2.7

185K 13.6K 967
                                    

Della menatap puas pada tangan fatih yang baru ia balut. "Lain kali kalo lagi luka ngga usah nyetir." ceramah della.

Fatih mengangguk, ia meraih ponselnya. Tidak memperdulikan della yang kini tengah menatapnya dengan lekat. "Em itu, kenapa?"

Fatih menatap della. "Ini?" ia mengangkat tangannya yang dibalut perban.

"Iya."

"Ngga sengaja keinget dia, refleks nonjok kaca yang ada didepan mata." fatih mengucapkannya tanpa beban. Ia tak menyadari perubahan raut wajah della karna kembali sibuk memainkan ponselnya.

"Self injury?" tanya della pada dirinya sendiri, tapi masih bisa didengar fatih.

Fatih meletakkan ponselnya. Ia mendekat ke arah della, mereka duduk bersampingan di tepian kasur. "Ngga tau, yang jelas gue ngerasa mati rasa aja gitu, jadi akhirnya gue ngelampiasin ke fisik."

Della terkesiap, ia kira fatih tak mendengar nya. "Tapi lo ngga minum obat penenang kan?"

"Lo fikir gue sakit jiwa?" fatih memutar kedua bola matanya.

"Lo ngga bisa terus-terusan gini tih." della menahan tangan fatih yang hendak meninggalkan kamar.

Fatih menatap della dengan tatapan tajam. "Lo siapa emangnya?"

Della ikut bangkit, kini mereka berdiri berhadapan. "Gue emang bukan siapa-siapa tapi gue mau lo berhenti lakuin itu."

"Ngga segampang itu nad." suara fatih terdengar putus asa.

Della meraih tangan fatih yang tidak terbalut perban. "Tapi kalo lo kayak gini terus, apa della akan balik lagi? Harusnya lo belajar dari kesalahan. Della akan kecewa berat sama lo kalo tau lo kayak gini, della akan sedih kalo denger lo hancur karna dia, fatih."

"DELLA NGGA AKAN BALIK LAGI. Dia marah sama gue, sama semuanya. Dia marah." fatih menatap della dengan mata memerah, ia memegang pundak della dan menggoyangkan nya dengan kencang. "Dia ngga akan balik lagi, nadine."

Della meneteskan air matanya, ia benar-benar kecewa pada fatih, pada dirinya juga. Della terduduk di atas kasur, tangannya meremat seprai, ia melampiaskan amarahnya. Lidahnya terasa kelu untuk mengungkap kebenaran.

Della bangkit, ia berjalan dengan cepat menuruni tangga menuju taman belakang rumah fatih. Ia mencoba menenangkan tangisannya. Della duduk di tepi kolam renang. Tangannya ia masukan ke dalam air lalu memainkan airnya dengan perlahan.

Della keluar dari kamar fatih karna ia takut tidak bisa menahan amarahnya dan malah membuatnya mengambil tindakan yang gegabah. Seseorang menyusul duduk disamping della, bunda fatih.

Della mencoba tersenyum, untungnya ia sudah tidak menangis.

"Berantem ya sama fatih?"

Della meringis, "kedengeran ya Tan?"

Bunda fatih mengangguk. Della tersenyum canggung, "maaf ya tan."

"Pasti tentang della, fatih tuh emang sensitif kalo udah ngomongin dia" bunda fatih menerawang jauh.

"Boleh aku tau tentang della Tan?"

Dengan antusias bunda fatih mengangguk. "Della itu pacar fatih. Dia cantik, ramah dan humble anaknya. Beberapa kali dia dateng ke sini, dia juga sopan banget. Perjuangan hubungan mereka tuh berat, faktor utamanya itu keluarga della yang buat fatih nyesel kaya gini. Dia dijodohin sama kembaran della yang jelas-jelas tau kalo fatih pacar della." bunda fatih mengakhiri ceritanya dengan senyuman pahit.

Della tersenyum samar, "maaf kalau nadine lancang. Tapi apa fatih sering ngelukain dirinya kaya gitu Tan?"

"Beberapa kali iya," bunda fatih kini menatap della. Ia memegang erat tangan della. "Tante harap kamu mau bantu fatih ya, bantu dia sadar kalo yang dia lakuin itu salah."

Never be aloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang