Part 12

6.9K 898 13
                                    

Sehun menatap Hyein penuh selidik, sejak 30 menit lalu Hyein tidak mengeluarkan sepatah katapun dan hanya memainkan cangkir kopinya yang mulai dingin.

Hyein hampir memekik kaget saat Sehun menggenggam tangannya, "Kau kenapa hm?" Tanya Sehun lembut.

"Aku...tidak tau." Jawab Hyein lemah, "Aku bingung harus bercerita dari mana, tapi aku membutuhkanmu disini." Sambung Hyein.

Sudut bibir Sehun terangkat membentuk senyuman yang cukup untuk membuat wanita di sekitarnya memekik kagum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudut bibir Sehun terangkat membentuk senyuman yang cukup untuk membuat wanita di sekitarnya memekik kagum. Hyein adalah sahabatnya, wanita itu merupakan cerminan lain dari dirinya namun lebih menyedihkan, setidaknya Sehun merasa dicintai oleh ayahnya. Sehun sangat menyayangi wanita di depannya ini dan ia senang jika Hyein selalu merasa membutuhkannya.

"Jangan menyimpannya sendiri Hye, aku tidak mau kau terbeban seperti dulu." Ujarnya tulus.

Hyein mengangguk dan memberikan seulas senyum, ia menarik nafas panjang sebelum memulai ceritanya. Ini sangat berat.

"APA?!" Pekik Sehun setelah mendengar cerita Hyein.

Sehun mengusap wajahnya gusar, ia tau benar apa yang terjadi pada Hyein selama ini dan ia tidak akan membiarkan itu terulang lagi.

"Pelankan suaranmu Hun, orang-orang melihat ke arah kita." Ujar Hyein.

"Ya Tuhan Hyein, kita harus ke tempat Seungho hyung sekarang juga!" Ucapnya mengabaikan peringatan Hyein.

"Tenanglah Sehun, aku sudah memintanya memeriksaku besok. Aku ingin menghabiskan waktu denganmu hari ini." balas Hyein polos. Sehun mau tidak mau luluh juga, dengan satu tarikan nafas panjang ia menarik Hyein beranjak dari caffe yang terletak tak jauh dari kantornya menuju tempat favorit mereka.

Sehun berharap ia bisa menghilangkan sedikit beban Hyein hari ini, Hyeinnya terlihat frustasi dan tertekan membuatnya merasakan ribuan jarum menusuk hatinya.

"Hyeinku adalah wanita yang kuat." ucapnya menggenggam tangan Hyein yang terlelap karena obat penenang di bangku penumpang, entah ucapan itu di tujukan untuk Hyein atau dirinya sendiri, Sehun bersumpah akan membunuh lelaki itu jika Hyein menjadi seperti dulu lagi.

***

Hyein hanya terdiam dengan tatapan bingung saat Seungho memeluknya denga erat setelah membaca hasil tes Hyein, "Aku memang oppa yang buruk." lirihnya.

Kerutan di dahi Hyein semakin jelas karena bingung, ia menatap Sehun meminta jawaban dan lelaki itu mengedikkan bahunya tidak tau.

Seungho melepas pelukannya lalu duduk di sebelah Hyein tanpa melepas tautan tangan mereka, "Kau harus terapi lebih intens dan menaikkan dosis obatmu, mulai minggu depan kau terapi 2 kali seminggu. Mengerti?" Hyein mengangguk patuh.

"Apa separah itu?" tanya Sehun cemas.

Seungho menghembuskan nafas frustasi, "Saat ini Hyein lebih rentan mengalami halusinasi lagi, sebelum terlambat terapinya harus ditingkatkan."

Sehun menutup matanya dan memgambil nafas dalam, ia hampir menangis begitu pula dengan Seungho yang sudah berkaca-kaca sedari tadi melihat Hyein yang menatap sepatunya dengan tatapan kosong.

"Ceritakan padaku apa yang terjadi Hye." tegas Seungho.

Hyein memgangguk pelan dan memulai ceritanya sekali lagi.

