[26] Truth or Dare

463 39 6
                                    

Aku menatap Bunda curiga ketika sadar kue yang dibuat Bunda lebih dari biasanya. "Bun, April tau ini weekend tapi gak biasanya Bunda buat kue sebanyak ini? Toh yang nyemil juga cuma April sama Sisi."

Bunda melirikku lalu tersenyum. Aku semakin penasaran membuat Bunda tertawa geli. "Kan kuenya mau Bunda bagi, Pril."

Aku mendekat. Menaburkan bubuk milo diatas sepotong brownies coklat yang langsung kulahap. "Bagi ke siapa?"

"Ke Marcel."

Jawaban Bunda membuatku tersedak. Buru-buru ku ambil air dingin di kulkas dan menatap Bunda kesal. "Bunda ihhh!"

"Loh kenapa? Kamu gak mau nganterin?"

Aku menggeleng. Memilih duduk di bangku meja makan dan menatap Bunda yang masih serius menyusun kue di dalam tupperware-nya.

"Yaudah, biar Bunda sendiri yang anter. Kan udah lama juga Bunda gak ke rumah Marcel."

"BUNDA!"

"Loh Bunda salah lagi?"

Aku mendengus. Membayangkan kalau sampai Bunda yang ke sana, bisa-bisa Bunda dan Mamanya Rama gosipin anak-anaknya lagi. Aku menatap Bunda sambil mengerucutkan bibir.

"Yaudah, April aja yang antar kuenya."

"Udah baikan kalian?"

"Bunda kepo banget." Aku menatapnya jengkel. Bundaku ini memang Bunda paling care + kepoan. Tapi aku tau dia begitu karena sayang sama aku.

Bunda melempar senyum lalu menyuruhku mandi dan bersiap-siap untuk ke rumah Rama. Sebenarnya aku tau ini salah satu cara Bunda membuatku dan Rama kembali akur. Yasudah lah, lagian udah lama juga aku gak main ke rumah Rama.

•••



Aduh kenapa jadi deg-degan gini? Aku menekan bel lalu mengedarkan pandanganku. Ada beberapa motor yang kuyakini sepertinya itu teman-teman Rama.

Hampir aku menelpon bang Martin kalau saja pintu di depanku tidak terbuka lebar.

"Lan?"

Aku mendongak. Sempat terdiam karena shock yang membukakanku pintu adalah Rama. Aku berdeham. Menyerahkan paper bag berisi kue buatan Bunda. "Dari Bunda."

Rama tersenyum menyambut paper bag-nya lalu melebarkan pintunya. "Masuk, Lan."

Aku menggeleng, sudah mau pamit pulang kalau saja makhluk di belakang Rama tidak maju dan merangkulku paksa. "Kenapa sih dedek gemes satu ini mau langsung pulang?"

Aku mencoba melepaskan rangkulannya sambil memasang senyum kesal. "Lepas gak bang?!"

Bang Martin menggeleng dan malah mengajakku duduk di sofa ruang tamu yang wahhh benar ada teman-teman Rama bahkan ada Danu dan Zaini. Ini jangan bilang juga ada Elang?

Kedatanganku disambut heboh oleh mereka. Ada yang menggoda Rama. Aku sih tidak peduli toh niatku kan mengantar kue saja. Bang Martin datang dengan milo kaleng yang sudah dibukakan tutupnya. Kedatangannya jelas saja membuat sorakan heboh terhenti. Mereka fokus dengan hp masing-masing lagi. Heran deh, anak zaman sekarang ngumpul-ngumpul bukannya main bareng malah asik dengan dunia sendiri.

Ngomong-ngomong ini agak membuatku canggung karena cuma aku satu-satunya perempuan di sini. Ini mereka gak bakal macam-macamin gua kan kayak di film-film? Pikiran jelekku hilang ketika bang Martin menyentil dahiku.

"Gak usah mikir aneh-aneh,"

Aku meringis lalu meminum miloku. Bang Martin menjauh dan kembali dengan sebuah botol air mineral yang sudah kosong. "Daripada sibuk sendiri. Gimana kalo kita semua main?"

Menyimpan RasaWhere stories live. Discover now