Bab 6| Kabar Gembira.

2.3K 110 12
                                    

Gadis berbulu mata lentik itu mengulas senyum pada orang-orang yang selalu setia menemani dirinya. Tanganya masih memegang tasbih coklat yang ikut serta bersama dirinya melawan rasa sakit yang dideritanya.
Wanita paruhbaya itu mengusap air matanya dengan kain jilbab yang hitam miliknya. "Sayang, Allah pasti lancarkan oprasi nanti malam." Katanya seraya mengelus kepala Yaya yang terbalut indah dengan jilbabnya.

Ia tersenyum seraya mengambil tangan Mamanya dan mengecup sebagai ucapan terimakasihnya. "Iya, Mama sama Papa ngga usah khawatirin keadaan Yaya." Jawab Yaya menatap kedua orangtuanya.

"Nak, Kami tulus mencintaimu, Kamu adalah malaikat kecil kami yang dititipkan oleh Allah. Jangan buat kami merasakan kehilangan. Cukup Zeero yang sakitin Kami." Ucap Papa Yaya dengan nada sedihnya.

Mama Yaya kembali menitiskan air mata mendengar nama 'Zeero' anak pertamanya yang tega memilih dunianya dari pada Orangtuanya. "Yaya janji, kalo Yaya akan selalu buat kalian tersenyum. Yaya akan berjuang nanti malam, Pah, Mah." Jelas Yaya yang ikut menitiskan air mata rindu.

Ditengah kesedihan yang mereka alami, Mereka masih beruntung karena mengenal orang-orang baik yang ikut mendoakan kesembuhan anaknya. "Permisi." Ucap seorang Dokter bermata sipit itu.

"Iya Dok, silahkan masuk. " Sambut Papa Yaya seraya berjabatan dengan Dokter tersebut.

"Saya harap kalian tidak membebani pasien, Karena itu berpengaruh dengan oprasi nya." Jesal Dokter tersebut mendapat anggukan dari mereka.

"Dok, tolong lakukan yang terbaik untuk kesehatan anak Saya. " Pinta Mama Yaya yang menyembunyikan kesedihanya.

Dokter itu tersenyum, "Pasti, bu. Karena sudah tugas Saya." Yakin Dokter itu pada orangtua Yaya.

"Saya tinggal dulu." Pamit Dokter itu pada mereka.

Yaya Pov.

Aku masih menampakan senyumku kepada mereka, disisi lain ada air mata yang tertahan kuat supaya tak pecah dari bendunganya. Rafi menatapku dengan wajah sendu, Aku sedikit berpaling darinya, karena Aku tahu bahwa itu bisa mebimbulkan zina.

"Aku yakin kamu pasti kuat." Semangat Rafi padaku. Dia mengambil ponsel dari sakunya.

"Kamu ingat? Lihat, disana kita selalu tertawa. Dan sekarang kita pun akan ikutin jalurnya, dimana Yaya si cantik akan merasa bahwa kami juga ada diposisinya sekarang." Ucap Rafi menunjukan foto kebersamaan kami, Ya. sahabat-sahabatku.

"Makasih ya, kalian udah selalu ada. Oya, Rifki mana?" Ucapku dengan nada berat.

Safira menghembuskan nafasnya berat. "Dia kabur lagi." Jawabnya yang membuatku ikut menghembuskan nafas berat.

"Tenang aja, Dia pasti bakalan datang. Dia itu temen paling pengertian, bukan?" Tanya Anton dengan senyum alaynya.

"Ira ngga ikut, Fi?" Tanya Yaya dengan menaikan alisnya. Rafi menggeleng.

"Dia lagi ga enak badan katanya, Si Gilang juga dari semalem ga aktif hpnya. Ga berangkat sekolah pula." Jelas Rafi membuat Yaya bingung.

"Mereka lagi berantam ya?" Selidik Safira dengan penuh penekanan. Anton menyubit pipi Safira, seperti mengiyakan ucapanya.

Safira mengelus pipinya sakit. "Gue ga tau, kalo pun iya, pasti mereka bakal cari jalan keluarnya." Ucap Rafi mengangkat bahu.

"Assalamualaikum." Salam dari jagoan kecil tersholeh yang ku kenal.

"Waalaikumussalam." Jawab kami rempak. Bocah kecil itu membawa buah-buahan dan menaruhnya diatas meja. Ia tersenyum ke arah kami.

"Waduh kesini ama siapa leh?" Tanya Safira seraya berajalan mendekati Bocah kecil itu.

Mengejar Cinta IllahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang