95

320 20 0
                                    


Pagi-pagi sekali, Angin sudah berjaga di gang masuk menuju rumah Rindu. Angin sudah memperkirakan jam berapa Steve akan tiba di rumah Rindu. Dan seperti hari-hari sebelumnya, Angin sudah siap dengan paku-paku yang ditebar di jalan menuju rumah Rindu.

Angin sudah memperkirakan dengan seksama kalau hanya mobil Steve yang saban hari datang melintas memasuki halaman rumah Rindu. Tak ada mobil lainnya. Orang tua Rindu hampir tak pernah datang ke rumah Rindu. Biasanya Rindu yang menyambangi orang tuanya. Jadi korban satu-satunya hanya mobil Steve.

Dan entah sudah berapa kali, Steve harus berurusan dengan ban mobil yang bocor akibat terkena paku. Hingga Steve merasa kesal sendiri. Steve yakin ada orang yang sengaja menebar paku di sana, dan Steve adalah target satu-satunya.

Namun kali ini, Steve harus menjebak pelakunya. Makanya Steve sengaja datang lebih pagi dari biasanya, demi menangkap si pelaku.

Benar saja, ketika mobil yang Steve tumpangi tiba. Angin sedang menebar paku. Angin terkesiap, tak percaya perbuatan isengnya akan tertangkap basah oleh Steve. Buru-buru Angin membuang bungkusan pakunya, dan menyambar sepedanya. Ia mengayuh sepedanya cepat-cepat.

"Woy tunggu!" Steve berteriak, turun dari mobil dan buru-buru menguncinya. Ia pun berlari secepat mungkin mengejar Angin yang melajukan sepedanya layaknya pembalap sepeda.

Namun sayang, rupanya Angin salah perhitungan. Paku yang semula ditebar untuk menjebak Steve, malah menancap di ban sepedanya. Alhasil, ban sepedanya kempes. Senjata makan tuan.

Namun ia memaksakannya terus melaju hingga di areal persawahan. Hingga akhirnya bannya semakin parah dan tak bisa lagi dikayuh.

Angin yang panik segera melompat dari sepedanya. Meninggalkan sepedanya begitu saja dan berlari secepat-cepatnya di pematang sawah yang becek. Namun sayang, ketika Angin hendak melompati parit kecil yang membatasi areal sawah yang satu dengan yang lainnya. Angin jatuh terpeleset ke dalam lumpur. Tentu saja hal itu memperlambat dirinya. Padahal Steve sudah termata dekat dengannya.

Baru saja Angin hendak bangkit dan melarikan diri. Tubuh kekar Steve sudah ada di depan Angin. Steve mengulurkan tangan kanannya untuk membantu Angin yang terjerembab dalam lumpur. Angin menatap Steve. Steve tersenyum, ia jongkok agar Angin bisa meraih tangannya.

Angin ragu. Steve kembali tersenyum sambil menawarkan bantuan kepada Angin. Angin akhirnya menyerah, dia meraih tangan Steve. Steve menariknya keluar dari lumpur.

Kini Angin sudah berdiri berhadapan dengan Steve dengan baju yang penuh lumpur. Angin menunduk malu.

"Mengapa kamu lari?" Tanya Steve. Angin diam seribu bahasa.

"Jawab!" Nada suara Steve meninggi.

"Takut..."

"Kenapa takut?"

Angin ragu menjawab, "karena saya salah."

"Apa salahnya?"

"menebar paku di jalanan menuju rumah ibu Rindu." Angin sama sekali tak berani mengangkat wajahnya.

"Kenapa?"

Angin diam.

"Karena saya tak mau kamu mengganggu ibu Rindu." Jawab Angin, ia memberanikan diri menatap Steve dengan pandangan menatap. Keduanya saling bertatapan.

Kemudian Steve tertawa.

"Sudah kuduga kamu mencintai istri saya."

Angin melotot mendengar itu.

"Kenapa melotot?" Steve mendelik.

"Apa maksudmu, istri?" Angin bingung bercampur penasaran.

"Iya, perempuan yang kamu cintai itu, guru ngaji kamu itu adalah istri saya. Ibu dari anak kami Bara." Steve menatap Angin tanpa berkedip. Begitupun Angin.

Angin tak percaya. Ia menatap Steve dengan pandangan menyelidik, demi mencari secuil kebohongan di mata Steve. Namun, Angin tak menemukannya. Angin menyerah, ia menunduk. Steve tersenyum.

"Ayo..." Tangan kanannya menyeret Angin menuju pematang sawah yang kering dan cuup tersembunyi untuk bicara empat mata.

"Saya sudah tahu sebelumnya kalau kamu yang menebar paku. Saya hanya menunggu waktu yang tepat untuk menangkap kamu. Tak usah bertanya bagaimana aku tahu." Steve menatap Angin yang menunduk.

"Saya pun mulai mengetahui bagaimana perasaan kamu pada ibu Rindu, istri saya."

"Setiap kita berjalan bersama, saya bisa lihat bagaimana kau memandang Ibu Rindu.Bagaimana kamu benci melihat saya di antara kalian."

Steve tertawa terbahak-bahak, ia menepuk punggung Angin perlahan, "its ok young man!"

Steve merogoh ponselnya, membuka kata kunci dan sibuk menyentuh layar, "ini saya berikan bukti tentang ucapan saya tadi." Steve menyentuh bahu Angin agar Angin melihat foto-foto di ponsel. Semula Steve ragu, namun akhirnya ia menuruti juga perintah Steve.

"Ini guru kamu waktu masih muda. Kami bertemu di New York sepuluh tahun lalu, saat ia sedang kuliah S2 di NY University." Angin menatap foto-foto Rindu waktu masih muda belia. Sangat cantik, namun sayang tanpa hijab.

"Ini foto pernikahan kami di Indonesia."

"Dan ini buku nikah kami..."

"Ini saat-saat bulan madu kami di Karibia."

"Dan ini Rindu sewaktu hamil."

"Ini anak kami Bara waktu bayi."

"Ini foto Bara sekarang...."

Angin terhenyak menatap kumpulan foto-foto itu.

"Tapi kenapa?" Tanya Angin menatap Steve.

Steve tersenyum, "ceritanya panjang. Kau yakin ingin mendengarnya?"

Angin mengangguk. Steve menghela nafas panjang sebelum memulai kisahnya dari mulai kepulangannya ke Indonesia, kecelakaan yang membuat Rindu amnesia, keputusan berat meninggalkan Rindu dan akhirnya Steve kembali untuk menjemput Rindu di sini.

Angin mendengarkannya dengan seksama. Matanya berkaca-kaca.

"Begitulah kisahnya..." Steve menatap Angin. Dan bulir bening di mata Angin sepertinya hampir tak mampu dibendungnya lagi. Angin menghapus cepat air matanya sebelum menetes.

"Jadi, maukah kamu menjadi sahabatku juga?" Steve menyodorkan kelingking tangan kanannya. Angin menatap Steve. Steve tersenyum demi memupus keraguan di hati Angin. Angin mengangguk. Ia pun menyodorkan kelingking tangan kanannya hingga keduanya kini saling terkait.

"Best friend forever." Steve tersenyum. Angin juga. Steve memeluk bocah itu dan menepuk bahunya sejenak.

"Kuharap kita bukan saingan lagi. Tapi partner untuk memulihkan ingatan Rindu." Steve lagi. Angin mengangguk pelan.


Tak apa anak muda.

Sahabat selamanya.

ANGIN RINDU (Completed)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora