Enam

13.2K 578 4
                                    


Di dalam kamar Indri terlihat asyik dengan kesibukannya membereskan beberapa baju dan peralatan maku up yang di tata rapih di dalam koper kecil berwarna Bludru pemberian papanya saat ulang tahun ke 20, sebelum  keberangkatannya kuliah di Amrik dan sebagai  kado terakhir kalinya yang di terimanya.

Mau kemana lagi dia? Kenapa harus berkemas ke dalam koper segala? Hana melototkan matanya kesal menatap kesibukan menantunya di dalam kamar yang hanya beberapa detik sebelum kemudian keadaannya disadari Indri yang tanpa sengaja menoleh ke arah cela pintu yang terbuka.

"Ibu?" Indri terkejut lalu menutup koper yang sudah terisi seluruh perlengkapannya selama di pantai.

Bukannya menyahut atau sekedar tersenyum Hana justru bergidik bahu sambil mendengus pergi membalikan tubuh.   Kamu pikir sikap manis  kamu bisa buat sikap saya berubah? ...Engga, Indri! Saya akan tetap memperlakukan kamu bukan sebagai menantu melainkan babu!

Di dalam kamar Indri yang melihat kepergian Hana langsung mengekorinya keluar sekalian menunggu kedatangan Geisa.

"Mau kemana kamu?" Hana melipat kedua tangannya di depan dada tanpa membalikan tubuh saat menyadari kedatangan Indri.

"Aku harus menemani Geisa buat beberapa hari Bu." bohongnya sembari berusaha tidak terlihat grogi apalagi rencananya terbongkar.

Indri menggigit gigit bibir bawahnya kuat sembari mengangkat turunkan jari kakinya, grogi.

"Saya bingung ko Leon mau menikah sama kamu yang udah mandul justru sekarang selingkuh!" Hana mendengus beranjak menuju sopa dan berniat menyalakan tv.

Selingkuh? Kenapa lagi sih mertua gue?
batin Indri melangkah pelan mendekati mertuanya, "Saya sudah minta ijin Leon ko, Bu. Dan  - ."

"Dan dia percaya?" potong Hana cepat sambil mengangkat wajahnya dan Indri mengangguk angguk pelan,  "Leon terlalu luguh buat kamu bohongi Indri! Jangan pikir saya sepikiran  sama Leon yang akan percaya begitu saja kamu!"

Bukan tidak mampuh berkutik ataupun menjawab semua  yang di ucapkan Hana. Namun berdebat dengan Hana Indri yakin sampai kapan pun tidak akan bisa menang karna sipat mertuanya terlalu keras kepala juga egois dan mau tidak mau Indri hanya mampuh menarik buang napasnya untuk bisa merendam kekesalannya jika sudah sampai ubun ubun.

"Saya pusing kalo harus mengurusi hidup kamu yang susah di atur gini." gerutunya kesal sambil memijat mijat pelipisnya  lalu beranjak pergi masih dengan tangan yang menempel di kening.

Drett

Baru saja punggung Hana menghilang di belokan ruang yang menuju belakang rumah. Suara ponsel yang terdengar berasal dari dalam kamarnya membuat Indri membuang napas lega.

                          ••••••••••

Di tempat lain Leon dan Gebi tengah berada di bibir pantai. Berdiri menikmati senja yang mewarnai langit membentang dari Timur ke Barat dan Selatan ke Utara berwarna Orange kehitaman.

Dari jarak dua meter Leon memperhatikan sikap wanita belasan tahun itu yang baginya penuh sejuta sikap dan lelucon. Sikapnya yang terkadang manja seperti dia menemukan seseorang yang telah lama meninggal akibat tumor ganas yang menyerang tulang punggungnya.

Namun saat kedewasaan itu muncul yang ada dia semakin bersemangat agresip menggauli setiap lengkuk tubuhnya.

Leon menyibak rambut yang menerpa wajahnya akibat angin pantai yang lebih kasar. Melipat kedua tangannya dengan tegap sambil terus memperhatikan Gebi tanpa berminat mengganggunya sedikit pun.

Sekali dua kali Gebi menahan ujung baju dress selututnya yang terbang di belai angin membuat Leon tertawa tanpa suara memperhatikan sikap risi Gebi yang kadang membenarkan helaian anak rambutnya juga.

wanita lain ( End )Where stories live. Discover now