13

550 33 0
                                    


Rindu sudah duduk di terasnya dalam dua kali enam puluh menit, hanya duduk saja, sambil sesekali membaca buku yang tak kunjung usai dibacanya. Sebenarnya buku itu hanya pengalihan saja, agar dia tak terlihat sebegitu terpaku di tempat itu.

Sore itu sore yang begitu teduh, angin berhembus membelai pepohonan, hingga pepohonan seperti saling berbisik. Rindu pun sama, menikmati laluan angin sore yang bergantian menyentuh wajahnya dan mengibas anak-anak rambutnya hingga tak keruan bentuknya.

Sesekali Rindu memejamkan mata sedetik, detik dimana angin sore seperti ingin menyampaikan bahwa ia ada. Seakan akan ia pun ikut menikmati sore yang teduh ini.

Rindu masih terpaku menatap jauh ke luar pagar. Menatap sesuatu yang hanya bisa dipahami oleh Rindu sendiri. Bahkan Rindu tidak bergerak sedikitpun walau hanya untuk membenahi posisi duduknya. Tetiba tanpa disadari, seorang bocah lelaki kecil mendekatinya.

"Mommy, lets play to me!" Bara merajuk sambil membawa mainan berbentuk pesawat. Rindu masih tak bergeming.

"Mommy lets wake up and play with me!" Bara mengulanginya lagi. Namun kali ini, tangan kecilnya menarik-narik tangan Rindu. Rindu pun baru tersadar dari lamunannya. Rindu menatap wajah polos Bara, darah dagingnya yang Rindu lupakan.

"Kamu berbicara denganku?" Tanya Rindu pada bocah kecil itu. Bara mengangguk girang.

"Main apa?"

"Airplane!" Sembari menyodorkan pesawat-pesawatan.

"Bagaimana?"

"Stand up!" perintah Bara. Ragu-ragu Rindu mengikuti perintah Bara. Namun, akhirnya dia berdiri juga.

"I'll be the pilot and you'll be my passenger. We'll fly to the moon!" Rindu menatap bocah kecil yang fasih berbahasa Inggris itu dengan takjub.

"Hold my shirt!"

Rindu berdiri di belakang Bara dan memegang baju Bara. Tanpa menunggu lama, Bara mengangkat mainan pesawatnya ke atas, dan Bara mulai berlari kecil mengitari teras. Rindu mengikuti Bara yang berpura-pura sebagai pilot dari belakang. Bara tertawa girang, begitupun Rindu.

Steve yang tak sengaja melihat adegan itu dari balik pintu, terharu. Dia sengaja tak ingin mengganggu kemesraan antara Rindu dan Bara. Sudah hampir dua bulan, Steve tak bisa melihat Rindu bercengkerama dengan Bara pasca kecelakaan mengerikan itu.

Sepulang dari rumah sakit setelah sebulan koma. Rindu pun tak bisa langsung berinteraksi dengan orang sekitar. Rindu masih merasa asing. Karena amnesia yang dialaminya, dia tak ingat satupun tentang orang-orang di sekelilingnya.

Tiba-tiba Rindu berhenti mengikuti Bara. Nafasnya tersengal-sengal kepayahan. "Why?"Tanya Bara sedikit kecewa melihat Rindu berhenti berlari kecil mengikutinya dari belakang.

"Aku lelah..." Wajah Rindu memerah kelelahan. Dia pun buru-buru mencari tempat duduk. Bara mafhum. Dia pun berjalan menghampiri ibunya.

"Are you okay?" Tanya Bara khawatir. Rindu mengangguk dan tersenyum sembari membelai kepala Bara.

"Siapa namamu, nak?" Tanya Rindu lembut pada bocah kecil di hadapannya. Bara yang bingung menjawabnya juga.

"Bara...."

"Dimana ibumu, nak?" Tanya Rindu. Bara bingung....

"You are my mom." Kini giliran Rindu yang bingung.

"Terima kasih sudah menganggapku ibu, anak manis..." Rindu tersenyum sambil mencubit gemas pipi gembil Bara.

