Prolog

4.8K 145 4
                                    

Aku melangkah lebih cepat saat turun dari motornya. Aku tidak suka diperhatikan di depan umum apalagi kalau berada di sampingnya. Tapi ia berhasil menyamai langkahku, merangkulku erat hingga aku menghela nafas gusar.

"Kok ninggalin sih?" tanyanya yang membuatku melepaskan rangkulannya.

"Lo siapa ya?" tanyaku balik membuatnya menjitak kepalaku lalu terkekeh.

"Gua, Marcel Paramayoga. Sahabat lo satu-satunya."

Aku mendengus. Mengibaskan tangan lalu kembali meninggalkannya. Ku perhatikan sekitarku, sudah banyak murid yang berdatangan dan tidak sedikit yang melihat kedatanganku bersamanya tadi.

Bukannya aku tak suka bersamanya, tapi aku tak suka ia mempermalukan diriku. Bayangkan saja, tadinya aku sudah berada di depan halte sekolah. Aku berangkat berjalan kaki karena rumahku berada di dalam gang yang terdapat di samping sekolah. Baru mau melangkah ke gerbang ketika bunyi klakson ninjanya mengagetkanku. Ia menyuruhku naik walaupun aku bersikeras menolaknya.

Satu lagi, ia berangkat menggunakan helm dengan banyak tempelan stiker, oke aku bisa memaklumi soal ini tapi dia dan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya. Itu yang membuatku malu.

Ku dengar ia yang balik menyapa teman-teman bahkan adik-adik kelas yang kecentilan dengannya. Ohiya aku belum memperkenalkan diri ya? Baiklah, supaya kalian tau siapa aku. Aku akan menjelaskan sedikit tentang diriku.

Namaku April Adia biasa dipanggil April. Lelaki yang berangkat bersamaku tadi memang benar sahabatku, sahabat sejak kecil. Jika yang lain memanggilnya Marcel, maka aku berbeda karena aku memanggilnya 'Rama'. Dia juga tidak memanggilku April melainkan 'Bulan' panggilan kesayangan katanya.

Aku dan dia sudah duduk di bangku kelas dua belas. Bedanya, aku berada di kelas 12 Ipa 2 sedangkan dia berada di kelas 12 Ips 3. Kata orang, aku dan dia seperti sepasang kekasih padahal kami hanya bersahabat, ya aku memang menginginkan hubungan seperti yang orang-orang kira tapi dia, dia kan menyukai temanku sendiri.

"Bulan!!" teriaknya membuatku kembali melangkah di koridor. Aku sudah berada di koridor kelas Ipa, kalau dia masih mengikutiku akan ku abaikan saja dia.

Langkahku berhenti ketika melihat beberapa anak yang mengepel lantai di koridor, aku jadi sungkan ingin lewat. Jadi, aku hendak lewat tepi-tepinya saja. Baru saja hendak mengucapkan permisi, leherku dicekik dari belakang membuatku terbatuk dan memukul-mukul tangan orang yang mencekikku. "Lepasin, woyyy!"

Orang itu melepaskan tangannya lalu tergelak. "Salah sendiri ninggalin gua."

Aku menoleh dan berdecak. "Siapa yang ninggalin lo? Kelas kita kan beda. Ngapain juga lo ada disini?"

Ternyata Rama, ia kembali menarik tanganku dan melangkah melewati lapangan. "Woy, mau kemana?! Gua mau ke kelas elah, Ram."

"Kantin dulu, gua lapar."

"Ya lo aja, gua udah sarapan di rumah."

Ia menggeleng lalu menatapku. "Lo kenapa sih kayaknya gak suka banget sama gua?"

"Ya lo bikin malu gua. Ngapain pake kacamata hitam gitu, ini kan masih pagi. Belum ada matahari, lo kayak tukang pijit tau gak?"

Bukannya melepas, ia malah tergelak. "Biarin, tukang pijit ganteng nih." katanya lalu menaikan kacamatanya ke rambut.

"Gila!"

"Iya, gua tau gua ganteng." pedenya membuatku kesal.

Aku memegang gerbang kantin agar tak ikut dirinya. "Gua mau ke kelas, Ram. Lo sendiri aja deh."

Menyimpan RasaWhere stories live. Discover now