Empat puluh satu

7.8K 346 9
                                    

Indri menarik hembuskan napas, sudah hampir 20 menit posisinya tidak bergeser sedikitpun dari tempat semula.

Memandang nanar pada wajah pucat Geisa yang tengah terlelap akibat obat penenang. Suster yang kebetulan tengah di tugaskan menjaga Geisa menyebutkan jika kondisinya sempat sadar dari pingsannya beberapa detik setelah kepergian supir pribadi Indri pergi Geisa sempat melawan dan berusaha pergi dari kamar inapnya.


Dengan kondisi Geisa yang memang butuh perawatan jadi dokter menyarankan agar suster itu menyuntikan cairan penenang.

Tubuh lo kurus Ges." Indri menadah menatap langit langit ruangan yang bercat putih keseluruhan.

Ada sesuatu yang menyesak pada dadanya, Indri berdehem mencoba menetralisir keadaan hatinya. Di belakang supirnya sigap menunggu.

"Tolong belikan saya minum ya!" Indri menolehkan wajah sembabnya pada supir yang langsung di anggukan.


Selepas kepergian supirnya, Indri melihat Geisa terbangun perlahan membuka matanya.  Menatap sekilas keberadaannya sebelum kemudian dia melempar pandangan dengan tubuh berbalik membelakangi keberadaan Indri.

"Ges!" Indri beranjak, menaroh tas di atas etalase samping ranjang sambil menyentuh pelan bahu Geisa.

Membuat Geisa menggidik menepis sentuhan tangan Indri dari bahunya. "Ada perlu apa, lo kesini?" Geisa bertanya tatapannya tetap terpokus pada jendela kaca yang tertutup, menyibakan sebagian gordeng bermotiv bunga dan memperlihatkan atap gedung tinggi di luar sana.

"Apa kabar?"

"Lo udah tau bukan kabar gue? Dan bukannya lo nyuruh orang buat datang ke rumah gue? Gue tahu dia juga yang bawa gue ke sini!" aura nada bicara Geisa terdengar dingin terdengar.

Bayangan Geisa kembali tertarik mundur saat kejadian siang tadi di teras rumahnya. Saat tiba tiba tubuhnya terkulai lemas dengan getaran dasyat Geisa masih sempat melihat wajah laki laki yang menghambur menolongnya sebelum kemudian dirinya tidak sadarkan diri sepenuhnya.


Hmmm! "Iah!" Indri menghembuskan napasnya, "Gue takut lo kenapa napa karna lo susah di hubungi akhir akhir ini." Indri berjalan mengitari ranjang besi beralas kain putih itu.

"Buat apa?" Geisa tersenyum masam, tidak terganggu dengan tatapan khawatir Indri yang dia lihat dari ekor matanya.

"Lo kenapa sih Ges? Apa gue punya salah?"

"Engga, lo gak salah! Dan lo gak pernah salah. Indri .... Gue yang salah!" Geisa memelankan suaranya di akhir kalimatnya.

"Lalu ... Kenapa gue ngerasa lo semakin ngehindar dari gue?" Indri kembali merentangkan tangan menyentuh bahu Geisa.

"Gue lelah!" ucapan Geisa berhasil membuat tangan Indri yang belum sampai menyentuh bahu berhenti.

"Gue pingin sendiri, dan sekarang gue minta lo pergi dari sini!" Geisa menarik selimut hingga menutupi tubuhnya. Suhu kondisinya memang normal namun sekujur tubuhnya terasa tiba tiba menggigil saat menyelesaikan kalimatnya. Dadanya menyesak Geisa mencoba mengerjap kerjap matanya mencoba menahan cairan panas yang berembes di kelopak matanya.

"Tapi Ges-!"

"Gue minta sama lo, sekarang juga lo pergi dari sini!" akhirnya nada suara Geisa meninggi, membuat tubuh Indri terasa di sambar petir. Bahkan supir yang di suruhnya membeli minum ikut bergeming menghentikan gerakan tangannya yang akan membuka pintu kamar.

Lelehan cairan panas berhasil menjebol pertahanan Indri, cairan itu tanpa komando berurai mengikuti lengkuk wajahnya yang putih.

Indri diam beberapa detik tanpa berkedip menatap wajah Geisa yang sedikitpun tidak menatap balik kearahnya.

wanita lain ( End )Kde žijí příběhy. Začni objevovat