71

265 17 0
                                    


Jam masih menunjukkan pukul setengah tiga siang, tapi awan gelap yang menutupi langit membuat suasana yang belum sore menjadi gelap. Langkah kaki Rindu perlahan terhenti saat tetes demi tetes air mulai berjatuhan dari gelapnya langit, sejenak Rindu mengarahkan pandangan keatas sambil bergumam "ternyata disini bisa turun hujan juga".

Seketika gelapnya langit berubah cerah, cerah dan perlahan kembali gelap kilatan demi kilatan mulai menyambar sembari menambah derasnya hujan yang turun.

Pelan- pelan dan perlahan tapi tetap dan pasti rintik hujan mulai membasahi bumi. Rindu membuka payungnya dengan tergesa, kemudian berlari secepat mungkin agar segera tiba di rumah engkong Samid tempat dia biasa mengajar mengaji saban sore.

Hujan masih belum berakhir, anginpun tak mau kalah membasahi wajah Rindu, membuat langkah Rindu tak bisa beranjak dari tempat pijakan semula, hanya pandangan yang bisa dialihkan sesuka hati. Hingga Rindu akhirnya bisa melihat tujuannya sudah di depan mata. Rindu pun mempercepat langkahnya, hingga nyaris berlari.

Dan Rindu pun tiba di rumah engkong Samid. Suasana masih lenggang, taka da seorang pun di sana. Hanya Ubet, kucing abu-abu yang selalu setia menanti Rindu.

"Meoong..." Ubet menyambut Rindu dengan girang. Ia menghampiri Rindu yang basah.

"Assalamualaikum Ubet!" Rindu tersenyum menatap Ubet, kemudian ia meletakkan payungnya di tempat yang tak terkena air hujan.

Ubet menggesek-gesekkan tubuhnya kepada Rindu.

"Basah Ubet, nanti kamu kedinginan." Rindu berusaha menghindar. Namun Ubet lebih gesit. Sepertinya Ubet memang sengaja menggesekkan tubuh berbulunya yang hangat ke gamis Rindu yang basah, agar basahnya sedikit berkurang, meski bulu-bulunya kini basah.

Rindu jongkok, dan mengusap lembut kepala Ubet. Ubet memejamkan mata sambil mendengkur tanda senang. Rindu tersenyum menatapnya.

Rindu bangkit, Ubet pun membuka mata demi mencari tahu mengapa Rindu berhenti mengusapnya. Oh rupanya Rindu beringsut ke dalam ruangan dan membenahi ruang kelas. Ubet pun mengikutinya dari belakang.

Tak butuh lama untuk membenahi meja-meja kecil tempat anak-anak mengaji di ruangan yang tidak besar. Lima menit kelar. Ubet masih mengawasi Rindu sambil sesekali mengeong, seperti hendak menawarkan bantuan.

"Alhamdulillah selesai...." Rindu tersenyum menatap Ubet. Ubet membalasnya dengan mengeong.

Rindu melirik jam tangannya. "Sudah waktunya Ashar." Rindu menggumam.

Ia pun buru-buru melepas jam tangan yang melingkar di tangan kanannya. Kemudian dia pergi ke kamar mandi di rumah kosong itu untuk berwudhu, kemudian memunaikan shalat Ashar sendirian di ruang kelas.

Shalat Ashar kelar. Rindu sudah bersiap menyambut anak-anak.

Tiga puluh menit berlalu, sejam berlalu. Tidak ada seorang pun anak yang muncul. Rindu mulai gelisah. Ia berkali-kali ke teras demi untuk melongok barangkali ada satu dua anak yang nekad menembus hujan demi pergi mengaji seperti biasanya.

Namun, harapan Rindu sia-sia. Dua jam berlalu, tidak ada juga anak yang datang. Padahal hujan sudah mulai reda.

Dan Rindu masih tetap sabar. Ia duduk terpekur di dalam kelas dengan gelisah, menanti anak-anak. Sambil membaca Al Quran.

Dua setengah jam berlalu. Tiba-tiba....

"Assalamualaikum...." Lisda berdiri di depan pintu sambil membawa nampan berisi teh manis hangat dan gorengan dengan senyum manis.

"Waalaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuhu..." Rindu menjawab dengan lirih. Wajahnya tidak bisa menyembunyikan kesedihannya.

"Loh belum ada yang datang, bu?" Tanya Lisda sambil masuk ke dalam ruangan.

Rindu menggeleng lemah dengan raut wajah sedih.

"Hujan kali ya bu...." Lisda berasumsi. Rindu tersenyum getir.

"Teh dan gorengan hangat bu...." Lisda meletakkan nampannya di lantai, di depan Rindu.

"Terima kasih...Barakallahu...." Rindu memaksakan diri untuk tersenyum.

"Ayo diminum...!"

Rindu mengangguk, dan meraih gelas berisi teh hangat. Setelah mengucap bismilllah, ia pun menyeruputnya perlahan.

"Alhamdulillah..." Rindu sambil meletakkan gelasnya kembali ke tempatnya.

"Maaf bu...gak ngaji. Tadi habis nemenin bapak ke kota." Lisda sambil menatap Rindu dengan tatapan bersalah.

Rindu tersenyum mafhum.

"Perginya sih dari pagi. Rencananya sebelum Ashar sampai. Tapi hujan, jadinya berteduh dulu sampai reda. Taunya gak reda-reda. Terpaksa nekat juga, hujan-hujanan naik motor."

"Iya gak apa...."

"Diicip bu gorengannya! Tadi beli di jalan..." Lisda menyodorkan sepiring berisi empat potong pisang goreng dan bakwan."

Rindu mencomot pisang goreng. Ia melahapnya setelah mengucap bismillah.

"Enak bu?"

Rindu mengangguk, "kebetulan lapar juga." Rindu meringis.

"Jadi belum ada yang datang sama sekali bu?"

Rindu menggeleng.

"Semoga nanti malam ada ya bu...."

"Amiin."

"Maaf bu...Saya gak bisa lama-lama nemenin ibu. Belum masak..." Lisda pamit. Rindu sedikit kecewa tapi dia mafhum.

Rindu mengangguk sambil tersenyum.

"Terima kasih ya...."

Lisda tersenyum. Sebelum beranjak pergi Lisda menatap Rindu.

"Ibu masih mau menunggu?"

Rindu mengangguk pasti. Lisda sedikit ragu.

"Insya Allah, nanti saya kesini lagi bu..." Lisda menatap Rindu sekali lagi sebelum beringsut pergi.

"Assalamualaikum!"

Rindu tersenyum sambil menjawab salam dengan lirih menatap kepergian Lisda.

Rindu sendiri lagi. Hujan yang semula deras mulai berubah gerimis dengan angin kencang masih berhembus, Rindu bangkit dari duduk dan beranjak menuju pintu melongok ke luar. Dan azan Maghrib pun mulai berkumandang. Rindu pun segera bergegas memperbaharui wudhunya sebelum shalat Maghrib.

ANGIN RINDU (Completed)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin