t h I r t y - s I x

1.7K 173 54
                                    

Cara mengejapkan matanya, mencoba untuk membiasakan diri dengan cahaya yang menerangi ruangan bercat abu-abu ini. Ia bangkit, duduk di atas tempat tidur. Setelah tiga puluh detik, ia turun dari tempat tidur sambil menyambar kemeja cokelat yang tegeletak di atas lantai, memakainya, lalu berjalan menuju kamar mandi.

Saat melangkah, ia merasakan ngilu di bagian bawah tubuhnya. Matanya seketika terbuka lebar. Ia memutar tubuhnya, menatap tempat tidur yang sudah acak-acakan. Sekelebat ingatan tentang apa yang terjadi semalam datang dalam pikirannya. Ia segera mendekati ranjang dan tidak melihat adanya bercak merah di sana.

Sepengetahuan Cara, hasil dari membaca buku, perempuan yang masih perawan biasanya berdarah ketika berhubungan badan untuk pertama kali. Namun, ada beberapa perempuan yang tidak mengalami hal itu dikarenakan selaput daranya yang elastis sehingga tidak robek. Apakah ia termasuk salah satu dari perempuan yang berselaput dara elastis?

Bagaikan dihantam batu berton-ton, tubuh Cara seketika jatuh ke lantai. Hatinya terasa sakit. Ia memukul kepalanya keras dan mengutuki dirinya yang bodoh karena tidak bisa menjaga sesuatu yang berharga di dirinya. Meski ia bukan termasuk orang kuno yang akan menyerahkan keperawanannya pada suaminya kelak, tetapi ia berprinsip bahwa kesuciannya akan ia berikan pada pria yang dicintainya.

Sayang sekali, semua telah terjadi. Yang sangat Cara sesalkan adalah kenapa ia malah dengan bodohnya menyerahkan dirinya pada bajingan itu, terlebih ia bertaruh untuk minum bir bagi siapa yang kalah dalam permainan kartu.

Cara bangkit dan berjalan pelan menuju kamar mandi dengan langkah tertatih. Di dalam sana ia kembali menangis sambil membersihkan tubuhnya yang menurutnya terasa kotor. Ia menggosok dengan kasar hingga kulitnya berwarna kemerahan.

Usai mandi, ia melangkah menuju lemari pakaian. Namun, langkahnya terhenti saat matanya bertumbuk dengan pakaian yang tergeletak di atas tempat tidur. Ia melangkah mendekati tempat tidur, mengambil secarik kertas yang berisi catatan.

"Pakailah ini. Bajumu aku kirim ke penatu."

Ia meletakkan kertas itu kembali kemudian tangannya bergerak mengambil pakaian yang sudah disediakan oleh Blaise, atasan tanpa lengan berbahan katun dengan motif kotak-kotak dan skinny jeans putih. Segera dipakainya pakaian itu sebelum keluar dari kamar ini.

Wanita itu menutup pintu setelah keluar dari kamar. Penciumannya menangkap bau sedap yang berasal dari dapur. Tiba-tiba perutnya berbunyi meminta untuk segera diisi. Entah mendapat dorongan dari mana, kakinya melangkah cepat menuju dapur.

Seorang pria dengan pakaian santainya terlihat mengaduk sesuatu di panci. Tangannya tampak luwes seperti sudah terbiasa memasak. Pria itu berhenti sejenak dan menoleh karena ia merasa diawasi.

Benar, ia memang sedang diawasi oleh wanita cantik yang menyandarkan bahunya di tembok. Pria itu tersenyum sambil menyuruh wanita cantik tersebut duduk di meja.

"Duduklah! Aku akan menyiapkan sarapan."

"Tidak perlu sarapan. Aku hanya ingin kau menghapus bukti-bukti itu." Cara menolak sambutan baik dari Blaise.

"Duduklah! Kau perlu sarapan atau bukti itu akan sampai pada Raja Zeus." Blaise berkata dengan tenang seolah-olah hal itu bukanlah sebuah ancaman.

Cara memutuskan untuk tidak membantah dan menuruti perintah Blaise. Ia tidak mau jika bukti-bukti itu sampai di tangan Raja Zeus. Blaise memang sialan!

"Sup jagung dengan potongan ayam dan wortel di dalamnya." Blaise menyodorkan semangkuk sup jagung dengan asap yang masih mengepul. Ia juga mengambilkan segelas air mineral untuk Cara.

Cara hanya memandang semangkuk sup yang ada di hadapannya. Sungguh menggiurkan. Penampilan dan aroma yang menguar dari sup tersebut memang menggoda. Namun, ia masih ragu untuk memakannya seakan ada tangan monster tak kasatmata yang bergerak-gerak di dalamnya, siap meracuninya.

Caramella MykelOù les histoires vivent. Découvrez maintenant