Bab 15| Sang Pemilik Suara.

1.6K 108 7
                                    

Dilapangan ini semua siswa siswi SMPN Garuda terhempas dalam larut air mata, merenungi semua perkataan dari Kepala Sekolah, WAKA, dan Guru-guru lainnya.

Mereka semua menengadahkan kedua tangannya ke arah langit- langit, meski pun dengan rasa penyesalan terdalam semua sudah terlambat karena besok adalah hari berjuang untuk para murid menghadapi gerbang masa depan.

Gadis berjilbab lebar itu mengusap-usap punggung Ira karena terlihat segsegan akibat menangis, mungkin kini Ia sangat merasa mempunyai beban terberat dimuka bumi. Dua sahabatnya itu pun tak bisa menenangkan Ira dan malah ikut menangis karena mungkin juga Ia berfikir tak akan bisa masuk SMA faforitnya.

"Udah, Ra, jangan nangis terus, nanti mata kamu bengkak." Ingat Zahra pada Ira yang masih memijat hidungnya supaya tak mengeluarkan cairan putih.

Setelah acara renungan selesai, semua siswa siswi dimintai untuk membersihkan ruangan-rungan yang akan di gunakan untuk Ujian besok hari.

Ira menarik ketiga temannya menuju ruangan lain, tertulis dipintu yang Ia masuki UKS. Ketiga temannya itu merasa bingung dan hanya duduk dibangku yang ada didalam ruang UKS. Zahra mengambil air gelas dari lemari es yang tersedia di UKS lalu memberikannya pada Ira.

Ira masih membiarkan air matanya bermain dipipi tirusnya, membiarkan ketiga gadis didepannya ikut merasakan kekacauan yang sedang terjadi pada hatinya. Cla mulai bosan dan menjitak kepala Windi seperti biasanya, membuat ruang ramai dengan adu mulutnya.

"Gue takut." Ucap Ira akhirnya

Windi mendekatkan wajahnya pada wajah Ira, menebak-nebak mimik wajah Ira. Jitakan keras mendarat kembali dikepala Windi. Zahra hanya diam dan masih menunggu kelanjutan ucapan Ira. Tanpa babibu Ira langsung memeluk erat ketiga gadis didepannya itu.

Sekarang ini mereka mengungkapkan semua kekesalan dan penyesalan karena tidak pernah serius dalam mencari ilmu di Sekolah Faforit ini. Ketiga gadis itu membelalakkan matanya kaget saat Ira bicara bahwa dirinya akan belajar ilmu agama.

Zahra sendiri yang memang senang atas keseriusan Ira masih sedikit tidak percaya akan apa yang Ia lakukan. Ira sudah ikut majelis taklim dalam dua pertemuan di masjid Istiqlal, memang Ia belum pernah menceritakan ini kepada siapa pun bahka Mamanya sendiri yang biasanya mengaji disana tak tahu sangking banyaknya jamaah.

"Aku senang denger berita ini, tapi ada yang kurang."

"Kewajiban menutup aurat kapan di laksakan, Ra?" Tanya Zahra lagi. Bukannya menjawab Ira malah menunjuk dua sahabatnya.

Refleks Cla dan Windi menggeleng tidak mengerti lalu menanyakan kepada Ira. Tidak ada jawaban dari Ira, karena Ia masih menatap Zahra tajam.

Zahra menunduk sedikit kaku, tatapan yang tidak biasanya ditunjukkan padanya kini malah secara terang-terangan didapatinya. Ira menahan tawanya saat suasana yang haru menjadi dingin, Ia segera menjelaskan semuanya pada ketiga gadis didepan dan disampingnya itu.

"Aku ngga pakai jilbab karena karakterku masih buruk, yang ada mereka malah menghardiku mati-matian." Terang Ira.

Belum sempat suara perempuan-perempuan ini mengembang, Teguran dari Wanita paruh baya itu mengagetkan ke empatnya. Ira yang menaikan kakinya diatas kasur pun langsung terkikik geli nan ketakutan.

"Kalian sedang apa, bukan kah ini tugas membersihkan ruang kelas huh?!" Suaranya membuat mereka tergelak dan terbata-bata untuk menjawab, Zahra sendiri yang tak pernah mendapat bentakan dari Guru kini ia ikut teromeli karena kesalahan sendiri.

Akhirnya mereka diminta untuk masuk ke kelas dan menemui Kepala Sekolah sehabis melaksanakan Ujian Nasional.

Sepanjang perjalanan menuju kelas Ira, Cla, Windi hanya mengumpat dan menyumpahi Guru killer yang tadi memergokinya di UKS, Bu Ela namanya. Tapi bagi yang tidak suka akan memanggilnya 'bajai mogok' entah dari mana sebutan itu didapat.

Mengejar Cinta IllahiWhere stories live. Discover now