[3] Keinginan Nadiya

1.1K 81 1
                                    

Dua tahun berada di kelas yang sama dengan Nadiya membuatku terbiasa beberapa hal. Pertama, ikut tersorotnya aku karena berteman dengan selebgram itu. Kedua, menjadi murid yang lumayan dikenal murid-murid kelas lain. Ketiga, terbiasa mendengarkannya yang selalu bercerita soal Elang dan hal lainnya. Jadi, saat aku melihatnya hanya diam sambil memainkan ponselnya ketika aku duduk di bangku, aku merasa heran. Kulirik jam dinding di kelas yang menunjukkan pukul setengah 7 lewat 10 menit. Aneh, biasanya Nadiya datang jam 7 kurang 10 menit. Hari ini dia bahkan datang lebih dulu dariku. Melepas tas sambil meliriknya, aku menempelkan tanganku di dahinya. "Gak panas." gumamku pelan.

Kutarik lagi tanganku ketika ia mendelik. "Kenapa, Nad?"

"Elang."

Cowok itu lagi?

Aku jadi ikut diam. Ini masih terlalu pagi. Malas sekali membicarakan cowok itu. Ah iya, satu lagi kebiasaanku karena Nadiya, aku jadi ikut terseret untuk membantunya mendekati Elang. Sesuatu hal yang masih tidak kuterima sampai sekarang kalau boleh jujur. Nadiya menyerongkan badannya. "Pril."

"Hm."

"Bantuin kek."

"Apa lagi?" tanyaku kesal.

"Hari ini bokap gua pulang. Nanti malam gua mau dinner sama dia."

"Terus?" tanyaku deg-degan. Ini pasti..
"Bantuin gua buat ajak Elang. Gua mau kenalin dia ke bokap."

Jantungku rasanya mau lompat jauh sekarang. "Nad, lo gak salah?"

Nadiya menggeleng membuatku mengusap wajah. "Nad, lo bahkan belum deket banget sama Elang. Masa iya lo bawa dia ke bokap lo?"

Nadiya cemberut. "Iya sih, tapi gua udah gak tau lagi harus gimana biar Elang mau sama gua. Mungkin dengan cara ini, dia bisa jadi pacar gua, kan?"

Aku sampai menggaruk kepala jika Nadiya seperti ini. "Pemikiran lo itu terlalu gimana ya, Nad?"

"Gimana apanya?"

"Lo minta antar pulang aja dia gak mau, kan? Apa lagi ini, Nad."

Nadiya menutup wajahnya dengan dua tangan. "Terus gimana dong? Sedih amat gua."

Sedihnya Nadiya kok menyebalkan bagiku ya? Aku mulai berpikir bagaimana cara agar Elang menuruti kemauan Nadiya tapi otakku buntu. Sampai bel masukan berbunyi pun tak ada ide yang muncul. Mungkin memang tak ada ide untuk menyatukan 2 manusia ini. Aku mulai mengeluarkan alat tulisku saat guru yang mengajar telah memasuki kelas kami.

•••

Nadiya mengguncang bahuku dengan mata mengarah ke belakangku. Aku menelan mie-ku. Saat ini aku sedang makan mie ayam bersama Nadiya untuk mengisi perut kami yang berbunyi saat bel istirahat tadi. Aku menoleh ke belakang lalu memutar mata jengah. Itu Elang bersama teman-temannya. Aku kembali makan ketika Nadiya berdiri dan menghampiri incarannya itu.

"Hai, Lang." sapa Nadiya dengan riang.

Kudengar Danu dan Zaini --teman dekat yang sekelas Elang-- itu menyoraki Nadiya.

"Kita gak disapa nih, Nad?" tanya Danu dengan centil. Dasar lelaki kurang belaian.

Kulirik Nadiya yang balas menyapa teman-teman Elang. Ia dengan berani menarik Elang mendekatiku membuatku geram. Bukan karena mendekat ke akunya. Hanya saja dia pasti--

"Lepas!" seru Elang yang langsung menghempas tangan Nadiya.

Nah itu yang mau kubilang tadi. Aku menggebrak meja lalu berdiri. "Nad, gua udah selesai. Yuk balik kelas." ajakku yang mendapat pelototan dari Nadiya.

Menyimpan RasaWhere stories live. Discover now