Seungho menggenggam tanyannya kuat hingga buku-buku jarinya memutih, seharusnya ia mengungkapkan segala yang terjadi dengan Hyein pada lelaki brengsek bermarga Byun itu. Mungkin lelaki itu akan berpikir dua kali untuk meniduri Hyein lagi.

"Oppa aku tidak apa, aku yakin bisa sembuh." ucap Hyein menenangkan, "Aku beruntung memilikimu dan Sehun, setidaknya itu membuatku ingin bertahan." lanjutnya sembari tersenyum.

Sedangkan Seungho dan Sehun hanya membalas dengan tatapan sendu.

***

Hyein pov

Aku mengerang tertahan menahan denyut kepalaku yang semakin parah hingga mngeluarkan air mata, aku butuh istirahat namun setiap kali tertidur mimpi buruk bersama lelaki itu selalu muncul membuatku enggan menutup mata.

Ini sakit sekali sungguh, aku butuh obat penenang tapi aku harus lebih berhati-hati sejak Baekhyun tau aku mengonsumsi antidepresan. Sebenarnya ini sudah lebih baik dari dua minggu lalu sebelum aku melakukan terapi lagi. Sungguh hal ini membuat aktivitasku terganggu, kinerjakupun ikut menurun dan aku akui itu. Jika tidak, ayah tidak mungkin memanggilku keruangannya dan memakiku.

Baru satu langkah aku beranjak dari tempat tidur, tangan Baekhyun sudah menahanku. "Mau kemana?" tanyanya dengan suara serak.

"Aku mau minum sebentar." aku berusaha melepaskan genggamannya namun gagal.

"Kau meminum obat itu lagi?" selidiknya.

"Bukan urusanmu." aku mulai kesal, Baekhyun terlalu mencampuri urusanku belakangan ini.

Kurasakan genggaman tangannya melemah dan aku memanfaatkan itu untuk melepaskan diri darinya, aku membutuhkan obat itu hanya itu yang terpikir olehku. Aku menarik rambutku berusaha mengalihkan denyut di kepalaku, sakit, sangat sakit.

Setelah meminum dua butir antidepresan aku kembali ke dalam kamar dan mendapati Baekhyun yang berbaring dengan posisi terlentang, ia belum tidur, aku tau karena melihat matanya yang terkena pantulan cahaya lampu tidur di atas nakas di sampingnya.

Aku mengabaikannya dan kembali berbaring dengan posisi memunggunginya, "Apa kau tidak bisa berenti meminumnya?" tanyanya tepat di telingaku, ia sudah mengubah posisi memelukku dari belakang seperti biasanya hampir 4 bulan.

"Tidak." jawabku singkat sambil memejamkan mata.

"Kenapa?" tanyanya lagi.

"Apa?"

"Kenapa kau meminum obat itu?" katakan aku salah dengar, tapi terdapat nada kekhawatiran di sana.

Aku menghembuskan nafas pendek mencari jawaban yang tepat, "Kau akan menyesal jika tau alasannya." sebenarnya aku tidak yakin ia akan menyesal, tapi jika ia masih manusia maka apa yang sudah terjadi cukup untuk membuatnya menyesal sepanjang hidupnya kelak.

Dapat kurasakan ia menarik nafas panjang di ceruk leherku, "Maksudmu?" tanyanya bingung.

"Lupakan Baek, tidurlah."

"Apa karena aku menidurimu dan menjadikanmu jaminan kebebasan Jinri? Kau trauma karena itu?" aku tidak menjawab dan memilih untuk memejamkan mata. Pernyataanya tidak salah, namun tidak sepenuhnya benar.

Kurasakan ia menarik nafas panjang di leherku sekali lagi, "Baiklah kita bahas ini nanti, selamat malam." ucapnya lalu mengecup leherku lembut.

Aku menghembuskan nafas berat, aku pasti sudah gila karena mencintai lelaki ini, bahkan Sehun yang selalu menjaga perkataannya mengatakan aku wanita gila dan bodoh karena masih mencintai Baekhyun setelah semua yang telah ia perbuat padaku. Aku mencintainya, tapi rasa takutku mengalahkan semuanya.

BastardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang