t w E n t y

2.7K 311 63
                                    


Reyes menikmati sarapan paginya bersama kedua orang tua dan dua kakak laki-lakinya. Ia baru saja pulang ke rumah jam dua dini hari dan sekarang ia membuka paksa matanya yang terasa berat untuk menikmati sarapan bersama keluarganya yang jarang berkumpul seperti ini.

"Dari mana saja kau? Dini hari baru pulang ke rumah." Ayahnya, Rudolf Daemon, buka suara saat semua anggota keluarga sudah menghabiskan sarapan mereka.

"Dari apartemen," jawab Reyes cuek.

Ayahnya hendak melayangkan pertanyaan yang pastinya bernada kasar, tetapi ibunya, Livia Daemon, memegang lengan suaminya, memberikan pertanda agar sang suami tidak lepas kontrol.

"Kenapa kau tidak menginap di apartemen saja daripada pulang seperti tadi?" Kini sang ibu yang bertanya dengan nada lembut.

"Aku pulang untuk mengambil barang-barangku yang ketinggalan. Lagi pula, kalau aku menginap di apartemen, aku tidak bisa menikmati sarapan bersama keluargaku yang super sibuk," jawab Reyes yang menyiratkan bahwa ia merajuk dan protes atas kesibukan orang tuanya.

Rudolf yang tadinya terlihat emosi, kini menghela napas. Emosinya seakan surut mendengar ungkapan dari putra bungsunya. Putranya hanya ingin berkumpul bersama seperti ini.

"Wah, kau seperti anak kecil saja! Merajuk seperti itu," ucap salah satu saudaranya, Raven Daemon.

"Diam kau!" seru Reyes yang malah membuat dua saudaranya terkikik.

Livia hanya menggelengkan kepalanya. "Sudah, habiskan makanan kalian," ujarnya sambil melanjutkan sarapannya.

Usai makan Reyes melihat ayahnya dan dua saudaranya masuk ke dalam ruang kerja sang ayah. Kini tinggal ia dan sang ibu saja yang berada di ruang makan.

"Bu, aku ingin bercerita."

Livia mengangkat sebelah alisnya kemudian tersenyum. Ia sudah hafal dengan anak bungsunya yang hanya mau bercerita padanya saja.

"Kita ke taman belakang," ujar sang ibu, keluar dari kursi sebelum berjalan menuju taman belakang yang diikuti Reyes di balakangnya.

Tiba di taman, mereka duduk di atas rumput di tepi kolam ikan yang suara aliran airnya membuat suasana menjadi damai. Reyes menatap keindahan kolam ikan di depannya sebelum ia buka suara.

"Ibu tahu Cara, kan? Aku dulu pernah menceritakannya pada Ibu." Reyes menoleh menatap ibunya yang memberikan jawaban atas pertanyaan tadi dengan anggukan.

Reyes mengembuskan napas pelan kemudian melanjutkan cerita tentang apa yang menimpa Cara. Livia mendengarkan Reyes dan sesekali memekik terkejut saat mengetahui kejadian buruk yang menimpa Cara.

"Kenapa kau tidak melaporkan ke kantor polisi?"

"Bu, melaporkan para penjahat itu tidak seperti di film-film. Banyak risiko yang nantinya harus kutanggung. Bisa saja setelah aku melapor pada polisi dan mereka tertangkap, ada beberapa rekan mereka yang tidak terima dan akhirnya mengganggu keluarga kita. Maka dari itu, kuamankan Cara di apartemenku dan kusuruh salah satu pelayan di sini untuk tinggal di sana dan mengurus Cara."

Livia mengangguk paham. Ia tidak berpikir sejauh itu sebelum mendapat penjelasan yang logis dari anaknya. Suaminya memang memiliki perusahaan, tapi tidak sebesar perusahaan milik bilioner yang memiliki kekuasaan di mana-mana. Oleh karena itu, keluarganya tidak bisa melakukan pembabatan habis pada orang-orang yang mengusik hidup mereka.

"Kau tidak menghubungi keluarganya saja?"

"Bu, jika aku melakukannya, bisa-bisa aku yang disalahkan orang tua Cara karena saudara kembar Cara tidak mau berbuat apa-apa meski hanya mengabari kondisi Cara yang cukup mengenaskan pada orang tua mereka."

Caramella MykelOnde histórias criam vida. Descubra agora