Empat puluh tiga

8K 379 13
                                    

"Gue bilang juga apa, lo keras kepala banget sih jadi anak. " Ilham melipat kedua lengan kemejanya yang panjang hingga sesikut. Wajahnya yang berair muka keruh sudah surut dan berganti kusut.

Mundar mandir di depan Gilang yang tengah  bercermin di walstafel sambil membersihkan beberapa bercah darah di wajahnya yang babak belur dengan beberapa bulatan bulatan kebiruan.

Gilang mengacak poni rambutnya dengan sepuluh jari tangan yang basah, meniru gerakan mensisir.

"Tapi akhirnya semuanya terkuak bukan, sekarang Leon lagi mengerang kesakitan akibat peluru polisi itu di jeruji besi."

"Ya," Ilham melipat kedua tangan di depan dada. "Tapi lo gak nyadar kalo perbuatan itu berbahaya bagi keselamatan lo sendiri?!" Ilham menghembuskan napasnya sambil mengusap kening yang berdenyut.


"Lagian gue masih bingung, bukannya lo minta alamat Geisa, tapi kenapa lo nyasar ke tempat itu?"

Kedua bahu Gilang merorot bersamaan napas yang dia buang melalui mulutnya, gerakan tangannya terhenti. Gilang memegangi pinggiran wastafel yang bersudut sambil memutar tubuh menghadap Ilham.


"Pas gue abis tutup telepon lo, Bang. Gue gak sengaja papasan sama mobil putih yang kak Indri baru beli itu loh, ya gue ngerasa gue meski ikutin dong kemana mobil itu pergi?"

"Dan lo sampai melibatkan orang lain lagi ke zona bahaya ini?" potong Ilham.

Gilang melipat kening kurang paham, "Maksudnya?"

"Supir taxi yang lo suruh tunggu?!"

"Astaga, apa dia masih disana?" Gilang menepuk jidatnya pelan.

"Dia sudah gue suruh pergi." Ilham menahan bahu Gilang saat melihat anak itu seperti akan beranjak pergi.

"Ongkos -.."

"Ongkosnya udah gue bayar!"

"Oh, thank abang gue. Lo emang baik, jadinya uang jajan gue aman." Gilang mendelik membalikan tubuh, kembali beraksi dengan cermin dan lukanya.

"Ilham....!"

Ilham mengercit kening saat suara dari luar kamar mandi memanggil namanya, dia menoleh sesaat pada Gilang yang kembali sibuk.

Ilham membuka pintu toilet dan menutupnya kembali, mendapatkan Indri yang celingukan panik lalu menghampirinya setelah pandangan mereka bertemu.

"Gilang dimana? Dia baik baik saja bukan?" Indri mengguncang dua bahu Ilham.

Ilham melepaskan cengkraman tangan Indri lalu membalas dengan rengkulan di bahunya. "Dia baik baik saja!" Ilham mengukir senyum.

"Lalu, dia di mana?"

"Tuh," Ilham mengangkat telunjuknya pelan menunjuk pintu toilet. "Dia lagi ngecek apa gantengnya ilang."

"Apa sih." Indri terkekeh sambil memukul dada Ilham dan beranjak pergi menuju toilet meninggalkan Ilham yang tersenyum.

"Gilang.! Astaga!" jerit Indri saat membuka pintu toilet lalu membalikan tubuh, menghadap Ilham yang tertawa terjungkal di sopa melihat ekspresi wajah kaget Indri.

Sedangkan Gilang, dia terlonjat kaget celingukan sendiri di dalam toilet sambil buru buru menyambar handuk putih yang dia taroh di gantungan.

"Ada apa sih, jerit jerit segala?" Gilang muncul sambil menggulung handuk di pinggangnya, lalu tersenyum singkat saat melihat punggung wanita yang bukan lain adalah kakanya sendiri.

wanita lain ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang