Bab 30| ibrah

1.3K 70 0
                                    

"Maafkan Mama, Ra. Mama sudah terlanjur berjanji... maaf, Ra." Ira mendengar betul isakkan Mama nya di seberang sana.

"....." sedangkan dia hanya mampu diam, tidak berani menolak Mamanya, tidak pula menerima permohonan Mamanya

"Mama tau ini sulit, tapi Mama percaya kalo Ira pasti bisa melewati perjalanan hidup ini dengan sangat baik. Mama percaya, kamu bisa."

Ira semakin menangis, dua sahabatnya itu hanya mampu menjadi sandaran kali ini. Alisa baru saja datang pagi tadi, membuat semua penduduk pesantren kaget. Pasalnya keadaannya belum cukup baik, tapi rasa bersalah nya yang mengantarkan nya sampai sini.

Suara bisik-bisik dari seberang masih Ira dengar, dia juga mendengar Fahmi yang memaksa menyerahkan ponsel Mama nya pada nya.

"Ra, dengarkan baik-baik. Ibu mu sedang sakit, jadi Salsa Mama yang rawat. Kewajiban Mama sekarang banyak, Mama nggak bisa hadir untuk panggilan pesantren." Terdengar nafas berat dari Ira

"...Mama juga ingin kamu pikirkan baik-baik, Gus mu itu sangat baik terlalu baik malahan. Mama ingin menyerahkan kamu pada keluarga yang baik. Mama ga mau kamu merasakan sesak seperti Mama nantinya, menurutlah Sayang."

     Ira mengingat jelas, bagaimana Mama nya berbicara lewat telepon. Bagaimana bisa Mama nya merawat bayi hasil hubungan gelap suaminya, Ira seketika itu langsung ingin mati rasanya. Dosa apa yang keluarga Ira lakukan hingga begitu banyak masalah menghantam?

     Semesta memang suka bercanda. Ini sudah tiga hari ia mengabaikan banyak orang, setelah menerima telepon dari Mamanya. Kecewanya semakin bertambah berat, lantas sekarang dia bisa apa? Jika tidak bersandar pada Tuhannya.

"Ra, makan dulu," Alisa meletakkan piring berisi makanannya di atas lemarinya. Lalu tangannya bergerak menyuapi Ira. Yang sejak tiga hari ini hanya makan dua sampai tiga sendok nasi.

"Nanti aku makan, taruh aja." Kata Ira tersenyum tipis.

   Wajah putih Ira tidak terlihat begitu menarik sekarang, justru terlihat mengerikan. Pucat pasi. Bibirnya putih, kantung matanya juga menghitam. Dan yang membuat paling mengenaskan, suara Ira sangat terdengar lemah.

   Pengurus sudah mendatangkan dokter untuk Ira, kata dokter tersebut Ira hanya kelelahan, banyak pikiran. Jadi stamina tubuhnya menurun, nafsu makannya juga hilang.

"Lho, kok belum dimakan!" Zahra  datang membawakan dua gelas susu untuk sahabatnya. Zahra  sudah lebih dulu makan di dapur.

"Ira nya nggak mau, sana omelin." Alisa menatap Ira kesal.

Zahra mengambil duduk di sebelah Alisa, lalu mengelus kepala Ira dengan penuh ketulusan. Rasanya sedih melihat sahabat tersayang jatuh sakit, tidak mau makan, pelit bicara. Tapi Ira masih selalu tersenyum, hanya pada dua sahabatnya ini.

"Makan, dong. Aku punya kabar baik , loh." Zahra mengiming-iming Ira yang masih nampak tak percaya.

"Wo, kabar baik apa?"

"Kepo ya? Cuma aku yang tau. Kalo Ira mau makan, Aku bakal kasih tau." Zahra  menatap serius Ira. Sedangkan yang ditatap hanya menggeleng lemah

Zahra pasrah, dia harus memancing sahabatnya ini dengan sesuatu yang sesak di dengar. "Aku ada kabar tentang keberadaan Kak Rafi,"

Ira dan Alisa sama kagetnya, mereka segera meminta Aisyah untuk bercerita. Mendesak. "Kak Rafi? Kamu serius?"

Aisyah tersenyum, "dua rius, Aku bakal cerita tapi syaratnya kamu harus makan."

   Ira mengangguk, ia membuka mulutnya lebar, lalu Alisa menyuapi Ira.

     Ira shock saat tau bahwa Rafi kabur dari rumah tanpa membawa apa-apa. Rafi pergi karena tidak terima Mama nya harus merawat bayi itu, sedangkan Papanya dan wanita itu pergi ke luar negeri dengan alasan pengobatan Dinda. Itu hal yang tidak logis baginya, Mama nya menjadi pembantu di rumah sendiri.

Mengejar Cinta IllahiWhere stories live. Discover now