Tiga puluh delapan

8.3K 385 27
                                    

Dreeet... dreet...dret

Suara ponsel bergetar membuat pandangan keduannya terlepas. Indri mengalihkan pandangan dengan bibir bergerak salah tingkah, mengusap usap tulang hidungnya.

Sedangkan Ilham, dia lalu berdiri memalingkan wajah pada setiap arah. Keadaan di sekitar terasa mencanggung.

"Ponsel kamu, mungkin?" Ilham berseru tanpa menatap wajah Indri. Berjalan untuk mencari ponselnya sendiri yang entah di mana keberadaannya.

"Engga! Ponsel aku gak bunyi." Indri menaroh kembali ponselnya yang baru saja di sentuhnya, beranjak.

Membuat pandangan keduanya bertemu saat Ilham memutar tubuh tanpa sengaja menghadap sopa.

"A-..! ucap Ilham dan Indri bersamaan. Membuat keduanya membuang pandangan ke asal arah. Indri menunduk mengulum senyum sedangkan Ilham.

Dia hanya tersenyum mengusap tengkuknya masih menatap curi curi pada wajah Indri yang sudah merah merona.

"Kamu duluan!" Ilham lebih dulu membuka suaranya.

Masih dengan wajah yang merona Indri menegakan lehernya memberanikan menatap wajah Ilham.

"Aku mau ke toilet sebentar!" Indri berkata dengan sekali tarikan napas.

"Ooh, ia! Toilet, itu di sana." Ilham menunjuk pintu di sudut samping lemari kaca yang penuh dengan beberapa piala juga aksesoris miliknya.

Sepeninggal Indri Ilham kembali mengitari meja kaca. Ponsel yang tadi bergetar sudah berhenti beberapa detik yang lalu. Sebelum kemudian matanya tanpa sengaja terarah pada benda hitam di samping tumpukan dokumen yang layarnya berkedip.

Sial! Ilhan mendengus kesal setelah mengambil ponselnya, mmebuka dan melihat sebuah alamat bersama sebuah vidio yang baru saja di kirim dari Gilang.

Gue bilang apa, kenapa jadi bocah bandel banget sih? Gue khawatir sama lo. Gue takut kenapa napa sama lo!" Ilham mondar mandir di tempat.

Mengumpat membuat rahangnya mengeras, ponselnya dia genggam dengan erat sedangkan sebelah tangannya dengan gerakan lihai melipat lengan kemeja hingga siku tangan. Mengetahui larangannya di langgar membuat dadany sesak, marah

Tanpa di sadarinya Indri tengah mematung memperhatikan gerakan tubuhnya dengan alis bertaut. Kedua tangannya di lipat di depan dada sambil menyandarkan sebelah bahu pada tembok.

"Eh, udah?" Ilham tersentak saat melihat Indri menatap curiga di belakangnya. Senyumnya sedikit kikuk bingung.

"Udah dari sejak kamu putar vidio yang kamu sebut dari Gilang! Alamat siapa yang Gilang kirim sama kamu?" Indri melangkahkan kaki masih dengan kedua tangan di lipat di depan dada.

"Alamat siapa yang Gilang kirim sama kamu?" ulang Indri sambil sedikit mengangkat wajah dengan tatapan kesal. Tinggi tubuhnya yang hanya sampai bahu Ilham membuatnya harus sedikit lebih berusaha menjinjit kaki atau menadah mengangkat wajahnya saat bertatapan dengan Ilham kecuali saat posisinya duduk.

"Alamat siapa Ham?" Indri mengguncang bahu Ilham yang masih bergeming merapatkan bibirnya.

"Al-alamat... !"

"Alamat orang yang menyekap Gebi? Ya!" Indri memotong tidak sabar. Dengan sebuah dengusan kasar. Ilham yang bingung antara menjawab atau tidak hanya menggerak gerakan bibirnya.

"I'm worried, you know that?!" Indri berkata lirih. Mengerjap perlahan matanya, berharap cairan panas yang berembes mengenang di kelopak matanya tidak terjatuh bersamaan napasnya yang berhembus pelan.

wanita lain ( End )Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora