#27 - Flashback (4)

1.1K 155 17
                                    


Juni, satu tahun yang lalu

Sudah dua bulan semenjak Woori berpikir akan memarahi Jae saat mereka bertemu. Woori bahkan sudah menyiapkan kata-kata untuk mencecarnya saat dia bertemu Jae lagi. Dia sudah menyiapkan segalanya.

Tapi entah kenapa semuanya hilang saat dia benar-benar bertemu pria itu. Apa karena dia muncul tiba-tiba di depan rumahnya seperti itu? Terlihat lebih kurus dibanding sebelumnya, membuat Woori kasihan padanya.

Tapi rasa kasihan itu tertutupi oleh rasa leganya dan bahkan Woori hampir menangis karena rindu. Namun dia menahannya, setidaknya walaupun dia tidak bisa mengatakan apapun untuk memarahinya, dia berusaha untuk terlihat marah.

Woori tidak mau memandang wajah Jae, yang Woori sadari hanya akan membuatnya berlari ke pelukannya dan menangis lagi. Dan tak ingin melepasnya lagi.

"Dari mana saja kau," Jae yang tadinya bersandar di dinding pintu gerbang rumah Woori langsung menegakkan badannya saat melihat Woori berjalan dari ujung jalan ke arahnya.

Woori berhenti beberapa langkah darinya, menjaga jarak yang bisa ditahan gadis itu.

"Bukankah lesnya sudah selesai dua jam yang lalu. Kau tahu kan sudah jam berapa sekarang."

Woori tidak percaya Jae berkata seperti itu. Setelah menghilang hampir setengah tahun, dan saat mereka bertemu lagi seakan-akan dia hanya pergi satu dua hari.

Dia bahkan masih ingat jadwal lesnya. Dan Woori tambah kesal dengan sikapnya seolah-olah tidak ada apa-apa.

Woori menatap Jae dengan alisnya yang bertaut, biasa dia lakukan saat dia marah. Lalu menaikkan dagunya. "Apa urusanmu bertanya begitu?"

"Tentu-"

"Apa aku mengenalmu? Sepertinya kita tidak pernah bertemu.." Woori hendak membuka pintu gerbang rumahnya sebelum Jae mencegahnya dengan menarik tangannya dengan sedikit kasar. "Lepas-"

Karena gerakannya itu mau tak mau Woori harus melihat wajah Jae. Dia bisa melihat luka yang belum sembuh di sekitar pipinya.

Ada plester di dahinya, dan bahkan saat Woori mengamatinya, dia melihat perban tipis menyembul di balik rambut Jae yang basah karena salju.

Woori tahu itu bukan luka biasa. Dan dia sudah tidak tahan untuk tidak menangis melihat Jae yang berantakan begitu.

Meski air matanya belum mengalir, Jae tahu Woori akan menangis. Dia menghela napas dan menunduk.

"Seharusnya aku menunggu luka ini sembuh sebelum bertemu denganmu."

Woori tidak menjawab. Dia sedang berusaha untuk tidak mengeluarkan suara yang pasti suaranya akan aneh jika sedang menangis. Dia juga hanya bisa memandang tangan Jae yang memegang lengannya.

"Tapi aku tidak bisa, aku...ingin bertemu denganmu...secepatnya."

Woori mengangkat wajahnya, air mata sudah menggenangi matanya. Tapi dia masih tidak bisa mengucapkan apapun.

"Kau tahu, aku hampir mati. Aku hampir mati karena merindukanmu."

Jantung Woori berdegup mendengar Jae mengatakan kalimat itu. Ini bukan seperti Jae yang biasanya.

Jae mengangkat kepalanya untuk memandang Woori. "Sepertinya hal yang kulakukan sekarang salah. Saat aku bertemu denganmu aku justru semakin merindukanmu."

Jae menurunkan tangannya dari lengan ke tangan Woori, dan menggenggam jemari Woori dengan erat, seperti saat mereka berpisah. Dan Woori tidak menyukainya. Jae menunduk lagi.

"Kenapa kau bersikap seperti itu? Aku tahu kau pasti marah padaku. Tapi apakah...kau tidak merindukanku?" Jae semakin menundukkan wajahnya.

Woori tahu ada sesuatu yang disembunyikan. Jae menangis. Ya, Jaehyun sedang menangis. Tapi Woori tidak tahu harus berbuat apa. Dia hanya bisa diam saat kepala Jae bersandar ke bahunya, dan dia bisa merasakan air mata Jae yang hangat membasahi bahunya.

Someday [Jaehyun NCT + OC] ✔ ENDDär berättelser lever. Upptäck nu