[33] Lie

416 48 4
                                    

"Cerah banget muka lo hari ini."

Aku menoleh, menatap Rama lalu melempar senyum sambil mengedipkan mata.

"Tuh kan! Pakai kedip-kedip lagi," gerutunya sambil mengecek dahiku. "Tapi gak panas."

Aku mendengus. Menghempas tangannya yang masih di dahiku. "Gua gak sakit, Ram."

"Kan kirain gitu. Makanya lo gak usah senyum-senyum gitu."

"Ih emang salah? Lo sukanya gua judesin? Iya?!" Sahutku membuatnya langsung menggeleng.

"Kenapa lagi nyonya ini pagi-pagi udah ngedumel, Cel?"

Itu Nadiya yang baru datang dan langsung meletakkan tasnya di atas meja. Saat ini Rama sedang mendatangiku, tentu saja itu sebuah alasan untuk ia mendekati Nadiya.

"Biasa, Nad. Lupa minum obat makanya kambuh."

Aku melotot lalu mencubit tangannya yang kebetulan ada di atas meja.

"Awwww! Tega banget lo, Lan."

"Bodo!"

Kubiarkan mereka berbincang ketika ponselku bergetar. Ada wa dari Elang. Ngomong- ngomong, jangan bilang Elang ya namanya belum kuganti di hpku. Ini juga biar teman-temanku gak curiga.

From : bego

Gdmorning?

Aku menahan senyum. Membalas pesannya dengan sapaan selamat pagi juga. Elang kembali membalas pesanku membuat aku akhirnya lupa dengan keadaan sekitar kalau tidak mendengar deheman dari Nadiya.

"Tapi gua juga ngerasa sih, Cel. Auranya April ni kayak beda gitu."

Aku menatapnya sambil menusukkan sedotan pada milo kotak yang tadi dibelikan Rama. "Beda gimana?" Aku menyedot miloku ketika sadar kedua temanku itu memperhatikanku.

"Lo kayak orang lagi kasmaran. Ya kayak orang lagi pacaran gitu sih selihat gua."

Tebakan yang spontan membuatku terbatuk. Nadiya dengan sigap membantu menepuk leherku. Aku menerima tisu dari Rama dan menatap keduanya dengan ragu.

"Apaan sih lo, Nad? Lo berdua kan tau gua lagi fokus belajar dan gak mikir buat pacaran."

Rama mengangguk seperti setuju dengan ucapanku. Nadiya, entah kenapa aku merasa ia tak sepenuhnya percaya dengan ucapanku. Apa aku memang pembohong yang tidak handal?

Buru-buru aku membuka topik pembicaraan lain yang sepertinya berhasil mengalihkan perhatian mereka. Ponselku juga sudah kukantungi agar mereka tak semakin curiga melihatku yang sedikit-sedikit mengecek hp.

•••

"Nad, mending lo belajar sini sama gua."

Nadiya menatapku memelas. "Bantuin dulu, sekali lagi habis itu gua mau belajar sama lo."

Aku menghela nafas kasar. Pasti kalian tau kan maksudnya? Iya, seperti biasa. Nadiya hendak memberi sesuatu pada Elang. Sepertinya makanan lagi.

"Lo kok lama-lama kayak nyokapnya Elang ya masakin dia bekel mulu."

Nadiya terkekeh. "Siapa tau dari rasa makanan gua yang enak, doi jadi punya rasa sama gua."

Aku terdiam. Nadiya masih sebegitunya menyukai Elang yang sekarang sudah jadi pacarku. Rasanya aku ingin jujur pada Nadiya tapi aku belum siap dengan reaksinya.

Hal seperti ini tidak mungkin akan kusembunyikan selamanya. Cepat atau lambat dia akan tau. Aku hanya tak mau kalau sampai ia malah tau dari orang lain. Itu akan menyakiti perasaannya. Apa aku harus bicara sekarang?

Menyimpan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang