60

298 18 0
                                    


"Akhirnya Syifa pergi...." Lirih Rindu suatu kali saat dia berjalan beriringan dengan Angin di pematang sawah.

"Saya tahu..." Komentar Angin sambil menyeret sepedanya.

"Sedih...." Rindu lagi.

"Semoga dia dan keluarganya baik-baik saja di sana."

Angin mendengarkan dengan seksama.

"Oh ya....kamu darimana?" Tanya Rindu.

"Dari rumah teman bu...."

"Kok bisa kebetulan ketemu saya di sini?"

"Loh ini kan jalan saya pulang memang...Ibu yang kenapa bisa ada di sini?"

Rindu tersenyum, "rencananya mau ke ATM, tiba-tiba saya ingat saya tidak membawa dompet."

"Haduh..."

"Sepedanya gak dinaikin?" Tanya Rindu.

"Loh kalau saya naikin gak sopan dong, masa ibu yang jalan, Saya naik sepeda." Jawab Angin diplomatis. Rindu mengangguk-angguk sambil tersenyum.

"Apa ibu mau mencoba naik? Biar saya yang jalan..." Tawar Angin. Rindu menatap Angin dengan mata berbinar seperti menerima tawaran itu. Namun kemudian dia menggeleng pelan.

"Kenapa? Jangan bilang ibu tidak bisa naik sepeda..." Goda Angin. Rindu tersipu malu.

"Haduhhh....parah..." Rindu menggelengkan kepala. Sedang Rindu terkekeh.

Kemudian keduanya membisu sambil terus berjalan. Namun kali ini langkah Rindu agak terseok-seok. Angin mencuri pandang.

"Ibu capek?" Tanya Angin sambil menatap Rindu.

"Agak..."

"Hem...mau saya bonceng bu?"

Rindu menatap Angin. Dahi Rindu berkernyit menimang-nimang apakah dia harus menerima tawarannya atau tidak. Masih dua kilometer lagi sebelum sampai di rumahnya. Tawaran Angin cukup menggiurkan.

"Bagaimana?" Tanya Angin lagi.

"Saya duduk dimana?" Tanya Rindu.

"Ya di belakang lah. Katanya gak bisa naik sepeda." Rindu terkekeh mendengar jawaban Angin.

Rindu menyingsingkan gamisnya, hingga terliat celana panjangnya untuk memudahkan ia duduk di kursi boncengan sepeda yang kecil.

"Hop!" Rindu meloncat sedikit. Dan kini dia sudah ada di belakang Angin.

"Sudah?" Tanya Angin.

"Sudah..."

"Ok...."

"Bismillahirrahmanirrahim...."

Dan Angin pun mulai mengayuh sepedanya perlahan, melintasi tanah becek di pematang sawah. Hati Angin bungah. Sebuah rasa yang Angin sendiri tidak mengerti.

Tangan kanan Rindu memegang sadel yang diduduki Angin. Tidak banyak memang yang bisa dipegang. Hanya sedikit, cukup untuk pegangan. Sedang tangan kiri Rindu memegang ujung kursi boncengan. Sambil sesekali tangan kirinya membenahi gamisnya agar tidak terlibas rantai roda sepeda.

Hamparan sawah hijau terbentang luas sejauh mata memandang. Semilir angin lembut berhembus menyejukkan walau matahari tengah bersinar terik. Derak bebatuan terdengar di jalan setapak di antara pematang sawah. Sebuah sepeda hitam melaju santai di jalanan berdebu, dengan seorang bocah bertopi biru tengah mengayuh di bagian depan dan seorang gadis berkerudung merah muda duduk tenang di belakang.

ANGIN RINDU (Completed)Where stories live. Discover now