94

306 19 0
                                    


"Rindu!....Rindu! Buka pintunya! Aku ingin bicara!" Steve berteriak-teriak sambil sesekali menggedor pintu dengan kasar.

Sudah hampir satu jam Steve berdiri didepan sebuah rumah bertingkat dua. Laki-laki itu membiarkan hujan menimpa seluruh tubuhnya dibalik satu penyesalan yang dia rasakan kini. Steve terlihat menggigil, bibirnya yang sudah ungu-kebiruan itu bergetar hebat. Tapi dia tak peduli, baginya ini tidak sebanding dengan apa yang dirasakan Rindu.

Steve tahu persis betapa saat ini mungkin Rindu sedang bingung, sedih dan segenap perasaan lainnya yang campur aduk setelah mendengar pengakuan Steve bahwa sejatinya Rindu adalah isteri Steve. Sebetulnya ini bukan kali pertama. Steve sudah berulangkali mengingatkan Rindu tentang kisah cinta mereka, juga tentang Bara. Namun Rindu sama sekali tak bisa mengingat serpihan memori itu.

Dan kalau kali ini Rindu merasa terpukul sekali, karena Steve mengatakannya lagi saat Rindu baru saja hendak bahagia setelah mendengar niat Ustadz Fajar untuk meminangnya. Dan kalau Steve terus mengulur waktu, mungkin Steve benar-benar kehilangan Rindu, kekasih hidupnya. Tak hanya karena amnesia juga karena Rindu keburu menambatkan cinta pada lelaki lain.

Perlahan butiran bening itu mengalir, menyatu dengan deraian hujan yang tumpah diatas permukaan tanah. Laki-laki itu menangis, meratapi kebodohannya. Sumpah Demi Allah.

"Buka pintunya Rindu! Kumohon! Aku ingin bicara", lirihnya pelan menahan dinginnya hujan. Rasanya dia sudah tidak sanggup mempersembahkan tubuhnya untuk dinikmati sang hujan. Tapi dia mencoba kuat, karena ini adalah tekadnya, selama Rindu belum mau menemuinya dia akan tetap seperti ini, tak peduli bagaimana resiko yang akan terjadi nantinya.

Huft. Rindu mendesah nafas panjangnya. Dari balik jendela kamarnya itu, dia tak melepaskan matanya dari sosok Steve, memandangi Steve yang tengah berhujan ria. Sambil terus berusaha mencerna tentang apa yang dikatakan oleh Steve hampir dua jam yang lalu di depannya dan Ustadz Fajar.

"Menikah? Apa benar aku sudah menikah? Anak? Jangan-jangan Bara yang ada di rumah orang yang dipanggilnya ayah dan ibu itu adalah anak kandungku?" Tanya Rindu dalam hati. Ia bingung sekali. Karena sama sekali Rindu tak ingat sedikit pun tentang hal itu. Gelap!

Rindu menimbang-nimbang keputusannya untuk kebawah menemui Steve. Kalau ia tidak turun ke bawah dan menemui Steve, mungkin Steve akan nekat bertahan hingga pagi di bawah guyuran hujan yang semakin menghebat. Dan bisa dipastikan Steve akan ambruk.

Namun akhirnya Rindu turun juga ke bawah untuk menemui Steve.

"Rindu?", nada bicara Steve terdengar bergetar. Iya, dia mengucap nama itu saat melihat Rindu yang sudah berdiri diambang pintu rumahnya dengan sebuah payung ditangan perempuan itu.

Laki-laki itu tersenyum tipis "aku tau kamu pasti tidak akan tega membiarkan aku kedinginan", ucapnya saat perempuan itu kini sudah berdiri didepannya, memayungi tubuhnya yang sudah basah kuyup.

"jangan berpikir seperti itu. Aku hanya tidak mau orang-orang kampung kemari karena teriakanmu dan aku dicap orang jahat", sahut perempuan itu begitu dingin. Steve tahu itu, tapi setidaknya itu hanya alasan kamuflase bagi Rindu, karena perempuan itu pada nyatanya sangat mengkhawatirkan dirinya. Ya, dia bisa membaca itu dari balik sorot mata dingin itu.

"lebih baik sekarang kamu pulang, Steve. Ini sudah malam." Suara Rindu sedikit parau.

"sekarang kamu pulang!" Rindu mengulanginya lagi dengan tegas.

Sudah jelas semuanya, Rindu memang mengkhawatirkan Steve. Tak perlu lagi perdebatan panjang lebar. Dia meraih tangan Rindu, menggenggamnya seraya tersenyum getir.

"ini buat kamu. Buka dan bacalah setelah aku pulang nanti"

Secarik kertas setengah basah itu diletakan Steve diatas telapak tangan perempuan itu. Dia tersenyum manis, laki-laki itu melangkah mundur hingga tubuhnya kembali dihujam tetes-tetes air kristal itu.

"aku mencintaimu, Rindu", gumamnya pelan. Perempuan yang berada dibawah payung itu membisu, tubuhnya terasa kaku.

Steve berjalan mundur hingga ke tempat dimana mobilnya diparkir. Pandangannya tak pernah beralih dari Rindu. Rindu pun menatapnya.

Setelah tiba di mobilnya. Steve membuka pintu mobil dan masuk ke dalam. Ia buru-buru membuka jendela mobil di bangku supir lebar-lebar agar bisa melihat Rindu yang masih berdiri mematung dengan payungnya di gelapnya malam yang basah.

Steve melambaikan tangan sebelum menyalakan mesin dan melajukan mobilnya.

"I Love you for the sake of Allah!" Steve berteriak sebelum mobilnya meninggalkan halaman rumah Rindu.

Setelah bayangan Steve dan mobilnya lenyap dari pandangan. Rindu pun segera masuk ke dalam rumahnya. Tangan kanannya masih menggemgam secarik kertas yang diberikan Steve tadi. Rindu meletakkan payungnya, dan segera naik ke lantai atas.

Sesampainya di kamar, Rindu melepas hijabnya dan duduk di tepi ranjang. Ia membuka perlahan genggaman tangan kanannya. Dan mengambil secarik kertas setengah basah dari Steve.

Ia membuka perlahan. Hanya sebuah tulisan,

I Love you so much for the sake of Allah ....

Steve

081234567890

P.S. Call me anytime

Rindu terdiam sejenak. Ia kemudian merogoh ponselnya dan menyimpan nomer yang tertera di secarik kertas itu di ponselnya. Tertulis nama di sana, Steve!

ANGIN RINDU (Completed)Where stories live. Discover now