[15] Luka

627 40 4
                                    

"APRILLLLLLLL!"

"IYA, BUNDA."

"ITU UDAH DITUNGGUIN MARCEL DI DEPAN!"

Aku yang masih sibuk menyisir rambut di depan kaca jadi menggeram. Sumpah ya, sebenarnya gak penting banget anak itu jemput karena rumahku kan dekat dengan sekolah.

"APRIL!!"

"IYA, BUNDA."

Segera aku memakai tas dan berlari menuruni tangga. "Kenapa gak disuruh masuk, Bun?"

"Mau langsung katanya. Takut telat."

Aku mengangguk lalu sempat salim. "Berangkat dulu, Bunda. Assalamu'alaikum.."

"Wa'alaikumussalam. Hati-hati."

Aku mengangkat jempolku lalu keluar rumah dan mendengus melihat Rama yang memberiku isyarat agar segera naik ke motornya. "Ram, please. Gaya lo seakan kita beneran telat, padahal.." aku melirik jam tanganku lalu terkejut sendiri. "Masih jam 7 kurang ke-rama-t."

Rama terbahak lalu mengaduh karena aku menggeplak helmnya. "Gua kan mau ngajak lo sabu dulu, Lan."

Aku mengelus dada lalu menggelengkan kepala secara dramatis. "Istighfar, Ram. Meskipun lo temen gua, jangan ajak gua ke jalan sesat dong, Ram."

Kini giliran aku yang mengaduh karena Rama mencubit pipiku dengan teganya. "Pikiran lo tuh yang sesat. Sabu kan sarapan bubur, Lan. Udah cepetan naik."

Aku segera naik motor dan memukul punggungnya brutal karena Rama membawa motornya dengan kecepatan tinggi. "BANGSAT EMANG LO YA, RAM!!"

•••

"Lan."

"Hmmm."

"Lan."

"Apaan sih?" Aku meminum teh hangat sambil melirik Rama yang terlihat gelisah.

"Gua mau jujur."

"Soal apa nih?"

"Sebenarnya..."

"Hm?" Aku menyuap bubur kembali ketika Rama mulai menatap dan menggenggam sebelah tanganku yang nganggur. Wah kenapa perasaanku jadi berdebar begini?

"Gua suka sama lo."

Bubur yang sedang kukunyah tiba-tiba saja tersembur keluar dengan tidak elitnya. Aku meraih tisu guna membersihkan bibir. Sumpah ya, Rama ini bikin jantungan aja padahal ini masih pagi hari loh.

Aku menatapnya shock. "Lo....... Serius?"

Rama mengangguk lalu menunduk. Ya Tuhan, apa memang perasaanku berbalas selama ini?

Baru aku mau membuka mulut ketika diriku kembali dihempaskan.

"Gimana, Lan?"

"Gimana apanya?"

"Ucapan gua tadi pas kan?"

"Maksud lo?" Kenapa perasaanku makin tak enak?

"Lan, Lan. Masa lo gak nyadar? Gua kan barusan latihan nembak Nadiya, Lan."

Deg.

Ah, begitu ternyata:')

Peranku hanya sebagai bahan latihannya.

"Hey." Ia menggerakkan tangan di depan wajahku membuatku tersadar.

"Jangan bilang lo ngerasa gua seriusin lo tadi, Lan?"

YAIYALAH BANGSAT.

Aku mencoba tersenyum lalu tertawa paksa. "Ye si anyink. Lo gak liat gua aja geli tadi lo sok-sokan nembak tadi."

Menyimpan RasaWhere stories live. Discover now