O n E

8.4K 436 51
                                    

Caramella, nama yang diberikan oleh ibunya yang berkebangsaan Thailand karena beliau suka sekali dengan permen karamel. Aneh? Memang. Namun, ia menyukai nama itu karena ia menyayangi ibunya. Untungnya sang ibu tidak memberikan nama Gorilla karena ibunya termasuk dalam golongan ibu-ibu anti mainstream yang suka menonton film tentang binatang purba itu. Hal itu juga berlaku untuk saudara kembarnya yang bernama Moza, Mozarella Mykel.

Di usianya yang keenam belas tahun, ia memilih untuk hidup mandiri dengan tinggal jauh dari keluarganya. Sang ayah menolak keinginan putri bungsunya, apalagi ketika mengetahui putrinya memilih Jerman sebagai negara untuk tinggal. Akhirnya, dengan berat hati sang ayah menuruti kemauan putrinya.

Cara senang bukan main ketika mendapat tiket kebebasan di depan matanya. Ia juga meminta sang ayah untuk menarik semua pengawal yang mengawasi dirinya. Lagi-lagi ayahnya menyetujui usul putrinya meskipun ia akan melakukan pengawasan secara sembunyi-sembunyi.

"Tidak ada penguntit, ayah. Aku tahu isi kepala ayah saat ini." Ucapan Cara membuat sang ayah melongo tak percaya.

"Kalau ayah tetap melakukannya, Cara akan berhenti sekolah dan tidak mau makan." Ancam Cara menatap tajam ayahnya.

Ibunya menelan ludah melihat sikap putrinya yang keras kepala. Memang gen dari sang ibu yang menurun kepada Cara. "Bagaimana kami tahu keadaanmu, jika kami tidak melakukan pengawasan?"

Cara memutar bola matanya. "Aku akan menelepon ibu dan ayah. Setiap jam kalau itu perlu, atau aku akan mogok makan."

Ayahnya menghembuskan napas kasar. "Baiklah, jika itu maumu, ayah menarik semua pengawal."

"Tidak ada pengawasan?" Tanga Cara meminta kepastian

"Ya, tidak ada pengawasan."

Cara tersenyum. Senyum kemenangannya malam itu yang terus menghiasi bibirnya sampai waktu makan malam itu keluarga habis.

***

A year later...

Berlin, Jerman.

Di sinilah Cara meneruskan pendidikannya. Sebuah sekolah yang masuk dalam kategori sekolah unggulan dan terbaik di kota Berlin.

Ia menatap gedung sekolah di depannya. Sudah satu tahun ia bersekolah di sini. Rasanya seperti baru kemarin ia pindah ke negara ini.

Matanya masih terus mengamati gedung sekolahnya. Ia betah duduk di bawah pohon yang terletak di taman sekolah sambil memperhatikan gedung sekolah di depannya. Tak hanya itu, ia juga suka mengamati siswa-siswa di sini ketika jam istirahat berlangsung, seperti saat ini.

Tepukan ringan mendarat di bahu kanan Cara. Tanpa perlu menoleh, ia tahu siapa pelakunya. Reyes Daemon. Teman sekelasnya dan satu-satunya sahabat di sini.

Reyes menyodorkan sekaleng kopi dingin di depan wajah Cara yang langsung mendapat sambutan baik dari gadis itu. Selama istirahat berlangsung, mereka berdua memang menghabiskan waktu di taman atau di perpustakaan sekolah.

Cara membuka tutup kaleng sebelum meneguk kopi dingin dengan sedikit campuran cokelat di dalamnya. Rasa cokelat dan kopi bersatu menimbulkan kenikmatan di lidahnya, membuatnya ketagihan dengan minuman ini.

"Apa yang kau pikirkan?" Reyes bertanya tanpa menatap gadis Asia di sampingnya.

"Tidak ada." Jawab Cara tak acuh.

"Aku tidak bisa berbohong padaku."

Cara menoleh, menatap laki-laki di sampingnya. Wajah tampan, hidung mancung alami tanpa operasi, rahang yang tegas membuatnya terlihat sangat sempurna. Reyes termasuk murid tampan di sekolah ini, tetapi ia lebih memilih mengekori Cara kemana pun daripada mengikuti club di sekolahnya yang bisa membuatnya semakin terkenal.

Caramella MykelWhere stories live. Discover now