Bab 17| Kepercayaan yang tersia.

1.4K 93 2
                                    

Pagi-pagi sekali Ira sudah menyiapkan sarapan untuk keluarganya, Ia menata makanan hangat di atas meja makan dengan rapih. Jam menunjuk kan pukul 05.27 biasanya ia masih terlelap dibawah selimut tebalnya, lain dengan hari spesial ini Papa kebanggaannya akan berangkat ke Ternate untuk mengurusi proyek baru itu arytinya Ia dan keluarganya akan terpisah kembali.

Ira tersenyum samar saat mendapati anggota keluarganya yang mulai datang menuju ruang makan. Ia duduk tepat di samping Rafi yang sudah meneguk air putih.

"Ini kamu yang masak, Ra?" Ira hanya mengangguk kecil.

Fahmi yang tadi sibuk kitabnya kini mulai menatap makanan buatan Kakak perempuannya kakak yang jarang sekali ke dapur.

"Ini enak enggak?" Tanya Fahmi polos mendapati tawa kecil orangtuanya. Sedangkan Ira mengerucutkan bibirnya kesal.

"Pahit banget nih, mi. Nanti kamu mual lagi." Rafi meledek dengan muka ala orang keselek.

Ira yang mendegar ucapan itu segera menjitak kepala Rafi asal,
Rafi hanya terkekeh lalu mengacak rambut kepala Ira dengan gemas. Mama nya yang sejak tadi hanya diam dengan kehebohan anak-anaknya kini memberi instruksi supaya anaknya mendengarkan dengan baik.

"Mama pingin ikut Papa kamu ke Ternante." Bagai lelucon yang tidak menghibur penontonya.

Ira segera mengomel panjang sama dengan Rafi juga Fahmi yang tidak setuju di tinggal kedua orangtuanya meski hanya sementara.

"Tuh kan, anak-anak ngga setuju. Kamu tetep mau ikut aku?" Tanya Papa nya pada Mama Ira.

"Ih papa! Kan semalem kita udah bahas," Mama nya cemberut.

"Anak-anak ikut aja deh." Saran Mama nya membuat mereka bertiga rempak menolak. Alasannya adalah, Ira yang tidak bisa jauh dengan sahabatnya dan juga Gilang. Rafi yang tidak mau ribet mencari sekolah baru, menyesuaikan lingkungan barunya. Fahmi yang sudah cinta dengan lingkungan agamis yang dikenalkan oleh gurunya Auva.

"Ngga mau mam." Rengek Fahmi yang sudah hampir mengangis.

Mamanya pun panik melihat anak-anaknya yang merajuk.

"Ish! Mama nih gitu, lagi pula papa sebulan doang, kan." Ucap Rafi yang menatap Papanya meminta supaya Mamanya menurut.

Mamanya terlihat kecewa, ia menghembuskan nafas panjang lalu mengangguk ucapan anak-anaknya.

"Ya udah lanjut makan lagi." Sergah Papanya agar tidak larut dalam suasana.

Sesuai dengan instruksi Papanya mereka pun melanjutkan aktivitas makan yang tadi terganggu berkat pembahasan pindah rumah.

Ira membuka ponsel lalu mengetikan sesuatu di aplikasi WA dan mengirim setelah selesai.

Tanpa Rafi sadari ternyata adik perempuannya ini membuka ponsel karena mengirimkan pesan singkat padanya.

Rafi melirik kedua orangtuanya secara bergantian. "Mam, pah Rafi udah kenyang." Alibinya.

Belum sempat orangtuanya menyahut sudah dipotong Ira. "Rara juga nih, nanti kita ikut anterin papa ke bandara. Duluan ya Mam Pah." Pamitnya menyusul kepergian Rafi.

Rara segera menaiki tangga dengan tergesa-gesa, Matanya fokus pada kamar Rafi. Setelah sampai ia segera masuk ke kamar Rafi tanpa ijin.

"Kak... gimana nih?" Tanya Ira dengan nafas terengah-engah.

Rafi menarik lengan Ira dengan cepat dan dibawa duduk di bibir kasur. Ia meneguk air mineral yang diberikan Rafi.

"Udah jangan panik." Rafi membawa tubuh mungil Ira dalam pelukannya.

Mengejar Cinta IllahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang