XX 🍁 Syarat

1.1K 89 3
                                    

Alaska berjalan dengan gontai, meski seharusnya Ia bergegas untuk melaksanakan ujian pertamanya, ada hasrat ingin bolos lalu berlari menerobos hutan tapi tak ada manfaatnya, pikir Alaska.

Setelah berjalan dengan engan akhirnya sampai juga di tujuan, di dalam kelas terkesan hening mungkin para murid merasa tegang akan melaksanakan ujian, tapi yang seharusnya tegang dan risih itu adakah dirinya karena Alaska tak mempunyai kertas kisi-kisi seperti mereka, Alaska terduduk di kursi deretan paling-kanan baris kedua, karena jika menjelang ujian duduk pun harus menurut absensi, jujur Alaska kurang menyukai hal ini karena namanya di awali dengan huruf A, di mana huruf itu abjad nonor satu, masih untung ada Adrian, Afifah, Aca dan Agustia yang akan mengisi barisan depan hingga Alaska mengisi barisan kedua.

sebenarnya Alaska sengaja melambatkan dirinya saat berjalan ke sekolaha karena Ia tak mau jika harus berpapasan dengan Lala, Ia bingung harus bilang apa atau bersikap seperti apa, Alaska sadar bahwa dirinya melakukan kesalahan yang tak di ketahui, tapi kenapa cewe itu malah berniat baik? Disaat pikirannya berkata jika cewe itu hanya akan menyusahkan nya?.

"Kerjakan dari sekarang!" seru guru yang kembali duduk di kursinya.

Alaska baru sadar jika baru saja Salsa melewati dirinya dan memberikan kertas soal, apa harus Alaska memanggilnya dan bertanya kenapa Salsa tak memberinya kisi-kisi?!, sudahlah lagian aku mampu mengisi soal tanpa kisi-kisi, batin Alaska.

Lima belas menit berlalu, dan tangannya masih saja belum bergerak di atas kertas soal, tidak seperti tangan-tangan temannya yang sudah sejak tadi menggoreskan pensil di kertas jawaban, Alaska lupa bertanya mata pelajaran apa yang akan di ujian kan! Dan ternyata IPA, pelajaran yang Alaska kagumi sekaligus di benci, kagum soal biologi dan benci akan fisikanya.

"Lima menit lagi" raung guru yang sudah kesal akan keadaan murid yang masih saja belum ada yang selesai.

Ternyata dua jam telah berlalu tanpa ada setitik pun coretan di kertas Alaska, Alaska hanya membaca soalnya tanpa mengisinya
"Aku lupa belajar..." gumam Alaska histeris.

"Apa karena terlalu memikirkan ku?" desis seseorang dari sisinya.

Alaska menengadah dan mendapati Lala yang tersenyum cerah
"A-"

"Maaf aku cuma lewat saja" ucapnya dan berjalan ke arah meja guru yang sendiri tadi menatap percakapan yang pendek itu.

"Kenapa rasa geernya tak pernah hilang?" gumam Alaska dan kembali menatap soalnya.

Tepat saat Alaska mengangkat kertas Soal ada selembar kertas yang persisnya di lipat beberapa kali sampai mengecil, benda itu berhasil menarik perhatian Alaska, dengan hati -hati Alaska membukanya dan serasa ada yang mengguyur tubuhnya dengan air es sehingga semangatnya kembali tumbuh.

Tak ada yang di perdulikannya selain mengejar waktu yang sudah hampir berakhir, tangannya sibuk menggoreskan pensil di sana sini tanpa peduli bahwa tulisannya mungkin tak dapat di baca, beberpa detik sebelum waktu penghabisan Alaska berhasil mengisi soal dengan cepat.

"Waktunya habis..." teriak guru.

Rasa tegang yang sendari tadi menyerangnya kini luntur di gantikan rasa tenang yang amat menenangkan,
"Aaah..." desah Alaska sambil mengheyakan tubuhnya di kursi setelah memberikan kertas ujiannya pada guru.

Tapi lambat laun rasa bersalah kembali merayapi setiap sel di tubuhnya, di tambah kenyataan bahwa Lala lah yang memberikan kertas dengan jawaban di dalamnya saat dia melewati bangku Alaska.

Lala kembali melewati meja Alaska, seketika Alaska menghentikan langkah ya dengan memanggil
"Lala!"

Sontak Lala terhenti, sebelum Alaska kembali berucap Lala keburu berkata
"Tempat di mana kita berpisah" lalu berjalan kembali tanpa menoleh.

.🍁🍁🍁

"Aku salut pada kau, ternyata kau bisa melakukannya tanpa kisi-kisi" kata Ron di tengah-tengah koridor, ada nada yang terdengar aneh dalam ucapannya.