"You are my mom..!" Bara kesal. Rindu tersenyum...

"Pulanglah, nak...pasti ibumu mencarimu di rumah..." Rindu polos. Mata Bara terbelalak, tak percaya ibunya mengatakan itu. Bara kecil tak mengerti penjelasan daddy, eyang, om dan tantenya bahwa ibunya kini sedang amnesia.

"But you are my mom..." Kali ini Bara yang perasa hendak menangis bingung.

"Aku bukan ibumu, sayang...Tapi kamu boleh main ke sini kapan saja. Sekarang pulanglah....Ibumu pasti cemas menanti di rumah."

"But you are my mom..." Bara berteriak sambil menangis. Melihat itu, Steve baru keluar dari persembunyiannya dan segera menghampiri Bara.

Steve memeluk Bara dan menggendongnya.Tangannya yang kekar menepuk-nepuk punggung Bara pelan demi menenangkannya.Rindu melihat adegan itu dengan tatapan bingung.

"Maaf saya tidak bermaksud menakuti anak itu..." Rindu sembari memegang bekas luka di wajahnya. Steve menggeleng pelan.

"Anakmu?" Tanya Rindu. Steve mengangguk sedih. Ia tak habis pikir, bagaimna perempuan di hadapannya tidak mengenali mereka.

"Saya bisa jelaskan mengapa dia menangis. Kami baru saja bersenang-senang. Kemudian dia menangis saat kusuruh pulang. Saya bilang, nanti ibumu cemas menanti di rumah...", terang Rindu. Steve mendengarkannya dengan pilu.

"Rindu....tak sedikitkah kau ingat akan kami? Aku suamimu....dan anak ini, anak kita, Bara!" Steve dengan suara bergetar. Rindu bingung.

"Aku suamimu....ini anak kita..." Tangan kekar Steve merengkuh Rindu. Rindu ketakutan, tanganya menepis tangan kekar Steve.

"Jangan pegang! Aku tak mengenal kalian!"

"Aku suamimu..dan ini Bara anak kita...", Steve mengulangi lagi, sambil matanya memandang Rindu lekat-lekat. Rindu tak percaya, Rindu malah makin ketakutan.

"Aku Steve, dan ini Bara!" Rindu menatap wajah mereka satu persatu. Kepalanya tiba-tiba pening. Rindu memegangi kepalanya.

"Hentikan! Kepalaku pusing! Aku tidak kenal siapa kalian...aku tidak kenal! Mohon tinggalkan aku!" Merasa terpojok seperti itu. Rindu menangis sejadi-jadinya. Dia merosot dari tempat duduknya dan duduk bersimpuh di lantai sambil memegangi kepalanya yang pening.

Steve menyesal telah memaksa Rindu mengingatnya. Ingin rasanya Steve memeluk Rindu, namun dia menahan diri. Ia ingat apa yang dikatakan dokter, bahwa butuh waktu bagi Rindu untuk mengingat semua yang telah terhapus dari memori otaknya.

Rupanya teriakan Rindu membuat ayah, ibu dan adek Rindu keluar dari dalam rumah. Hanya ibu Rindu yang berani mendekat dan menenangkan Rindu. Sedang yang lainnya, memilih untuk mengamati Rindu dari jarak teraman. Steve berjalan gontai sambil menggendong Bara dengan pilu.

Di pintu, ayah Rindu menyambut Steve dengan pelukan. "Sabar!" Sembari menepuk-nepuk bahu Steve.

"Sabar ya mas..."

"Sabar!"

Widya dan Aldi, dua adik Rindu bergantian menyemangati Steve.


[1] Ibu, ayo bermain denganku!

Ibu, ayo bangun dan bermain denganku!

Pesawat

Berdiri!

Saya akan jadi pilotnya, dan kamu penumpangnya. Kita akan terbang ke bulan.

Pegang bajuku!

Kenapa?

Kamu baik-baik saja bukan?

Kamu ibunya

Kamu ibuku. 

ANGIN RINDU (Completed)Where stories live. Discover now