12

588 34 0
                                    


Suara kicau burung penyanyi terdengar dari pepohonan rindang di taman Rumah sakit itu. Beberapa pasien yang sedang berjalan tertatih-tatih berpegangan dengan walker-nya. Mereka sedang menikmati pagi dengan mengelilingi taman yang dipenuhi bunga berwarna-warni. Beberapa perawat mengawasi pasien-pasien mereka dari kejauhan.

Rindu terlihat sedang duduk di kursi roda di salah satu pojok taman itu, matanya kosong menatap keindahan taman buatan itu. Kepalanya masih terbalut perban dan ia mengenakan pakaian Rumah sakit, yang juga dikenakan oleh pasien-pasien yang lain. Suara air mancur buatan di sampingnya bergemericik saat menghantam batu-batu alam.

Steve dan dokter berkepala setengah botak itu mengamati Steve melalui jendela ruang dokter.

"Ini keajaiban," gumam dokter. "Semalam dia sadar, dan pagi ini dia sudah ingin berkeliaran. Ini keajaiban," ulang dokter itu.

"Bisakah saya berbicara dengannya, Dokter?" tanya Steve.

Dokter itu menarik nafasnya sambil meringis. "Seperti yang saya prediksikan kemarin, mungkin dia akan terkena hilang ingatan," kata dokter itu sambil menatap Steve dengan iba. Dokter itu terdiam beberapa saat. "Dia sepertinya tidak mengenali dirinya sendiri. Saya khawatir dia juga tidak mengenali Anda," ujar dokter itu kemudian.

"Hah?" Steve terkejut.

Dokter itu berjalan menuju salah satu bangku taman dan duduk di sana. Steve mengikuti sang dokter dari belakang dan duduk di sampingnya.

"Begini, Mr. Steve," Dokter itu memulai, "Amnesia, punya tiga tipe umum; Anterograde, retrograde, dan transient Global. Rindu sepertinya terkena retrograde amnesia," jelas Dokter itu.

"A... apa itu?" Steve terbata-bata.

"Retrograde. Pasien tidak bisa mengingat peristiwa dan informasi sebelum ia menderita kecelakaan," kata dokter itu.

"Apakah ada penyembuhan untuk itu?" tanya Steve.

"Terapi adalah metode yang sangat dibutuhkan. Terapi bisa mempercepatnya mengingat kembali informasi-informasi yang terdahulu, termasuk identitasnya," kata dokter itu pelan.

"Mungkin memang akan lama. Dibutuhkan kesabaran ekstra untuk menangani pasien penderita amnesia ini. Tapi kadang, memori-memori masa lalu itu akan datang sekilas-sekilas dalam diri penderita. Itu juga yang bisa membantunya untuk memancing memorinya."

"Apakah rehabilitasi Rumah sakit ini bisa membantu?" tanya Steve kemudian.

"Maaf, Mr. Steve" tanya Dokter itu dengan nada setengah ragu sambil menggelengkan kepala.

"Apakah rehabilitasi di Rumah sakit ini bisa membantu penyembuhannya?" ulang Tania dengan suara sedikit lebih keras.

Dokter itu tersenyum. "Mr. Steve, rehabilitasi di Rumah sakit ini hanya menangani pasien-pasien yang kesulitan untuk kembali pada pemulihan fisik setelah kecelakaan; Seperti berjalan, berbicara, dan lain-lain. Tapi untuk mengembalikan memori," Dokter itu menggeleng dan kemudian melanjutkan, "Itu adalah tugas orang-orang terdekatnya."

Steve tertegun mendengar penjelasan Dokter itu barusan. Ia bingung, apa yang harus dilakukannya.

"Anda siap menemui istri anda, Mr. Steve?" tanya Dokter itu memecah lamunan Steve. Steve tergagap dan kemudian mengangguk cepat.

***

Steve dan Dokter berkepala setengah botak itu berjalan berdampingan menyusuri bunga-bunga berwarna-warni di kanan dan kiri mereka. Steve terdiam seribu bahasa. Terbayang proses panjang yang kelak harus dilakukan demi memulihkan ingatan sang istri. Di depan sana dilihatnya Rindu sedang berbicara dengan salah seorang perawat. Ia terduduk di kursi roda itu sementara perawat itu berdiri di hadapannya. Dan Steve sedang menuju ke sana, wajahnya terlihat sangat gelisah.

Tak lama kemudian Steve dan dokter itu telah tiba di dekat Roman dan perawat itu.

"Selamat pagi, Ibu Rindu. Bagaimana kabar anda hari ini?" tanya dokter itu sambil berjalan ke depan Rindu. Rindu sedikit terkejut dan dia menatap wajah Dokter itu dengan tatapan yang lugu.

"Baik, Dokter," jawab Rindu lemah. Steve pelan-pelan mendekati Dokter itu dan berdiri di sampingnya.

"Lihat siapa yang saya bawa, Ibu Rindu!" seru Dokter itu sambil menoleh pada Steve yang telah berdiri di sampingnya. Rindu memandangi Steve dengan alis yang berkerut.

"Siapa dia?" tanya Rindu datar.

Dokter itu menghela nafasnya sambil memandangi Rindu dengan tatapan iba. "Anda tidak mengingatnya?" tanya dokter itu kemudian. Rindu terlihat sedang berusaha keras untuk mengingat, wajahnya meringis.

"Saya kasih petunjuk, ya?" ujar dokter itu dengan nada bersahabat. "Kekasih," kata dokter itu.

Rindu masih berkernyit. Tania menatapnya dengan mata yang panik.

"Pernikahan..?" dokter itu mencoba lagi. Rindu menggeleng pelan, kemudian menunduk sambil memejamkan mata berusaha mengingat kembali. Dokter itu mendengus. "Lihat wajahnya!" Ujar dokter itu.

Rindu membuka matanya yang terpejam dan menatap wajah lelaki bule di hadapannya. Mata Rindu berkedip-kedip seperti sedang menganalisa sesuatu. "Lelaki yang tampan," ujar Rindu datar.

Dokter itu tersentak dan kemudian tertawa pelan. "Mengapa anda mengatakan itu, Ibu Rindu?" tanya dokter itu sambil tertawa.

"Karena dia memang tampan. Sayang dia bukan tipeku," kata Rindu. Steve melotot. Dokter di sampingnya tertawa lagi.

"Ibu Rindu, dia suami anda," ujar dokter itu masih sambil tertawa.

Rindu tersentak. "Hah?" ujarnya kaget. "Saya sudah menikah?"

"Ya," ujar dokter itu. "Anda mau pulang, Ibu Rindu?"

"Pulang? Pulang ke mana?" tanya Rindu dalam keterkejutannya.

"Rumah Anda. Rumah tempat Anda, suami, anak dan orang tua Anda tinggal," kata dokter itu pelan.

Suara gemericik air mancur dan kicau burung mengisi kekosongan suasana itu. Steve hanya terdiam dan tidak tahu apa yang harus dikatakannya, sementara Rindu masih tidak yakin dengan informasi yang baru saja didapatnya. Dokter itu memberi kode pada Steve untuk mulai mendorong kursi roda Rindu. Dan mereka pun meninggalkan taman itu perlahan.

"Tapi saya suka taman ini, dokter!" Ujar Rindu tiba-tiba.

"Anda bisa datang kapan saja...toh Anda masih harus menjalani terapi gerak untuk beberapa bulan ke depan." Jawab dokter itu.

"Tapi saya takut pulang ke rumah, dok. Saya tidak mengenal siapapun..."

"Kan ada suami, anak, orang tua dan keluarga lainnya..." Jawab sang dokter.

"Tapi saya tak ingat satu pun...." lirih Rindu.

"Suatu hari nanti juga akan ingat..."

"Kapankah hari itu datang?"

"Segera!" Dokter itu optimis. Steve yang mendengarkan percakaan itu hanya bisa terdiam. Dadanya sesak, menyadari istrinya hilang ingatan. Ia tak tahu apa yang harus dilakukan. Apalagi masa cuti Steve hampir berakhir.

Dia harus segera kembali ke Amerika Serikat. Steve tak tahu apakah harus memboyong Rindu bersamanya atau meninggalkan Rindu di sini hingga pulih.

Steve tak ingin berpisah jauh dari Rindu. Tetapi Steve harus bekerja. Perawatan Rindu pastilah membutuhkan banyak uang. Dan Steve hampir kehabisan uang.

Dan sedikit mustahil bila Steve memboyong Rindu ke Amerika dalam kondisi seperti ini. Siapa yang harus merawat Rindu saat Steve bekerja. Apalagi Steve juga harus memikirkan Bara, buah cinta mereka. Hati Steve gundah tak tentu arah....

ANGIN RINDU (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang