Bab 32| Sempurna

1.5K 83 5
                                    

Mata Ira menatap lurus ke papan tulis, kertas jawaban nya sudah terisi semua. Padahal ini baru menit ke dua puluh lima menit lebih sedikit, biasanya dia menghabiskan waktu lebih singkat dari ini. Matematika memang teman karibnya.

Sekarang pikirannya kacau tak karuan, bayang-bayang Gus Auva terus mengitarinya. Sebenernya tidak begitu sulit untuk bicara bahwa dia menerima perjodohan ini, toh hatinya sudah yakin dengan semua ini.

"Ssst!" Bisik Enya yang letak duduk nya berada di belakang Ira.

Ira menoleh sebentar seraya menarik alisnya ke atas.

"Ra, jawaban nomor 9, 12, 15, 21-27, tiga Rom dua, susah sumpah." Enya memohon tanpa malu

Ira berdecak kesal, lalu memberikan isyarat jawabannya pada Enya. Ira memang tidak pelit jawaban kadang-kadang.

"Nomor 21-27 apa?"

"Pikir aja sendiri," ketus Ira.

Terdengar ocehan dari belakang, Enya memang tidak pernah tahu makasih. Masih saja menjelekkan Ira. Berlama-lama di kelas ini membosankan, Ira memilih menumpuk kertas jawaban nya lalu pergi ke suatu tempat yang jarang orang lakukan.

"Membosankan," kata Ira pada dirinya sendiri.

Dia membolak-balik halaman demi halaman, tetap saja dia tidak bisa fokus. Titik fokusnya hilang begitu saja.

"Kenapa gak bisa fokus sih? Ayolah, Ra. Buang jauh-jauh wajah itu," Ira menceramahi dirinya sendiri

"Wajah siapa yang dibuang?" Tanya cowok ini tiba-tiba

Ira mendengus, dia melupakan Adam. Cowok yang juga mencari tempat sepi untuk belajar. Ternyata sifat SMP nya itu tidak berubah.

"Bisa nggak sih, jangan ikutin aku?!"

Adam mengambil duduk di depan Ira, jarak mereka cukup jauh. Di meja sebelah juga terdapat beberapa siswa yang sudah selesai ulangan.

"Gue perhatiin, Lo kayak lagi ada masalah serius deh, Arda." Adam menatap mata Ira penuh selidik, menyadari itu Ira segera menunduk kan pandangan nya.

"Gak usah sok tau, urusin aja hidup kamu. Bisa kan?" Ira masih tetap dengan prinsip nya untuk cuek pada Adam.

"Galak banget! Kalau bisa gue juga gak mau mikirin urusan elo..."

Ira menatap aneh ucapan Adam. "Maksudnya?"

"Em.. nggak kok, nggak," jawab Adam gelagapan

"Hm,"

"Dam?"

"Ya?"

"Bisa gak jangan semeja sama aku? Berduaan gini, nggak baik." Ira mengatakan dengan lembut

Sebelum Adam angkat kaki, ia sempat menatap Ira prihatin.

"Arda..."

"Ya?"

"Tuhan menciptakan masalah dihidup ini bukan buat dihindari, melainkan untuk diselesaikan..."

"Gua emang gak tau apa masalah yang bisa bikin lu sampai ngeselin abis kayak gini, setau gua. Hidup itu pilihan, kalau elu gak memilih maka biarlah orang lain memilih kan hidup buatmu,"

Ira mendongak kan kepala nya, Adam sudah berdiri. Dia memang benar-benar akan pergi.

"Maksud kamu ngomong ini?"

"Seseorang itu terlihat kecil dimata lu, sangat kecil. Hingga sampai pada waktunya dia gak terlihat, lalu takdir datang membuat semua berbeda. Disaat dia sudah terlihat tapi dia gak akan pernah lagi bisa lu lihat," Panjang ucapan Adam membuat Ira mengernyitkan dahi agak lama, tujuan dia bicara ini apa?

Mengejar Cinta IllahiМесто, где живут истории. Откройте их для себя