35| Manis

2.2K 116 6
                                    

Malam ini kami benar-benar berdua saja. Di dalam mobil dalam keadaan hening tak ada suara dari aku maupun Gus Auva. Kami sama-sama diam, musik pun tak di mainkan. Alami, suara alam malam dan klakson kendaraan.

Aku meliriknya sesekali, tanpa sadar aku tersenyum tipis. Dia terlihat keren dengan pakaian yang berbeda, dengan kemeja putihnya yang bercelana jeans.

Mempesona, kau tahu Gus? Aku jatuh dengan pesona mu. Ah, Allah tolong bantu hamba agar mengalihkan fokus ke titik lain. Gus Auva terlalu sempurna untuk menjadi fokus utama ku.

"Ekhem," dia sengaja berdehem seraya tersenyum tipis

Segera ku paling kan wajah ke luar jendela mobil. Dia terkekeh.

"Saya jadi malu kalau di lihatin terus,"

Kenyataan aku yang malu karena ketahuan menatap tanpa kedip, Gus!

"Ih GeEr banget!" Elak ku

"Kamu makin manis ya kalau ketahuan bohong haha,"

Blush... Aku menunduk menyimpan baik-baik senyum ku.

"Istriku ini," katanya lalu mengelus kepala ku.

Beberapa menit kemudian dia memarkirkan mobilnya. Kami pun turun, ternyata dia membawa ku ke kedai kopi yang sebelumnya belum pernah ku kunjungi. Kedai ini identik warna coklat dengan dekorasi dan bau khas kopi.

Mataku terus memandangi setiap meja yang ku lewati. Penuh pengunjung. Apa masih ada kursi sisa?

"Kenapa, Ra?"

Aku menggeleng, "kedainya penuh,"

Dia tersenyum, "Orang rasanya enak banget, Ra. Jadi maklum kalau ramai gini."

Dia salah memahami kalimat ku ternyata. "Terus kita duduk dimana?"

Dia tersenyum lagi. Apakah tak pegal kamu senyum setiap saat Gus?

"Nggak perlu khawatir, kita nggak akan pindah tempat kok."

Setelah itu dia membawa ku ke lantai dua, di sana pengunjung memang tidak sebanyak di bawah. Namun keindahan kota Jakarta terlihat indah di sini, lampu yang menyala di mana-mana. Dan alunan musik menambah suasana romantis kedai kopi.

"Duduk, Ra."

Aku tersenyum melihat Gus Auva memperlakukan aku sebaik ini.

"Aku suka kedainya, indah. Makasih,"

Dia tersenyum kembali, "Sama-sama,"

"Kamu udah laper?"

"Lumayan sih, tapi aku pengin nyobain kopi favorit di sini." Kataku semangat, melihat penuh pengunjung itu artinya ada sesuatu yang enak di cicipi di kedai ini

"Bukannya kamu lebih suka susu, Ra?"

"Susu kan sehat, Gus. Jadi harus jadi favorit."

Dia mengangguk. Kami kembali hening. Suasana romantis hilang, Gus Auva ini bisa menjadi dingin tanpa tertebak.

"Kopi itu memang enak, tapi kalau kebanyakan juga nggak baik."

Aku terpaku mendengar suara lembut itu. Suara perempuan berambut pirang dengan dress putih selutut. Ia datang dengan tiba-tiba. Dia tersenyum pada Gus Auva, seperti senyum yang lama tak pernah di lihat suamiku. Aku terheran dengan adegan ini.

Siapa wanita cantik ini? Pikiran ku hanya terisi oleh pertanyaan tersebut.

"Dania?"

"Apa kabar, Va?" Tanya wanita itu

Mengejar Cinta IllahiWhere stories live. Discover now