54

270 20 0
                                    


Rindu duduk manis di belakang Lisda. Baru saja motor yang ditumpanginya keluar dari halaman rumah Engkong Ali. Rindu seperti menangkap bayangan sesosok orang yang sangat dikenalinya lengkap dengan sepedanya.

"Astaghfirullahal adzim...Angin..." Rindu membelalak menatap Angin.

"Angin..." Gumam Lisda heran.

"Iya..."

"Ngapain dia di situ?" Tanya Lisda.

"Entahlah..." Semakin lama motor kian menjauh dan Rindu kehilangan Angin. Dalam hati Rindu berharap semoga Angin pulang dengan selamat.Rindu masih tak habis pikir mengapa Angin berdiri di situ dengan sepedanya. Bukankah Rindu sudah menyuruhnya untuk pulang terlebih dahulu.

"Ustadz Fajar cakep ya bu..." Tiba-tiba Lisda membuyarkan lamunan Rindu tentang Angin.

"Eh oh... biasa aja..." Rindu yang gelagapan berusaha menguasai keadaan.

"Di sini...Ustadz Fajar itu idola. Hampir semua gadis Kampung Sukabakti pasti suka dengan Ustadz Fajar. Sudah soleh, cakep, baek pula." Celoteh Lisda, Rindu mendengarkan dengan jengah.

"Suami idaman banget deh..." Lisda lagi.

"Gadis mana yang tidak suka dengan Ustadz Fajar..."

"Aduh....mimpi kali ya punya suami kayak Ustadz Fajar." Cerocos Lisda tanpa henti.

"Saya gak pernah liat Ustadz Fajar jalan dengan perempuan. Katanya mah kalo ustadz gitu mah gak pacaran ya bu?"

"Memang tidak ada kamus pacaran di Islam." Komentar Rindu.

"Langsung nikah gitu?"

"Iya..."

"Loh kenalannya gimana biar tahu dia cocok jadi suami kita?"

"Dalam Islam namanya ta'aruf. Saat ta'aruf kita bisa menggali informasi sebanyak-banyaknya tentang si dia lewat teman-teman baiknya, atau keluarganya. Boleh berbincang, tetapi harus didamping oleh mahram yang terpercaya. Jadi tidak ada itu pacaran berdua-duaan." Jelas Rindu.

"Oooo.... Kalau bu Rindu punya pacar? Eh Suami?"

Rindu bingung harus menjawab apa karena Rindu sungguh tidak tahu apakah di kehidupannya dahulu sebelum dia kehilangan ingatan akan masa lalunya, dia punya kekasih atau pasangan hidup.

"Tidak..." Rindu menjawab dengan gamang.

"Ah masa sih bu...Ibu cantik. Masa tidak ada yang kecantol."

Rindu tersenyum, "belum jodoh."

"Semoga ibu ketemu jodoh orang sini ya bu. Biar tinggal selamanya di sini." Rindu tak berani mengaminkan harapan Lisda.

"Oh iya bu....besok saya ikut mengaji ya bu. Sore aja setelah kelas Iqra sore. Saya bareng bu Eko, Endang, Farras. Insya Allah ada perempuan lain yang mau ikut ngaji."

Wajah Rindu kini sumringah. "Masya Allah...Senang sekali."

"Iya bu...saya mau memantaskan diri supaya bisa menjadi istri dari pria sholeh semacam Ustadz Fajar." Lisda terkekeh.

Rindu menggeleng-geleng sambil tersenyum geli, "Insya Allah ya. Saya doakan!"

"Amiiin..."

"Sudah sampai!" Tanpa sadar motor yang mereka tumpangi berhenti di depan rumah Rindu.

"Alhamdulillah..." Rindu melompat turun.

"Terima kasih ya sudah mengantar saya."

"Terima kasih kembali!"

"Mau mampir?" Tawar Rindu berbasa-basi.

"Sudah malam bu..."

"Berani?"

"Berani lah...."

"Ok deh...terima kasih ya..."

"Saya pamit bu. Sampai besok! Assalamualaikum!" Lisda pamit sambil melajukan motornya.

Rindu menjawab salam sambil memandang Lisda hingga hilang dari pandangan. Baru Rindu masuk ke dalam rumahnya. 

ANGIN RINDU (Completed)Where stories live. Discover now