62

280 24 0
                                    


Matahari masih cukup terik, ketika Rindu memutuskan untuk segera meninggalkan rumah menuju rumah Engkong Samid. Meski kelas mengaji baru akan dimulai selepas Ashar. Rindu sengaja datang terlebih dahulu, agar ia bisa membantu Lisda menyiapkan kelas. Kemudian shalat Ashar di sana.

Rindu mempercepat langkahnya, pasalnya ia lupa tak membawa payung untuk melindunginya dari terik matahari. Baru berjalan beberapa meter, tiba-tiba ada suara laki-laki menghentikannya.

"Assalamualaikum ukhti!"

Rindu menoleh ke belakang mencari arah suara. Seorang lelaki berpeci hitam tersenyum menatapnya.

"Waalaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuhu, Ustadz..." Rindu membalas senyumnya.

"Mau kemana?" Tanya ustadz Fajar berbasa-basi.

"Mau ke Rumah Quran..."

"Masih siang...."

"Iya sengaja, Ustadz. Biar bisa bebenah. Lagipula di rumah juga tidak ada siapa-siapa."

"Oww...ayok bareng...!"

Keduanya berjalan beriringan.

"Ustadz sendiri mau kemana?"

"Mau ke surau..."

"Oh..." Pendek Rindu.

"Nanti malam, Ustadz hadir?" Tanya Rindu.

"Insya Allah..."

Rindu menoleh sejenak dan tersenyum mendengar jawaban dari Ustadz Fajar, mitranya di Rumah Quran Ar Rahman.

"Kamu tidak berencana absen kan?"

Rindu menggeleng.

"Oh syukurlah! Kirain mau absen...Saya jadi tidak bersemangat hadir." Gumam Ustadz Fajar namun masih terdengar Rindu. Hingga Rindu menoleh.

"Loh kenapa?" Matanya menatap ustadz Fajar dengan pandangan menyelidik.

"Emmm....Sudahlah..." Ustadz Fajar tersenyum. Rindu pun mengalihkan pandangan. Ia memeluk tas berisi Al Quran dan buku-buku yang disandang di bahu kanan. Sambil kakinya terus melangkah. Keduanya membisu.

"Sudah lama tinggal di sini?" Tanya Ustadz Fajar berbasa-basi.

Rindu menoleh sejenak dan tersenyum, "entah ini sudah pertanyaan yang kesekian kali. Pertanyaan yang sama dan jawaban yang sama. Sudah hampir setahun!"

"Oh iya lupa...." Lelaki itu cengengesan.

"Anaknya berapa bu?" Tanya lelaki itu seperti berusaha mengorek-ngorek keterangan dari Rindu.

"Belum punya anak...belum menikah..." Rindu acuh tanpa menoleh. Mendengar jawaban itu, Ustadz Fajar hampir ingin melonjak kegirangan. Namun ia berusaha menguasai keadaan.

"Bapak sendiri?" Tanya Rindu sekedar berbasa-basi.

"Jangan panggil bapak! Saya masih lajang...mungkin usia kita tak terpaut jauh..."

"Lalu?" Rindu menoleh ke arah ustadz itu.

"Mas, Abang atau Kakak mungkin..." Ustadz itu lagi. Rindu bingung tapi Rindu tak ingin memperpanjang. Ia kembali fokus menatap depan.

"Saya juga tidak punya pacar...." Ustadz Fajar seperti hendak memberitahu jati dirinya pada Rindu. Rindu tetap acuh.

"Saya mencari calon istri..." Lanjut Ustadz Fajar.

"Assalamualaikum..." Tiba-tiba dari arah kanan, Lisda menyapa Rindu dah Ustadz Fajar.

"Waalaikumussalam Warahmatullahi wabarakatuh". Rindu dan Ustadz Fajar hampir berbarengan.

"Lisda?" Rindu menatap Lisda dengan pandangan berbinar-binar.

"Iya bu..." Lisda memandang Rindu, melirik Ustadz Fajar idolanya kemudian menunduk sambil tersipu malu. Wajah Ustadz Fajar berubah kecewa, kesempatannya untuk mengobrol berdua saja dengan Rindu terganggu oleh kehadiran Lisda.

"Habis darimana? Kok jalan?" Tanya Rindu.

"Ini habis beli telor bebek..." Lisda mengangkat plastik bening berisi telur bebek.

"Ohhh....ayo ah bareng..." Ajak Rindu.

Lisda melirik ke arah Ustadz Fajar untuk minta persetujuan. Ustadz Fajar hanya tersenyum, tangannya mempersilahkan Lisda untuk berjalan beriringan dengan Rindu di depan, sedangkan Ustadz Fajar di belakang.

ANGIN RINDU (Completed)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin