97

300 21 0
                                    

"Jadi orang bule itu benar suami Ibu Rindu?" Tanya Putera suatu siang setelah Angin menceritakan persis apa yang diceritakan Steve padanya tempo hari.

Angin mengangguk.

"Kasihan juga ya Ibu Rindu...." Celetuk Arba.

"Iya....jadi setahunan ini Ibu Rindu tidak tahu apa-apa tentang dirinya di masa lalu." KIni giliran Nabil yang angkat bicara.

"Yang lebih kasihan ya suaminya dan Bara..." Sakti tak mau kalah.

"Gue juga dapat cerita itu dari babeh gue." Sakti lagi. Semua pasang mata tertuju pada Sakti.

"Bule itu juga cerita ke Pak Sobari?" Tanya Angin.

"Iya..."

"Kapan?" Angin penasaran.

"Udah semingguan sih."

"Oh ya?" Angin mendelik, ia tak percaya kalau ia bukan orang yang pertama tahu tentang Rindu.

Sakti menatap Angin, "Iya....dia sendiri yang menemui babeh gue di masjid. Dia cerita panjang lebar...."

"Hem...Jadi menurut kalian kita harus bantuin apa?" Tanya Putra.

"Ya bantuin mereka agar bisa bersatu lagi." Jawab Sakti.

"Bagaimana caranya?" Tanya Arba. Sedang Angin diam saja, dahinya berkernyit seperti sedang berpikir keras dan memandang ke arah lain.

"Separah apa sih amnesia ibu Rindu?" Tanya Nabil.

"Katanya sih parah banget. Dokter bilang cuma keajaiban yang bisa mengembalikan ingatan Ibu Rindu." Sakti lagi.

"Jadi?" Tanya Putera.

"Ya setidaknya kita bisa membuat Ibu Rindu jatuh cinta lagi dengan Steve."

Angin yang sedang meneguk air mineral di botolnya, ketika mendengarkan kata agar Ibu Rindu jauh cinta lagi dengan Steve, sampai tersedak dan menyembur keluar mulut. Sakti, Putera, Nabil dan Arba menatap heran ke Angin.

Arba yang berdiri dekat Angin menepuk-nepuk bahu Angin. "Kenapa lo?"

"Romannya lo kaget bener sama rencana kita, " Sakti nimbrung sambil cengengesan.

Angin mendelik menatap Sakti, seperti memberi kode ancaman agar Sakti tidak membocorkan rahasia terbesarnya tentang perasaannya pada guru ngajinya itu.

Sakti cekikikan. Teman-temannya memandang Angin dan Sakti bergantian. Angin segera menguasai keadaan.

"Bagaimana kalau Steve kita ajak Piknik Rumah Quran Ar Rahman minggu depan." Usul Angin.

"Trus?" Tanya Nabil.

"Nah di sana kita bikin skenario supaya Ibu Rindu bisa berdekatan dengan Steve."

Semua saling berpandangan.

"Hem boleh juga ide lo..." Putra angkat bicara.

"Kayaknya gadis-gadis harus kita kasih tahu juga deh..." Arba.

"Pasti!" Angin menunjuk ke Arba dengan pandangan optimis.

"Apa babeh gue juga perlu diberi tahu?" Tanya Sakti.

Sejenak dahi Angin berkernyit lagi.

"Iya! Kalau perlu Ustadz Fajar, Teh Lisda, Kong Ali dan santri ibu-ibu." Jawab Angin tegas.

"Bang Hendri dan Halimah yang santri baru itu?" Tanya Daffa.

"Ajak aja! Toh sekarang mereka sudah jadi bagian dari keluarga besar Rumah Quran Ar Rahman." Jawab Angin layaknya komandan perang.

Ya...sudah beberapa minggu ini, Hendri dan Halimah memang sudah ikut belajar mengaji di Rumah Quran Ar Rahman. Sejak kejadian mengerikan selepas pesta ulang tahun Randy, Halimah memang bertekad untuk belajar mengaji. Hendri pun mendukung penuh keputusan Halimah.

Kebetulan setelah kejadian itu, Halimah sempat mendengarkan sebuah ceramah di televisi tentang quran surah An Nur ayat 26 yang berisi wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang .baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik.

Halimah malu sekali kalau dahulu ia pernah menggilai Randy. Lelaki kota yang kaya dan tampan. Halimah sengaja tutup mata dan telinga ketika teman-temannya termasuk Hendri mengatakan kalau Randy adalah playboy cap kampak. Dia memang sengaja memacari gadis-gadis lugu dengan memamerkan kekayaan orang tuanya yang tidak habis tujuh turunan itu, ditambah dengan wajahnya yang tampan. Halimah salah satu korbannya.

Kalau saja Hendri tidak menungguinya malam itu. Mungkin malam itu kehormatan Halimah akan hilang oleh ulah Randy.

Sejak saat itu, hubungan dingin antara Halimah dan Hendri memang membaik. Meski Halimah kini memperlakukan Hendri jauh lebih baik. Namun, kalau boleh, Halimah lebih memilih Ustadz Fajar ketimbang Hendri.

"Ok...Jadi kapan kita mulai bergerak?" Tanya Putra.

"Sekarang....kita harus persiapkan skenario sebelum keberangkatan kita ke Gunung." Angin lagi.

Semua pasang mata saling berpandangan. Mereka mengangguk tanda setuju.

ANGIN RINDU (Completed)Onde histórias criam vida. Descubra agora