"Jelas kau merasa curiga!" gertak Alaska tak begitu suka akan cara bicara Ron yang terkesan tidak terus terang.

"Yeah itu benar, ternyata kau sensitif" celetuk Roy.

Alaska menatap Roy dari sudut mata, tapi yang si pandang malah santai memakan keripik dan berpura-pura tak melihatnya
"Aaah... Tapi kenapa kalian begitu memperhatikan ku?" tanya Alaska.

"Karena kami sahabat mu!" tegas Ron, ingin rasanya Alaska menertawakan ucapan itu.

"Apa ada sahabat yang saling mencurigai?" cibir Alaska.

Alaska memalingkan wajahnya ke Roy saat mendengar suara batuk tersedak
"Kau harusnya tau, jika teman kadang lebih berbahaya dari musuh!" kata Roy meski masih di selingi dengan batuknya.

Alaska memasang ekspresi terkejut yang berlebihan
"Oh ya?" pekikan Alaska tampak kontras dengan ekspresi buatannya.

"Itu memang benar, karena teman sudah pasti tau diri kita di banding musuh" ucap Ron semangat.

Tampang Alaska berubah menjadi datar
"Tapi kalian sudah bilang bahwa aku sahabat bukan teman! Tapi kenapa kalian curiga?" tanya Alaska dengan nada dingin.

Si kembar terdiam bisu, seperti sudah melakukan kesalahan besar dan tercyduk saat melaksanakanny.

Alaska puas akan raut wajah mereka, tapi masih tetap mempangkan wajah datarnya
"Sudahlah! Aku duluan Oke?!" tukas Alaska mendahului mereka yang masih terdiam.

Setelah yakin bahwa si kembar tak mengikutinya, Alaska melangkah ke jalur menuju belakang sekolah untuk memenuhi janjinya, janji yang sempat jadi masalah tapi sekarang Ia akan menyelesaikan masalah itu.

"Hai" sapa Lala saat Alaska datang, tangannya melambai dengan semangat.

"H-hai" respon Alaska meski sebenarnya ada rasa canggung yang entah sejak kapan mendatangi nya.

"Hmmm... Maaf sudah membuatmu merasa tak enak saat kita pulang dari hutan sana" gumam Lala pandangannya lurus ke arah hutan yang jauh.

Sebenarnya siapa yang salah saat ini? Batin Alaska, kenapa malah cewe ini yang minta maaf?
"Tak apa, aku juga minta maaf karena sudah..." Alaska mengakui jika percakapan ini menggelikan
"Membuat mu menunggu saat itu, tapi... Terimakasih atas contekannya" rasa panas menjulur di sekeliling tubuhnya, Ini bukan sinetron bodoh! Batinnya mengumpat.

"Lucunya? Saling minta maaf" ucap Lala di sela-sela kikikannya.

Alaska sedikit menjauh dari Lala, jelas sikap kekanak-kanakannya belum punah Lala terlalu feminim bagi Alaska
"Heeeeh... Tapi kenapa kau tau aku tak menerima kisi-kisi dari si kembar?"

"Jelas kau cuma berdiam saat orang-orang sibuk mengerjakan soal" jawab Lala enteng.

Alaska merasa bodoh saat menanyakan itu, pastilah Lala tau orang dia duduk di deretannya meski terhalang oleh dua bangku tapi pergerakannya pasti terlihat
"Yeah, cuma itu, aku pikir aku harus berangkat kerja" ucap Alaska berniat menghentikan pertemuannya.

"Kau akan mendapatkan contekan tiap hari jika kau mau"

Alaska yang sudah setengah jalan kini menatap kembali pada punggung Lala yang masih menatap hutan, mencoba memastikan apakah telinganya tidak sedang dalam masalah?
"Heh? Apa katamu?" tanya Alaska.

Lala terkikik lalu kembalikan tubuhnya hingga Alaska menyadari jika Lala memang cantik
"Apa kau ingin contekan saat ujian?" tawar Lala.

Susah untuk menolaknya, tapi jika Alaska mengambil tawaran itu berarti Ia akan terus berurusan dengan cewe ini
"Siapa yang tidak mau?!" respon Alaska sedikit bimbang akan keputusannya.

"Aku akan terus memberikan contekan pada mu, tapi dengan syarat"

"Syarat?"

🍁PERI NYASAR🍁
Vote komen
Kritik saran

Yuhuuuu bisa UP meski di waktu yang mepeeeet abis...

Gak tau kapan UP lagi, soalnya Author akan langsung T.O lalu di sambut UAS...

Okeh Bye-Bye.... See you

Salam ku
🌟

Peri NyasarWhere stories live. Discover now