XXIII 🍁 Q and A

1K 87 2
                                    

"Apa kau akan terus seperti itu? Ayo masuk, yeah, memang tak seanggun rumah manusia, tapi tempat ini masih layak di huni!" kata lelaki itu menyadarkan Alaska dari lamunannya.

Aneh! Itulah kata yang pantas untuk rumah ini, dari sekian rumah yang pernah di singgahi Alaska mungkin rumah inilah yang paling aneh sekaligus mengesankan, terkecuali rumah Elisa si Janda Gemuk, yang dinding rumahnya di pajangi beberapa mahkluk bersayap, termasuk burung kakatuanya yang di beri nama Evans oleh Elisa sendiri, Alaska masih ingat saat dirinya bertanya kenapa Elisa memajang kupu-kupu capung bahkan lalat, Elisa cuma menjawab bahwa dia ingin bisa seperti mereka: terbang dengan bebas, rasa bencinya kembali menguap saat Alaska mengingat dirinya di usir dari dalam rumah oleh Eliasa, dan menyuruh dirinya untuk hidup sendiri di tingkat dua melarangnya kembali masuk kerumah Elisa, padahal Alaska hanya melakukan kesalahan yang sepele bahwa dirinya masuk ke ruangan di mana Elisa selalu menguncinya.

Tetapi rumah ini sangat mengesankan, serasa berada di alam luar bukan di dalam rumah, ada beberapa kursi kayu di sisi ruangan, jika itu memang pantas di sebut kursi karena itu adalah batang kayu besar yang di potong sekitar setengah meter, dan di lubangi tepat di tengah badannya mungkin bermaksud untuk bokong? Kayu itu mengelilingi batu besar rata, apa itu sebagai meja? Batin Alaska.

"Anggap rumahku sendiri!" ucap lelaki itu.

Alaska menoleh dan mengangkat alisnya, jelas ucapan itu tak umum di katakan.

Lelaki itu mengangkat bahunya
"Karena ini rumah ku, bukan rumah mu! Jangan tanya soal temanmu dia masih dalam proses!" tukasnya saat Alaska hendak membuka mulut dan berlalu ke ruangan sebelah.

Alaska menghampiri kursi itu dan duduk di sana, nyaman tapi ia tak bisa bersandar Alaska masih meneliti setiap senti ruangan hingga lupa apa tujuannya ke sini, dinding rumah ini berlapis tanaman yang merayap menutupi tembok seperti di luar rumah, tapi ada beberapa bunga yang tumbuh di tembok dan kebun yang biasanya di luar ini malah di dalam menambah rasa unik, lantainya dari batu kerikil bahkan ada yang besar dengan rumput liar yang memaksa untuk hidup.

"Apa yang ingin kau bicarakan denganku?" suara itu berhasil membuat Alaska terperangah.

"Oh, ak-- apa itu?" Alaska menunjuk 2 gelas berisi cairan kuning yang di pegang lelaki.

"Minumlah, jika kau penasaran"

Alaska mendekatkan gelas ke bibirnya dan beberapa kali mengecap hingga akhirnya menyeruput isinya
"Jeruk? Enak sekali! Eh... Kau punya gelas? Paman" tanya Alaska sadar sepenuhnya, dan sedikit ragu saat mengucapkan kata terakhirnya.

"Nama ku Evans-"

"Huff, jahahahahaha..." seketika Alaska terbahak dan terhenti saat mata Evans menatapnya dengan tajam.

"Kenapa kau tertawa? Ada yang lucu?" cibir Evans "aku pernah hidup dengan manusia jadi jangan heran jika aku banyak mengetahui tentang duniamu, termasuk gelas itu!" jelasnya sedikit kasar.

Alaska memegang perutnya yang sakit akibat tertawa
"Tidak, aku cuma ingat burung tetanggaku namanya sama dengan kau" Evans hanya mendengus saat mendengarnya "kau hidup dengan manusia?" tanya Alaska.

"Pernah!"  Evans mengoreksi pertanyaan Alaska "jadi apa yang ingin kau bicarakan denganku?" ucap Evans kembali ke topik permulaan.

"Kenapa PERI bisa masuk ke dunia manusia? Tentu kau juga" mungkin agak kurang sopan jika Alaska berkata 'Kau' pada orang yang jelas lebih tua 10 atau 15 tahun darinya, tapi lelaki itu yang memulai menganggap Alaska sepantaran dengan dia, maka bukan salah dirinya pikir Alaska.

"Kenapa kau tidak tanyakan itu pada temamu saja?" alih-alih menjawab tapi malah balik bertanya.

"Aku tak akan menanyai kau jika aku sudah dapat jawaban dari dia, kau tau? PERI itu bodoh dia bahkan tak tau kenapa dirinya bisa nyasar!" celetuk Alaska tak sadar jika raut wajah Evans tampak mengerikan.

