Dua puluh enam

8.2K 434 20
                                    

"Aku bisa pulang sendiri kok ...lagian Geisa sudah ada di sini."

"Maaf ya, aku lagi banyak kerjaan di kantor. Jadi nggak bisa jemput kamu hari ini. Aku usahakan malam ini pulang cepat." suara Leon terdengar berdesah menahan perih di ujung telepon.

"Ia, nggak papa udah dulu ya. Geisa sepertinya sudah menunggu." Indri menoleh pada pintu yang di buka dari luar.

"Tapi Geisa yang bawa mobilnya ya. Aku takut kamu kenapa napa lagi." pinta Leon Indri mengangguk kecil seolah olah Leon dapat melihat gerakannya.

"Ia Leon."

"I love u."

Tidak langsung menjawab, Indri justru malah bergeming mendengar sebuah ucapan yang selama ini jarang keluar dari bibir Leon.

"I Love u to." balas Indri sedikit berbisik pada ponsel yang menempel sebelum kemudian di susul nada sambung di putus.

"Udah?" tanya Geisa sambil merapihkan beberapa barang lalu mengambil tas jinjit di sopa, Indri mengangguk.

Beberapa menit setelah mengurus administrasi Indri. Geisa berjalan beriringan dengan Indri di lorong rumah satik saling melempar tawa renyah hingga tempat parkiran.

"Oh ia Dri. Tadi pagi Ilham dateng kerumah terus nitip ini buat lo." Geisa memberikan sebuah kotak yang sebesar boks martabak kira kira. Terbungkus kertas merah jambu tanpa pita.

Indri menatap sesaat Geisa yang kembali serius mengemudi di sampingnya sebelum kemudian menggeser pandangan pada kotak di pangkuannya sekarang.

"Apa ini Ges?"

Geisa mengangkat bahu tidak tahu, "Dia nggak bilang apa apa lagi. Setelah nitip lo sama gue."

"Apa ya?" Indri bertanya pada dirinya sendiri, "Gue kan nggak ulang tahun."

"Buka aja mumpung masih di jalan juga. Lagi pula di rumah ada mertua lo yang bawel itu. Bisa bisa Dia  tau nanti." saran Geisa, Sebenernya dia juga tidak kalah penasaran sama isinya.

"Ia sih ...oke deh gue buka."

Geisa mengetuk ketuk kedua jari telunjuk pada setir mobil, sesekali desahan keluar dari mulutnya, gugup. Harusnya bukan Indri yang dapet itu dari lo, Ham tapi gue. Gumam Geisa sambil gugup menanti Indri yang masih menyobek kertas pembungkus.

Ah! Ap apaan sih gue, kenapa perasaan gue kaya gini sejak di cafe itu. Pikir Geisa dengan kepala menggeleng.

"Kotak?" Indri berseru dengan lipatan dahi membuat Geisa yang mendengar lalu menoleh  kaget.

"Apa itu ?"

"Apaan coba?" Indri menggeleng kepala pelan dengan segurat senyuman di bibir dan mata menggeleng.

"Kotak lagi?" Indri mengangkat kota yang lebih kecil di banding kotak pertama. Kotak ke dua itu terbungkus kertas pink masih sama tanpa pita.

Indri menghela napas pada saat membuka kotak kedua. Lalu matanya menangkap sebuah kertas yang terlipat kecil di dalamnya dengan sebuah kotak kecil kembali yang berukuran lebih kecil dari kotak kedua.

"Apa ini?" tanya Indri pada dirinya lalu membuka lipatan kertas.

Janji sama aku, tolong jaga bayi dan kondisi kamu buat aku."

Indri tercekat membaca tulisan di kertas pink. Mengercit tidak paham namun kembali melipat kertas seperti semula dan membuka kembali kotak ke tiga.

Geisa yang mencuri curi pandangan hanya menggigit bibir menahan sesuatu yang terasa menyesakan paru parunya.

"Ada tiga kotak." Indri menoleh pada Geisa yang di balas Geisa dengan gumaman.

wanita lain ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang