29. A Reason

13.1K 1.9K 253
                                    

PERASAAN sedih melanda pikiran dan hati saat ia telah berada di Seoul. Di belakangnya, Taehyung dan Jungkook hanya berdiri mematung. Tak ada yang menyangka bahwa berada di dalam pesawat yang sama akan membuat ketiganya semakin canggung.

Seohee duduk terpisah dari Taehyung dan Jungkook, lalu setelah turun dari pesawat mereka lagi-lagi dipisahkan oleh jarak dengan pikiran tak keruan―di tengah-tengah orang yang berlalu lalang bersamaan dengan suara roda-roda kecil yang menggelinding di atas lantai.

Kembali ke Seoul, sama dengan mengakhiri. Kembali ke Seoul, sama dengan berpisah untuk memusnahkan. Maka Seohee mengangkat kepala sambil menahan air mata yang merebak. Bahkan ia tidak sanggup barang memutar badan untuk mengucapkan salam perpisahan dan menatap keduanya.

Tapi itu yang seharusnya Seohee lakukan untuk mengakhiri segalanya dengan baik, sekaligus meminta Taehyung mulai bersiap-siap mengurus seluruh surat-surat perceraian mereka. Atau kondisinya akan semakin memburuk, terutama hatinya.

Tungkainya terasa gemetaran saat suara Taehyung mengalun; menyerukan namanya dengan cukup lantang di belakang sana dan menatap tepat ke punggungnya yang sempit. Jungkook bergeming lama, lalu menuai senyuman enggan. Satu tangannya mendarat tepat di bahu sang kakak, sekali saja. Ia tidak dapat berdiri lebih lama lagi di sana atau tubuhnya akan ambruk karena merasa sakit, tepat di hati.

Matanya menunjukkan ketegasan saat menatap ke arah Taehyung. "Selesaikan dengan adil, Hyung. Adil untuk kalian berdua."

Jungkook menuai senyum lagi, lebih dari sekadar tulus. Adil katanya. Adil yang berarti ia ingin keduanya sama-sama bahagia. Dan pilihan itu ada di tangan Kim Taehyung. "Aku akan terus berusaha menyadarkanmu, lagi dan lagi. Tapi kuharap, ini akan menjadi yang terakhir. Jangan menyangkal terlalu lama tentang perasaanmu." Mendengar itu, iris Taehyung seketika melebar, menatap Jungkook intens sarat keterkejutan. "Masa lalu hanya akan menjadi masa lalu, Hyung. Ada seseorang yang lebih membutuhkanmu saat ini."

Saat Jungkook mulai melangkah, dirinya sempat menoleh sesaat. "Satu lagi, lepaskan Leona-Noona. Setelah ini kita akan sama-sama belajar menjadi pria sejati. Lebih baik begitu, bukan?" tak peduli seberapa perih luka yang menggores hatinya kini, Jungkook merasa telah melakukan hal yang benar kemudian ia segera melangkah menuju Seohee yang masih memunggungi. Menyeret kopernya dengan sedikit tenaga.

"Seoseo," serunya lembut tatkala berada di hadapan wanita yang ia cintai, lantas memegang kedua bahunya lembut. "Kau tahu, aku sangat ingin menyampaikan ini sejak lama. Kau wanita yang hebat, Seohee. Jadi, kau pasti bisa menghadapi pria keras kepala dan egois di belakang sana. Kalahkan dia, oke?" rasa nyeri dan berat menjalari pikirannya begitu memandang Seohee intens. Tangan kanannya bergerak perlahan membelai pipi Seohee saat tatapannya melembut. Seohee memejam tenang, menangkup punggung tangan lelaki itu hangat.

"Apapun pilihanmu, aku harap itu berdasarkan keinginanmu. Sekarang yang harus kau lakukan adalah―mendengarkan hati kecilmu, Min Seohee. Dan juga―" perlahan Jungkook mulai memutar tubuh wanita itu agar dapat bertemu pandang dengan Taehyung, "menataplah ke arah sana untuk menemukan jawabannya." Seohee menunduk otomatis saat tahu pria di depan sana memandang begitu lekat. Jungkook tersenyum kecil.

"Ey, jangan mau kalah. Berikan dia tatapan seperti sinar laser agar dia menciut." Hibur Jungkook sembari terkekeh sebelum akhirnya menyingkirkan kedua tangannya dari tubuh Seohee. Sekali lagi, maniknya memandang puncak kepala itu teduh.

"Jangan menoleh ke arahku. Kau akan merasa bimbang menentukan jawaban," cegahnya sebelum Seohee sempat menoleh dan mendapati kedua tangan wanita itu mengepal kuat. "Aku sudah kalah sejak awal." Jungkook menggumam lirih, mendesah dan berbalik untuk menggeret kopernya. Berlalu dari sana beserta dengan guncangan hebat dan nyeri dalam rongga dada.

Trapped by DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang