Bab 31| Jawaban Sebuah Takdir

1.7K 84 6
                                    

Hari itu adalah akhir dari segala kenakalan kami. Sudah tidak lagi kabur dari kajian, tidak lagi kabur piket, tidak lagi berbaur menjadi satu dengan lawan jenis. Alhamdulillah nya aku diberi kesempatan Bunda berfikir selama tiga minggu. Kalian tahu kan berpikir untuk menentukan pilihan ya atau tidak tentang hal masa depan itu tidak mudah.

Kemarin keluarga ku datang menengok ku, ada sesuatu yang aneh. Saat Papa memelukku rasanya hatiku bergetar seperti ingin mempercayai nya kembali. Tapi itu tidak mungkin, bagiku sekarang Mama adalah terpenting.

Di tengah-tengah perbincangan dengan Kiai aku bertanya pada adikku tentang perjodohan, perginya Kak Rafi dari rumah, keadaan Mama, sikap Dinda, semua ku tanyakan. Satu hal yang membuat aku lega, Dinda selalu akur dengan Mama.

ini Minggu ke dua setelah hukuman berjalan, hari-hari yang habis di dalam penjara suci. Berangkat lebih awal ke sekolah, lalu pulang tepat waktu. Dua Minggu ini rekor ku dan juga Alisa, kami berhasil menjaga jarak dengan lawan jenis. Benar-benar berhasil. Bahkan aku sedikit heran, Alisa tidak lagi centil dengan yang namanya cogan.

"Cie cie yang lagi galau mikirin calon suami," Aku melirik Lisa dengan jengah, dia pikir enak berada di posisi ku ini

Lisa mengambil duduk di antara aku dan Zahra. Kami sedang di kantin, aku memang sengaja meninggalkan Lisa karena akhir-akhir ini dia proGus.

"Gangguin aja, sih. Kasihan tuh," Zahra menggeleng heran

"Biarin aja, biar dia puas. Dia toh seneng liat temannya menderita," kataku ketus

"Ihhh, kok baper gitu? Bercanda kali, Ra."

"Aku tuh heran sama kamu, semua jurus ampuh udah aku keluarin buat kamu. Tapi tetap aja jawaban kamu nggak mau, nggak peduli, bodoamat, kan ngeselin."

HA-HA-HA.

Zahra dan aku menertawakan Lisa. Oh Tuhan, mengingat itu membuat perutku berjoget ria.

"Jurus apaan coba, orang cuma nyuruh 'Ra terima aja, Ra jadi istri tuh enak apalagi istri Gus, Ra nanti kalo udah SAH pasti jatuh cinta, apaan tuh. payah," ku tatap Lisa dengan tatapan mengejek

"Ya kan seenggaknya aku udah kasih kamu saran, lagi pula kamu shalat istikharah juga masih samar gitu. Mending ikutin saran Lisa tercantik, terus Mama kamu juga pinginnya kamu tuh jadi is---"

"Kenceng banget sih kalo ngomong," Aisyah menutup mulut Lisa dengan telapak tangannya

Memang aku merasa aneh, istikharah ku baru-baru saja ku laksanakan. Alasannya karena aku merasa jawaban terbaik adalah dengan tidak menjadi istrinya. Namun seminggu ini saran-saran dari sahabatku baru saja ku respon. Dalam mimpi aku hanya bertemu dengan Pria yang sedang memanah, bukan pria yang sedang mengaji atau berpeci. Kriteria dari mimpi beda dengan aslinya. Itu membuat ku benar-benar pusing.

"Tuh kan imajinasi jadi istri keluar lagi, udah terima aja ngapa!"

"Udah sih, Lis jangan kayak gitu. Oh iya Ra, tadi waktu pelajaran nya Pak Auva dia bilang gini lho 'Saya senang kalian aktif, tapi tolong jaga sikap sebagai murid. Sopan santun lah, lihat batasan. Saya sudah punya,' gitu katanya,"

"Uhuk...uhuk..."

What the hell? Aku kan belum bilang YES

"Wih, serius tuh? Ah enak banget dianggap."

"Kenapa bisa bilang gitu? Siapa yang centil? Kan jadinya kayak gini. Ah bete,"

"Cie ada yang cemburu,"

"Astaga! Aku tuh kesel bukan cemburu. Kalo sampai menyebar luas terus tau siapa calonnya gimana? Mau tanggung jawab apa?!"

Huh, sabar maka surga bagimu.

Mengejar Cinta IllahiWhere stories live. Discover now