Part 24

6.1K 796 15
                                    

Hyein pov

Aku menundukkan kepalaku dalam, jemariku tertaut dengan kuat. Sungguh aku kehabisan kata-kata saat menyadari Baekhyun membawaku kesini, rasa sakit dan takut menjalar dalam diriku tanpa ampun. Berkali-kali aku mengingit bibir bawahku menahan desakan air mata, aku takut, aku benci tempat ini.

Tangan Baekhyun menggenggam tanganku erat seolah mengerti betapa tertekannya aku berada disini.

"Ayo turun." suaranya lebih terdengar seperti memohon dibandingkan mengajak. Aku memilih diam, sungguh aku tidak siap sama sekali jika aku tau sejak awal aku akan menolak mentah-mentah ajakannya.

"Hye, kita harus selesaikan semuanya baik-baik. Hm?" Kali ini dia benar-benar memohon.

"Hei, lihat aku. Kau tidak sendiri, aku bersamamu jadi ayo kita bicara baik-baik dengannya."

Aku menatap dalam matanya, sungguh tatapan itu terlihat penuh harap padaku. Ini sungguh berat namun aku mengangguk menuruti inginnya. Baekhyun turun terlebih dulu lalu membukakan pintu untukku, genggamanku semakin menguat saat pintu terbuka menampakkan wajah dingin yang sebenarnya sangat aku rindukan, ayah.

Bekerja di kantor yang sama tidak serta merta membuat kami sering bertemu, ayah lebih suka aku menghubunginya melalui sekretaris dibandingkan berbicara langsung. Ya, aku anak haram tentu saja itu membuatku tau diri untuk tidak banyak menuntut.

Dapat kulihat ia memasang senyum terpaksa pada kami dan itu menyakitiku, sebegitu tidak inginnya ia menatapku. Aku hanya menunduk, kakiku lemas beruntung suamiku masih setia menggenggam erat tanganku.

Setelah dipersilahkan masuk kami duduk di ruang tengah, masih segar dalam ingatanku bagaimana ruangan ini menjadi saksi bisu nyonya Choi memukuliku hanya dengan kesalahan-kesalahan kecil yang ku perbuat atau hanya karena mimpiku menjadi seorang pianis.

Menyadari air mataku yang hampir menyeruak, Baekhyun membisikkan barisan kalimat penenang untukku. "Semua akan baik-baik saja."

Aku berusaha terlihat sekuat mungkin sejak awal, namun sejak kehamilanku emosiku kurang stabil dan mudah sedih. Kurasa Baekhyun mengerti itu, terbukti dengan sikapnya yang tidak pernah mengeluh dengan sifatku.

Tubuhku terasa kaku saat ayah kembali duduk di hadapan kami, ia menatapku dan Baekhyun bergantian. Mungkin meminta alasan kedatangan kami, sejak kami menikah memang baru sekali kami berkunjung kesini dan itupun bersama tuan- ah bukan, ayah dan ibu Byun.

"Jadi ada apa?" aku tersenyum kecut mendengar ucapan dingin dari ayah.

"Aku kesini mengantar Hyein ayah, dia ingin memberi tau sesuatu padamu."

Mataku membelalak kaget ini sangat di luar ekapektasiku, bahkan aku tidak tau apa yang akan aku katakan di hadapan pria paruh baya yang adalah ayaku ini.

"Apa yang ingin kau beri tau Hyein?"

Aku menunduk dalam, kurasakan ibu jari Baekhyun mengelus tanganku lembut. Kutarik napas dalam lalu menatap Baekhyun yang tengah tersenyum padaku, ia mengangguk menandakan bahwa aku harus berbicara. Dengan segala kekuatan yang masih ada aku berusaha menatap ayah.

"A-aku hamil a-ayah." ucapku dengan nafas tersendat.

"Sudah berapa bulan?" aku mengerjap beberapa kali memastikan penglihatanku, ayah tersenyum?

"Minggu depan 5 bulan." kali ini Baekhyun yang menjawab.

Baekhyun menyodorkan buku kecil berisi foto hasil pemeriksaanku selama beberapa bulan ini yang segera di ambil oleh ayah.

"Apa ini dia?" ayah menunjuk gumpalan berwarna hitam di foto. Baekhyun mengangguk sembari tersenyum lebar.

"Dia tumbuh dengan baik, Hyein sangat menjaganya." Baekhyun menatapku dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya.

BastardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang