t w E n t y - f O U r

2.4K 282 39
                                    

Di sini lah Moza, di dalam sebuah kamar yang tadinya dipakai Cara. Ia duduk di dekat jendela, menatap jalanan yang lengang dan tak kunjung membuat rasa kecewanya surut.

Bagaimana tidak kecewa? Sepupunya membawa kembarannya pergi, sedangkan ia tetap di negara ini dan harus berpindah tempat tinggal ke apartemen Reyes. Ia sempat menolak, tapi perintah Raja Zeus tidak bisa diganggu gugat. Dengan terpaksa ia mengambil barang-barang di rumahnya dan memindahkan semua ke apartemen.

Sungguh menyebalkan, bukan? Ditambah lagi Raja Zeus menyuruh Reyes untuk memulangkan pelayan yang tadinya mengurus keperluan Cara di apartemen dan menggantinya dengan Moza. Maksudnya, Moza dijadikan sebagai pelayan di apartemen Reyes dan si pemilik apartemen malah mengangguk setuju.

Seorang Mozarella Mykel yang selalu dimanja kini menjadi pelayan di apartemen laki-laki kasar yang selalu bersikap semena-mena padanya. Memikirkan hal itu Moza semakin pusing.

"Jangan melamun saja. Keluarlah. Bersihkan apartemen ini karena tadi pelayan sudah kusuruh kembali ke rumah." Perintah dari laki-laki kasar itu terdengar di pendengaran Moza.

"Hei, kau tidak bisa seenaknya menyuruhku ini itu! Apa aku terlihat seperti pembantumu? Lagi pula, Raja Zeus menyuruhmu untuk menjagaku, bukan? Kau tidak ingat? Apa perlu kulaporkan padanya?" Moza memiringkan kepalanya, mengangkat sebelah alisnya.

Reyes membalas tatapan Moza dengan senyum sinis. Rupanya penyihir jahat ini mencoba mengancamnya.

"Kau mengancamku?" tanya Reyes dengan enteng.

"Kau takut?" Bukannya menjawab, Moza malah bertanya balik.

"Tidak. Untuk apa takut? Laporkan saja pada Raja Zeus dan orang tuamu pasti akan segera ke sini untuk menyeretmu pulang."

Moza membulatkan matanya. Laki-laki ini mengancamnya balik? Sial memang. Kenapa ia harus bertemu laki-laki seperti ini?

"Dasar pengecut! Beraninya cuma mengancam balik."

"Baiklah. Aku tidak akan mengancam." Dengan santai Reyes mengambil ponselnya. Ia mencari kontak seseorang sebelum meneleponnya. Ketika akan menempelkan ke telinganya, ponselnya sudah berpindah tangan pada Moza.

Reyes berdecak kesal karena ponselnya direbut oleh gadis yang kini sudah berdiri tepat di hadapannya. Ia melihat Moza yang menatapnya tajam disertai napas memburu.

"Kembalikan ponselku."

"Tidak! Kau akan menelepon Raja Zeus, kan?"

"Ya, kalau sikapmu tidak sopan padaku."

Moza mengerucutkan bibirnya saat mendengar jawaban Reyes.

"Kembalikan. Jangan membuatku marah!"

Moza menggeleng.

Reyes mengembuskan napas kasar sebelum merengkuh tubuh Moza ke dalam pelukannya, membuat gadis itu menegang. Ia menunduk untuk menatap Moza yang mendongakkan kepalanya. Tatapan mereka bertemu dan terkunci satu sama lain.

Entah mendapatkan dorongan dari mana, Reyes mendekatkan wajahnya hingga ia bisa merasakan kehangatan dari embusan napas Moza.

Gadis itu refleks memejamkan matanya. Ia dapat merasakan jarak Reyes semakin dekat padanya hingga akhirnya ia merasakan dahinya sakit.

"Aduh!" Ia mengaduh sambil mengusap dahinya. Matanya terbuka lebar sehingga dapat melihat senyum sinis tergambar di wajah Reyes.

"Kenapa pakai tutup mata? Ingin dicium?"

Moza mencebik. Laki-laki di depannya ini benar-benar membuat darahnya naik. Kalau saja membunuh itu legal, sudah ia bantai seorang Reyes Daemon yang suka sekali membuatnya kesal.

"Jangan menyimpulkan sesuatu tanpa bukti," jawab Moza asal.

"Kau masih saja mengelak. Sudah, kerjakan apa yang kuperintahkan tadi."

Reyes keluar dari kamar dengan santai, membuat Moza menghentakkan kakinya dengan keras. Gadis itu mengepalkan tangannya erat sebelum ia terkejut. Kedua tangannya terangkat dan berhenti di depan wajahnya.

"Ponselnya. Ponselnya diambil. Sialan! Dasar setan!!"

***

Raja Zeus dan Cara sudah tiba di London satu jam yang lalu. Kini mereka berada di mansion, tepatnya di dalam sebuah kamar yang didominasi oleh warna abu-abu muda. Raja Zeus merasa bahwa ini tempat ternyaman yang bisa memulihkan kesehatan Cara karena tempat ini tidak begitu ramai seperti di rumah mewahnya di mana anak buahnya berkeliaran dan bekerja di sana.

"Kondisinya baik-baik saja. Pastikan dia makan dan minum dengan teratur meski hanya sedikit makanan yang masuk. Aku akan memberikan kontak psikiater yang bisa kau hubungi untuk terapi Cara," ucap dokter pribadi Raja Zeus sebelum menyerahkan kartu nama seorang psikiater kenalannya.

"Aku akan menghubunginya setelah ini. Cara harus dapat pengobatan secepatnya."

"Ya, Cara harus segera diterapi agar cepat pulih. Aku turut bersedih mendengar cerita tentang itu. Aku pergi dulu, ada urusan di rumah sakit," pamit dokter yang bernama Vladik itu.

"Oke. Terima kasih, Vlad."

Vladik keluar dari ruang kamar, meninggalkan Cara yang tertidur dengan Raja Zeus yang terus mengamati sepupunya. Cara terlihat begitu lesu seperti tidak ada lagi semangat untuk hidup.

Apa yang harus ia katakan pada pamannya tentang kondisi putri bungsunya yang kini sedang sakit? Raja Zeus termenung hingga Adelfo tiba-tiba muncul dan memanggil namanya.

"Tuan Zeus." Panggilan Adelfo membuat Raja Zeus menoleh.

"Telepon psikiater ini. Katakan kalau aku ingin memeriksakan kondisi Cara sekarang juga," perintah Raja Zeus pada Adelfo sambil menyerahkan secarik kartu nama dari dr. Vladik.

"Baik, Tuan." Adelfo menerima kartu nama itu sebelum keluar kamar untuk menelepon nomor yang tertera pada kartu nama di tangannya.

Setelah melakukan panggilan, Adelfo kembali ke kamar untuk menginformasikan bahwa Raja Zeus bisa membawa Cara ke psikiater saat ini juga. Tidak ada yang berani menolak Raja Zeus karena mereka ingin hidup tenang, apalagi psikiater itu kenalan dr. Vladik. Pasti ia sudah diberi tahu oleh dr. Vladik untuk tidak menolak perintah Raja Zeus.

Raja Zeus bergegas menggendong tubuh Cara, membawanya keluar dari kamar menuju pelataran di mana mobil sekaligus sopirnya sudah tersedia di sana. Sopir pribadinya membuka pintu penumpang untuk Raja Zeus dan Cara.

"Setelah pemeriksaan Cara, bersiaplah untuk menemui tahanan baru kita," kata Raja Zeus sebelum ia masuk ke dalam mobil.

"Baik, Tuan. Saya akan bersiap."

***

Gelap dan dingin memenuhi sebuah ruangan di mana ada seorang pria yang tubuhnya terikat rantai dengan tubuh penuh luka lebam. Kondisinya sangat memprihatinkan bagi siapa pun yang melihatnya, tentunya mereka-mereka yang memiliki hati lembut.

Pria itu terbatuk-batuk. Tenggorokannya sakit dan kerongkongannya terasa kering. Ia butuh air untuk membasahi kerongkongannya karena sudah beberapa jam ia tak mendapatkan air untuk melepaskan dahaganya.

Lampu tiba-tiba menyala, membuatnya menyipitkan mata karena merasa silau. Tak lama, bunyi pintu besi dibuka terdengar di telinganya disertai langkah kaki yang bergema di ruangan sunyi ini.

Ia menolehkan kepalanya ke arah di mana suara berasal. Langkah kaki itu semakin terdengar jelas dan bukan hanya satu, melainkan milik dua orang. Benar saja, ia melihat dua orang pria yang kini berdiri tepat di hadapannya.

"Siapa kalian?" Susah payah ia mengeluarkan suaranya agar bisa berbicara.

"Kau belum tahu siapa aku? Aku akan memberitahumu setelah acara penyambutanmu."

.

.

To be continue...

Melamel14
10 Aug 2018

Caramella MykelWhere stories live. Discover now