"Kau bilang PERI itu bodoh? Kau baru saja mengatakan bahwa kaum kami tak tak punya otak!" gertak Evans.

Alaska gelagapan saat menyadari situasi
"Ma-maksudku teman ku yang sedang kau rawat, a-aku tak tau siapa namanya... Maaf" jelas Alaska.

Wajah yang tadinya menggeram kini kembali seperti semula, seolah kejadian tadi hanya angin yang menghembus dan hilang
"Aku mengerti bocah! Aku tak tau kenapa PERI bisa masuk ke dunia manusia tanpa di sadari si peri itu sendiri, sebab aku masuk ke dunia manusia karena keinginan ku... Persisnya mungkin... terpaksa" ada sedikit nada putus asa di ujung kalimatnya.

"Jadi... Apa mungkin, setiap peri masuk ke dunia manusia mempunyai tujuan tersendiri?" tanya Alaska semangat, apa tujuan Lala? Pikir Alaska.

"Ya!" jawabnya dengan setengah melamun.

Alaska sedikit memiringkan tubuhnya berusaha melihat punggung Evans
"Kau peri, tapi kenapa kau tak mempunyai sayap?" berharap sesuatu akan muncul dari punggung Evans seperti yang terjadi pada Lala.

Evans sedikit terhenyak saat Alaska mempertanyakan tentang sayapnya
"Aku memang tak mempunyai sayap, tak seperti teman mu itu" ucap nya "ngomong-ngomong soal sayap, kenapa sayap temanmu itu bisa patah?" mungkin cara bicaranya terkesan lembut tapi sama saja Evans mengalihkan topik percakapan.

Semangat yang tadinya membara kini padam kembali
"Ooh... Aku tak sengaja menekankan dirinya ke tembok, tadi nya kupikir dia tak mempunyai sayap" jelas Alaska malas.

"Aku merasa kagum saat mengetahui bahwa temanmu itu bisa menjadi tak terlihat, transparan seperti itulah... " ucapnya serius.

Heran kenapa Evans merasa kagum
"Apa kau tak bisa menjadi transparan?" tanya Alaska.

"Tidak! Hanya sebagian, atau mungkin cuma beberapa, bahkan sepertinya hanya temanmu saja yang bisa melakukan itu" matanya berbinar dan membesar saat mengatakannya.

"Oh ya?" penilaianya terhadap PERI kini berubah, Alaska yang tadinya hanya menganggap bahwa PERI itu bodoh sekarang merasa bangga dan kagum.

"Hanya peri yang istimewa yang mendapatkan kemampuan seperti itu, menghilang? Itu hal hebat di dunia kita" jelas Evans.

"Kenapa para peri yang masuk ke dunia manusia menjadi besar? Peri itu kecilkan?!" Alaska tak hentinya mengorek semua pertanyaan yang selama ini menghantui pikirannya.

"Itu hal biasa, kami bisa bisa menjadi kecil dan besar bila di tempat kami, tapi sepertinya peri tak bisa mengecilkan tubuhnya di dunia manusia, jelas karena aku sendiri tak bisa makanya aku hidup di hutan, tapi temamu mampu menyembunyikan dirinya dengan sempurna" terang Evans panjang lebar meski tak ada kepastian dalam ucapannya.

Alaska sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan
"Tapi kau pernah bilang bahwa kau pernah hidup bersama manusia, lantas kenapa kau memilih ke hutan di saat ada orang yang membuka tangannya untuk mu?" tanya Alaska curiga.

Evans mendelik
"Itu urusanku! Jadi hanya itu yang ingin kau ucapkan? Kalau begitu silahkan kembali ke asal mu" ucap Evans sopan tapi tapsirannya mengusir.

"Apa kau tak bisa menyembunyikan sayap dan telingamu, seperti peri lainnya?" Alaska mengabaikan ucapan Evans.

"Apa maksudmu dengan peri lainnya? Apa kau mengenal peri lain selain aku dan temanmu itu?" ada sedikit gurat kecemasan di wajahnya.

"Kau tau seorang cewe yang menghampiri kita saat di hutan?.." Alaska menunggu respon Evans "dia peri tapi dia bisa membunyikan sayap dan telinganya, aku dapat memastikan itu saat dia berucap 'aku melakukan kesalahan'  lalu sayap dan telinganya muncul begitu saja, apa kau tak bisa seperti dia?" Alaska menjelaskan dengan terburu-buru.

"Jika kau benar, temanmu itu masuk ke dunia karena tak sengaja memasuki dimensi, itu berarti ada banyak peri yang masuk kedunia manusia bukan cuma cewe dan temanmu itu" jelasnya sembari berdiri dengan seketika.

🍁PERI NYASAR🍁
Vote komen
Kritik saran

Kuuuuy UP niiiih....
Next lagi gk?
Votmen ajj maaf klo UP y bakalan lambat...

Okekek bye-bye... See you

Salam seorang yng sedang mimpi

Peri NyasarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang