[27] Jenguk

457 42 1
                                    

Bersandar pada pilar di depan kelas 12 Ips 1, aku melipat kedua tangan, memperhatikan raut wajah Nadiya yang tadi ceria tapi sekarang berubah khawatir. Tau kan kelas siapa yang kami datangi?

Aku menatap datar pada Zaini yang diajak Nadiya berbicara. Tugasku hanya menemani jadi aku gak akan melibatkan diriku, apalagi ini soal Elang.

Kulihat Zaini sudah masuk ke dalam kelasnya dan Nadiya melangkah lesu mendekatiku. Aku merangkulnya, mengajaknya langsung ke kantin untuk istirahat.

"Bisa gak, lo gak kasih tau gua apa-apa soal Elang, Nad? Gua bosen dengernya."

Nadiya menatapku kesal lalu melepas rangkulanku. "Elang sakit."

Oh, bisa sakit juga ternyata.

Nadiya menatapku dengan pandangan sinis. "Kok gak ngerespon?"

"Ya terus, gua harus gimana? Harus shock sampai guling-guling di lantai koridor ini?" Tanyaku sambil menghentak kakiku di atas lantai keramik membuat Nadiya melangkah duluan meninggalkanku.

Aku terkekeh. Mengikuti langkah Nadiya ke kantin. "Lagian lo yang buat gua lebih shock, Nad. Gua kira abis ditolak Elang, lo mundur cantik eh ini malah makin gencar majunya." Aku bertepuk tangan membuat Nadiya memelototiku.

"Karena gua bakal perjuangin sesuatu yang gua suka, Pril. Gua bukan lo yang dengan gampangnya ngelepas sesuatu."

Aku memegang dadaku. Mendramatisir keadaan dengan pura-pura meringis. "Lo nyakitin hati gua yang terdalam, Nad."

Nadiya menghela nafas gusar. "Lo emang gak bisa diajak serius."

Mengendikkan bahu. Aku menyuruh Nadiya mengantri makanan setelah menyebutkan pesananku. "Gua emang belum siap diseriusin. Udah, mending lo isi perut dulu biar gak mikirin Elang mulu."

Aku langsung mencari meja kosong yang mustahil ada disaat kantin sedang ramai-ramainya dengan semua manusia yang kelaparan.

"April!!"

Aku menoleh, mendapati Dila yang melambaikan tangan kepadaku. Melangkah mendekat, aku tersenyum pada Dila dan beberapa teman kelasku.

"Gabung sini aja. Lo gak bakal dapet meja kosong lagi."

Aku setuju toh mau di mana lagi aku dan Nadiya makan? Pesananku dan Nadiya juga datang, kami makan dengan tenang hingga Dila membuka obrolan.

"Nad, lo udah tau si Elang sakit?"

Nadiya menoleh, menatap penuh minat pada orang yang sepertinya suka juga membahas Elang. Iyalah, kan kalau sama aku Nadiya banyak betenya karena aku gak suka pembahasan soal Elang.

Ngomong-ngomong, di sini malah aku yang jadi bete dan dikacangi karena obrolan mereka gak jauh-jauh dari Elang, Rama dan cowok-cowok hits lainnya. Bagi mereka sih begitu tapi bagiku kedua lelaki itu sama aja, sama-sama ngeselin.

•••

"Ntar pulang temenin gua pokoknya. Gak mau denger penolakan." Ucap Nadiya sambil menutupi kedua kupingnya.

"Ke mana, Nad?"

"Jengukin Elang lah. Ohiya, kita beli buah dulu nanti."

Nadiya memejamkan matanya ketika aku menggeleng. "Gua gak liat respon lo, Pril. Pokoknya lo harus mau nemenin gua."

"Terserah!"

Ini namanya bukan dimintai tolong lagi tapi dipaksa yang tidak diberi pilihan lain. Aku mengalah. Toh, hubunganku dengan Nadiya baru membaik dan aku tak akan merusaknya lagi dengan masalah sepele seperti ini.

Menyimpan RasaWhere stories live. Discover now