itu cukup menghangatkan hatiku, merasakan bahwa masih ada orang yang menginginkan keberadaanku dan menyayangiku seperti ini.

"Aku hampir lupa cara bernafas saat Seungho hyung menghubungiku tadi pagi." Ucapnya sambil mengelus kepalaku.

Sungguh aku ingin menangis sekarang, tapi kuurungkan niatku dan berusaha mencairkan suasana.

"Bernafaslah Hun, aku masih hidup tenang saja." sahutku sambil tertawa.

Tuk!

Seuah sentilan mendarat mulus dikeningku, "AW... Aish..!!! Ya! Oh Sehun!" Kesalku

"Lain kali aku akan membenturkan kepalamu ke dinding!" Ucapnya sinis

"Ya!" teriakku, aku memukul lengannya dengan brutal membuatnya mengaduh di sela-sela tawanya.

***

Aku menatap tajam punggung lelaki dihadapanku yang sibuk mengutak-atik barang sekitar dengan jari-jari lentiknya, kehadirannya sejak 15 menit yang lalu membuat mood ku hancur.

"Setelah menikah kau akan tinggal di apartemenku, jadi kemasi barang-barangmu malam ini." Ucap Baekhyun masih sibuk mengamati sekitar.

"Aku ingin tetap disini."

"Jangan bodoh, mana ada suami-istri yang hidup terpisah." Kini ia menatapku tak percaya.

"Akan ada yang seperti itu mulai besok."

Ia terdiam beberapa saat dan menatapku dengan kesal, "Kau ingin orang tua kita curiga?"

Aku menggidikkan bahu tak perduli mengabaikan tatapan jengahnya, "Kau ikut denganku baik-baik atau aku akan menyeretmu!" Sinisnya

Kuhembuskan nafas kasar menahan emosi, "Terserah kau saja." Baekhyun menatapku dan tersenyum penuh kemenangan, sampai ia mengalihkan pandangan pada tangaku.

"Tanganmu kenapa?"

"Hanya luka kecil" jawabku acuh

"Sejak kapan luka kecil harus diperban?" tanyanya tajam.

"Apa perdulimu?"

Ia berjalan menghampiriku yang masih bersandar di dinding ruang tengah dan meraih tangan kiriku.

"Apa masih sakit?" Suara rendahnya mengalun di telingaku, suara ini, suara yang selalu jadi favoritku dulu. Suara yang... aku rindukan.

Tidak aku tidak boleh lengah lagi, kali ini aku tidak akan terjebak seperti dulu, "Jangan sok perduli!" aku menarik tangan.

"Hyein-ah" aku mengacuhkannya dan masuk kedalam kamar.

"Choi Hyein" panggilnya lembut, sudah sangat lama dalam ingatanku sejak terakhir ia memanggil nama lengkapku. Hal yang selalu dia lakukan saat kami bertengkar dulu, hal kecil yang selalu membuat jantungku berdetak berkali lipat dari biasanya.

Aku benci tubuhku saat ini yang tidak merespon keinginanku untuk menjauhkan diri darinya.

Lelaki itu kini berhasil membalikkan tubuhku menghadapnya, sialnya aku masih diam tanpa perlawanan. Tangannya mengangkat daguku hingga aku dapat melihat tatapan teduhnya.

Ia menangkupkan pipiku dengan sebelah tangannya, sentuhan ini membuatku lupa daratan. Aku lupa semua yang sudah terjadi dan aku sungguh membenci diriku yang sangat lemah dengan perlakuan manisnya. Ini yang dulu membuatku kehilangan diriku 3 tahun lalu, tapi aku masih saja tidak berbuat apapun sedari tadi.

Entah sejak kapan jarak bibir kami hanya tinggal beberapa senti, hingga ujung hidung kami bersentuhan. Dapat aku rasakan hembusan nafasnya yang teratur dipermukaan kulitku.

Pandangan kami bertemu, seketika itu pula kesadaran menghampiriku. Saat ia berusaha mempertipis jarak bibir kami, saat itu pula aku memalingkan wajah dengan segenap kesadaranku yang tersisi.

Kudorong dadanya dengan sekuat tenaga memberikan jarak antara kami, aku menatap matanya dalam seketika itu pula perih menjalar diseluruh rongga hatiku.

"Pergilah"

Kata itu mengalir seketika dari bibirku, Baekhyun yang sedari tadi mematung perlahan meninggalkanku yang tengah larut dalam pikiranku sendiri.

Aku membencinya, lantas mengapa rasa sakit itu masih ada?

BastardWhere stories live. Discover now