Dua puluh sembilan

9K 487 34
                                    

Pada nanya endingnya gimana?
Nih aku bocorin dikit ya. Happy pasti
Tapi dikit ada masalah sama Indri dan Geisa .

Gak lama sih tapi bikin jauh bentar nah itu makanya pantengin terus ya.

________________

"Indri ?" panggil Sania dengan suara parau saat melihat kedua mata Indri perlahan mengerjap. Matanya menggeledah memeriksa setiap sudut  tempatnya terbaring.

Di atas ranjang kecil yang reyot dan menyembulkan suara kreket saat tubuh bergerak. Udara pun sedikit pengap dengan cahaya seadanya.

Remang remang kecil dengan lampu kuning 5 wath yang bergantung di atas atap tengah ruangan, kamar.

Tidak ada kursi atau sopa empuk. Tidak ada lemari sederhana yang menempati kamar kecil itu.

Hanya ranjang dan meja kecil dengan warna coklat menua berisi sesuatu yang terpajang. Di setiap dinding hampir seluruhnya  mengkelupas kotor berjamur.

Ada beberapa baju dan celana kotor yang menumpuk di beberapa sudut paku.

Beberapa sudut terisi poster poster band Slank, Jocker dan band band kalangan anak muda.
Indri menyipitkan mata dengan tangan terangkat menyentuh pelipis matanya, pusing.

Terdengar ringisan kecil sebagai gumaman saat tubuhnya mencoba bangun dan duduk di atas ranjang.

"Mama." Indri tersenyum senang.

"Bagaimana, masih pusing?" Sania mengusap lembut ubut ubun Indri.

"Tidak terlalu." Indri menggeleng kecil lalu menegakan duduknya sambil melihat keruang sopa. Dimana dirinya tadi sempat menampar Gilang. Kamar ini tanpa pintu?. Gumam Indri yang baru menyadari sesuatu diantara kamar dan selah selah sudut setiap ruangan.

"Gilang kemana ?"

"Dia lagi keluar buat beli makanan. Makan disini ya, atau kamu mau pulang?"

"Mama nggak mau aku disini?" Indri memicing mata menatap Sania antara sedih dan kesal.

"B-bukan itu, kamu kan lagi hamil nggak baik tinggal lama lama dilingkungan kotor seperti ini."

"Maksud mama karna aku terbiasa hidup di tempat bersih jadi aku bakal sakit, atau aku bakal..-"

"Assallamuallaikum!"
Gilang datang membawa tentengan plastik besar berisi sesuatu yang dibungkus bulat bulat panjang didalamnya. Entah apa.

Membuat Indri menghentikan ucapannya lalu memutar mata menarik napas mencoba mengontrol emosinya yang entah kenapa menggebu gebu.

"Indri," Sania meletakan sebelah tangan diatas punggung tangan Indri yang berada diatas pangkuan kakinya. Tersenyum sendu dengan beberapa tarikan napas sebelum kembali membuka suaranya.

"Mama bahagia ada kamu disini... Mama bahagia kamu mau disini. Bahkan mungkin kamu tidak tahu betapa semua hal yang membahagiakan saat ini tergantikan akan kehadiran kamu disisi kami. Di tengah tengah kami ." Sania mengusap air matanya yang lolos.

"Ini yang Mama tunggu tunggu dan Mama impikan dari dulu. Belasan tahun Mama mencari keberadaan kamu. Walau sempat Mama putus asa saat itu."

Sania menggeleng kecil diiringi suara paraunya. "Mama pasrah saat melihat kamu pergi bersama ayah dan tinggal dengan wanita itu."

Gilang bergeming dengan kepala menadah, menahan cairan panas.
Mendengar suara Sania yang parau membuat ulu hatinya perih dan sudah cukup baginya belasan tahun.

wanita lain ( End )Where stories live. Discover now