37|Kebersamaan

2.7K 120 32
                                    

Ira menyiapkan beberapa makanan dimeja makan. Seraya melirik Kakak ipar nya yang kelelahan, terlihat dari nafasnya yang tidak teratur. Perut wanita cantik itu kian membesar, ada bayi didalamnya.

Ira menuangkan air putih untuk iparnya, menunjukkan perhatiannya pada sesosok wanita berhati malaikat ini.

"Makasih, Ra." Ucap Ayun seraya tersenyum

Ira mengangguk. Lalu mengambil duduk di dekat Ayun. Ikut memegang perut iparnya. Ayun tersenyum genit.

"Sabar ya, Ra. Tunggu lulus baru percepat momongan." Katanya sambil terkekeh

Ira cengo.

"Hehe, apaan sih mbak."

"Oh iya, Mbak mau tanya sesuatu, boleh?"

"Tanya aja kali mbak"

"Rafi sekarang lagi dekat sama cewe ya?"

Ira menyipitkan matanya. Kabar kakaknya saja ia kurang tahu. Bagaimana tentang percintaan nya.

Merasakan atmosfer di meja makan berubah, Ayun dengan cepat memegang tangan Ira. Dan tersenyum.

"Maaf, ya. Kalau ini bikin kamu kepikiran. Cuma Mbak seneng aja, kalau akhirnya Rafi suka sama cewe baik-baik."

"Enggak apa-apa. Tapi tunggu dulu, cewe baik-baik maksudnya?"

"Kemarin malam aku sama suami mampir ke toko buku, aku nggak sengaja lihat Rafi lagi berdua sama cewe. Nah, cewenya Alhamdulillah pakai jilbab, jilbabnya lebar, Ra. Terus mereka jaraknya agak jauhan. Aku mikir buat samperin tapi suami ngelarang, katanya Rafi ingin mandiri dan dia nggak kepingin orang-orang lihat susahnya dia," Terang Ayun

Ira sadar betul akan kemandirian Abangnya, dua hari setelah pernikahannya Ira mendapatkan paket kecil yang berisi kalung. Di sana terdapat surat, yang tertulis kado seburuk ini dari Abang, untuk Rara. Maaf, uang Abang cuma cukup untuk membeli ini.

Ira benar-benar terharu, dia sampai menyimpan surat tersebut. Dan Gus Auva memakaikan kalung yang di anggap buruk oleh Abang nya.

"Toko buku mana? Kak Rafi nggak ada kabar lagi." Suara Ira terasa berat

Belum sempat ia menjawab, Bunda dan Abah datang dari kamar. Dan menghampiri mereka untuk makan.

"Eh udah pada ngumpul to? Suaminya dimana? Ayo suruh makan juga." Perintah bunda pada dua Ning ini.

"Assalamualaikum, suaminya di sini bunda." Kata kedua lelaki berpeci itu

"HM, yasudah ayo makan. Keburu dingin nanti."

Semua makan dengan khidmat, Sesekali ada candaan. Namun Ira sama sekali tidak tertarik. Abangnya menari di kepalanya, dia harus mencari keberadaan Abangnya. Orang yang selalu membela Ira salah maupun benar, ia adalah orang yang selalu ada di kubunya.

Auva merasakan gerak-gerik istrinya yang cemas, dengan rasa tanggung jawab ia ijin pamit dari meja makan dan membawa Ira ke kamar.

Mereka berdua sama-sama diam, Auva tidak akan bertanya. Istrinya pasti akan membagi rasa gundah gulana nya pada suaminya. Merasa terlalu lama saling diam, Ira membuka mulut dengan berat hati.

"Aku nggak apa-apa,"

Bukan itu, bukan itu suara hati Ira yang sesungguhnya. Ia tidak mau menambah beban suaminya, biar jadi pikirannya sendiri.

Apa susahnya kamu cerita Ra? Batin Auva dalam hati.

"Aku beneran nggak apa-apa, Gus." Ira tersenyum manis, namun tetap saja itu tidak bisa menutup gelisah di matanya

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 06, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Mengejar Cinta IllahiWhere stories live. Discover now